Ternyata Suamiku CEO Misterius - Bab 355 Tidak Akan Melepaskannya Lagi (1)

“Yolanda...?”

“Uhm...” Yolanda Duan menggaruk kepalanya, tersenyum kaku, “Hm itu...Arnold, aku...”

Dia tidak tahu harus berkata apa untuk membuat Arnold Bai tidak terlalu kecewa dan sedih, yang dia tahu, dia tidak mungkin bisa menerimanya!

Arnold Bai dengan mata berbinar penuh harapan melihatnya, dia mungkin sungguh tidak mengerti dengan kesulitan Yolanda Duan yang ingin menolaknya, jadi dia menganggap sikap Yolanda Duan saat ini sebagai tanda kalau dia tengah malu.

“Tidak apa-apa, kamu boleh tidak mengatakan apapun.” Dia semakin menyodorkan kotak cincin itu ke arah Yolanda Duan, dengan arti asalkan dia mau menerima kotak itu sudah sangat baik.

Baginya, asal Yolanda Duan mau menerimanya, dia tidak berharap dan meminta Yolanda Duan akan memberikannya respon apapun, karena hari mereka masih sangat panjang, dan pasti ada satu hari dia akan berubah dan bisa membuka dirinya untuknya.

“Tidak...maksudku bukan itu.” Yolanda Duan melayangkan kedua tangannya, dia tahu kalau Arnold Bai salah mengira maksudnya, lalu buru-buru menjelaskan.

“Maksudku...maksudku...”

“Aku tidak bisa menerimamu!” Dia takut melihat tatapan kecewa Arnold Bai, lalu dengan sengaja menutup mata dan mengucapkan kata itu.

Arnold Bai terdiam, kotak di tangannya jatuh, cincin di dalam kotak ikut jatuh keluar, dan tergelincir di pinggir lututnya.

“Arnold...Aku...Maaf...”

Selain kata maaf, dia tidak tahu harus mengatakan apa lagi, menundukan kepala dan masih tidak mau melihatnya.

“Yolanda, apakah mungkin karena terlalu cepat, jadi kamu tidak siap menerimanya?” Setelah terdiam agak lama Arnold Bai baru bertanya lagi padanya, suaranya terdengar begitu serak.

Dia menganggap penolakan darinya karena siklus hubungan mereka yang begitu cepat, baru mengenal satu minggu lebih sudah menjadi sepasang kekasih, baru berjalan sebulan lebih sudah ingin melamarnya, memang dia yang terlalu terburu-buru, dan wanita mungkin melihat ini agak sedikit takut.

Yolanda Duan mendengarnya, langsung menggelengkan kepala, “Bukan seperti itu, Arnold, aku...Aku tidak bisa menerimamu!”

“Karena aku sudah memiliki orang yang aku sukai.”

Arnold Bai memandangnya dengan tatapan kosong, ekspresinya bukan malu, bukan juga ragu, tapi karena dia telah memiliki orang yang dia sukai...

“Evardo ya?” Dalam otak Arnold Bai berputar saat Yolanda Duan dengan Evardo Ye saling bertatapan, di mata mereka terlihat ada cerita yang tidak sederhana.

Yolanda Duan tidak menjawab, hanya menundukan kepala sebagai jawaban ya Evardo Ye adalah orang yang dia sukai.

Kalau di acara pernikahan itu tidak bertemu dengan Evardo Ye, dan tidak tahu kalau dia masih mencintainya, Yolanda Duan mungkin akan menerima lamarannya, tapi dia yang sekarang setelah mengetahui semuanya tidak memiliki keberanian untuk berbohong.

Di dalam restoran, cello masih dimainkan, tapi pelayan di samping sudah memperhatikan ada sesuatu yang salah, lalu diam-diam berjalan ke area tempat cello dimainkan, memberi isyarat kepada pemain untuk berhenti.

“Kamu mencintainya?” Arnold Bai masih tidak putus asa, dalam hati berpikir kalau dia tidak menjawab berarti dia masih memiliki kesempatan untuk menariknya.

Tapi yang tidak dia sangka, Yolanda Duan yang duduk di kursi perlahan menganggukan kepala.

Hati Arnold Bai saat itu benar-benar mati, kepalanya terkulai, mata yang tertutupi rambutnya terlihat penuh dengan rasa kecewa.

...

Di rumah sakit lainnya.

Ketika malam tiba, Yanti Duan baru berhasil membujuk ibunya yang telah kelelahan untuk istirahat, dirinya sendiri duduk di ranjang rumah sakit menggantikannya.

Sejak orang tuanya sakit, dia dalam waktu semalam kelihatan langsung tumbuh dewasa, kepolosan sebelumnya telah hilang, sekarang yang tersisa hanya ketenangan.

Dia tahu hasrat yang menggebu-gebu tidak bisa menyelesaikan masalah, kak Evardo Ye juga tidak akan bisa menyukainya, ayahnya juga karena ini emosi hingga drop dan tidak bisa bangkit dari ranjang.

Merapikan sudut selimut ayahnya, saat jarinya menyentuh pipi ayahnya, masih terasa rasa hangat sebelumnya, dan dia akhirnya bisa sedikit lega.

Asalkan masih ada rasa kehangatan, ayahnya pasti belum pergi meninggalkannya!

Di belakangnya terdengar langkah kaki, dia tidak perlu menoleh karena sudah tahu kalau yang datang adalah Evardo Ye, beberapa hari ini Evardo Ye hanya tidur 3-4 jam, karena saat malam tiba, dia sudah harus muncul di kamar inap.

Dia dengan tenang dan tanpa kata masuk, menarik kursi dan duduk jauh-jauh di belakangnya.

“Kak Evardo...”

Yanti Duan menoleh, menghancurkan suasana tenang kamar, Evardo Ye menegakkan kepala, dengan bingung menatapnya.

“Ayahku masih bisa sadar tidak?”

Evardo Ye mengerutkan alis, pertanyaan ini dia juga tidak bisa menjawabnya, bahkan dokter nomor satu di rumah sakit ini juga tidak bisa memberikan jawaban apakah ayahnya bisa sadar lagi atau tidak.

“Kita tunggu saja ya.” Evardo Ye mengurut keningnya, menjawab dengan suara pelan.

Saat membuka mata, selaput darah di matanya begitu banyak dan mengejutkan orang yang melihatnya, tubuh Yanti Duan reflek mundur, lalu tak lama kembali ke keadaan semula.

Daripada rasa takut, rasa senang lebih mendominasi hatinya, karena dengan begitu, kak Evardo Ye harusnya juga menyukainya, kalau tidak dia kenapa terus berada di dalam kamar ini menemaninya, dan bukan pergi mencari Yolanda Duan.

Memikirkan ini, Yanti Duan tertawa sumringah, dengan natural memeluk lengannya, “Aku percaya ayah pasti bisa sadar!”

Malam mulai larut, Yanti Duan akhirnya tidak bisa menahan rasa lelahnya lagi, bersender di bahu Evardo Ye jatuh tertidur.

Evardo Ye tidak mendorongnya, menutup matanya, di tengah malam, ayah yang terbaring di atas ranjang menggerakan kelopak matanya, tapi semua orang yang ada disana tidak memperhatikan gerakan kecilnya ini.

Hari mulai cerah, Evardo Ye menggerakan bahunya yang keram, Yanti Duan yang bersender di badannya terbangun karena gerakannya ini.

“Kenapa?” Dia mengusap matanya, sesaat tidak sadar dirinya ada dimana, saat dia sudah membuka kedua matanya, dinding putih memenuhi pandangannya, dan tiba-tiba teringat kalau dia ada di kamar inap ayahnya.

Evardo Ye tidak menjawabnya, sejak hari itu, dia sudah sangat jarang bicara dengannya, dia memicingkan mata, setelah matanya terbiasa dengan cahaya dia baru perlahan membuka penuh kedua matanya.

Tatapannya terhenti pada ranjang yang ada di depannya, tiba-tiba, tubuhnya mematung, ayah Duan yang ada di atas ranjang telah hilang.

Dia langsung berdiri, Yanti Duan melihat gerakannya tidak mengerti lalu ikut melihat arah matanya...

“Kak Evardo...” Mata Yanti Duan menggelap, hampir jatuh ke ranjang, “Ayahku dia pergi kemana?”

Evardo Ye dengan tenang menahan tubuhnya, menjawab, “Tidak tahu.”

Se pagi ini, kalau ada dokter yang datang mau memeriksa, dia pasti akan membangunkan mereka, dan..kalau mau memeriksa kenapa harus membawa orangnya pergi dari ruangan ini?

Di saat kedua orang ini dengan begitu cemas pergi mencari, ayah Duan dengan tangan bersender pada dinding berjalan dengan gemetaran, Yanti Duan melihatnya, air mata tidak berhenti keluar, pergi mengejarnya dan memegang pinggangnya.

“Ayah...Kamu sebenarnya pergi kemana!”

Ayah Duan tubuhnya tidak ada tenaga, kedua tangan memegang dinding, ada kerutan di sudut matanya, “Mau ke toilet, tapi kalian tidur, jadi tidak memanggil kalian.”

Yanti Duan menangis tapi juga merasa senang, “Kamu seharusnya membangunkan kami! Aku masih mengira...”

Ayah Duan berusaha mengangkat tangan menepuk ringan punggungnya, “Sudah jangan nangis, sudah sebesar ini, masih sama dengan waktu kecil dulu.”

Setelah itu, dia melihat ke arah Evardo Ye, ekspresinya walaupun tidak ramah tapi di bandingkan dulu sudah berubah banyak.

Ibu Duan membawa sarapan masuk ke dalam, melihat ayah Duan yang berdiri di depan pintu, dia terdiam di tempat, dengsn mulut menganga, tak lama baru berteriak, “Duan tua...”

Setelah kedua kata itu keluar, air mata langsung luruh, beberapa hari telah berlalu, dia juga telah melewati banyak kekecewaan, awalnya dia sudah mulai pasrah, tak di sangka dia saat ini tiba-tiba sadar kembali.

Dia berjalan pergi memegang tangan ayah Duan, dengan masih terkejut, “Aku tidak sedang bermimpi kan?”

Ayah Duan tersenyum lembut, “Kamu coba pukul dirimu, dan lihat benar-benar nyata atau tidak.”

Ibu Duan mendengar itu tertawa, lalu dengan sapu tangan menyeka air matanya, “Baguslah kalau sudah sadar, syukurlah...”

Mereka bertiga berkumpul bersama, meninggalkan Evardo Ye di sudut sendiri yang diam memperhatikan mereka, dia perlahan menghela nafas, akhirnya bisa melenyapkan batu besar di dalam hatinya, setelah percakapan mereka bertiga berakhir, dia baru maju dan pamit, “Paman Duan, baguslah kalau kamu sudah sadar, aku masih ada urusan lain jadi pamit dulu.”

Kata-katanya ini membuat ketiga orang itu langsung melihatnya, Yanti Duan dengan sedih berkata, “Kak Evardo, kamu tidak disini dulu ya? Ayahku baru saja sadar...”

Evardo Ye menggelengkan kepala, “Karena sudah sadar harusnya sudah tidak apa-apa, aku masih harus pergi menyelesaikan masalah lain.”

Dia juga tidak mengatakan urusan apa, tapi orang-orang bisa melihat jelas apa yang dia pikirkan, ayah Duan mendengus, “Pergilah sana, disini juga tidak menerima kehadiranmu.”

Evardo Ye awalnya masih ingin mengatakan kata lainnya, tapi melihat ayah Duan membuang muka, dia jadi tidak mengatakan apapun, lalu pamit pada ibu Duan berbalik dan meninggalkan ruangan itu.

Yanti Duan ingin mengejarnya, tapi melihat tatapan ibu Duan, hanya bisa dengan patuh kembali ke tempatnya.

Novel Terkait

 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu