Ternyata Suamiku CEO Misterius - Bab 549 Kamu Bukan Pilihannya (3)

Jawaban tersebut membuat senior memicingkan mata.

"Sekarang kamu ingin bagaimana?"

"Aku?" Ekspresi wajah Vanny linglung, setelah itu sorot matanya berangsur-angsur tegas, "Aku ingin ke kota B untuk menemaninya!"

"Jika kamu pergi, apa yang bisa kamu rubah?"

"Tapi aku bisa menemaninya. Bahkan jika hanya melihatnya saja, aku tak masalah!"

"Apa Yunardi ingin kamu menemaninya?"

Ucapan itu membuat Vanny terkejut.

Ya, benar. Apakah Yunardi Mu masih membutuhkannya? Terlebih lagi setelah dirinya bicara ucapan yang menyakitkan. Pasti pria itu sangat kecewa padanya.

Berpikir bahwa dirinya tak pantas menemui Yunardi Mu, tiba-tiba Vanny merasa dirinya menyedihkan.

Melihat wajah Vanny penuh air mata, senior semakin memeluk Vanny dengan erat.

Tapi ucapan senior seperti membuat Vanny jatuh ke dalam lubang neraka.

"Aku pikir Yunardi bisa kecelakaan, entah seberapa besar kecelakaan itu berhubungan denganmu. Dia melalui ambang kematian, Yunardi mungkin tidak akan memaafkanmu lagi dan keluarganya juga tidak akan memberimu toleransi."

Ya, Yunardi Mu kemarin meminum banyak alkohol. Dirinya bukan menggantikan Yunardi Mu berpikir, malah marah pada Yunardi Mu, membuat pria itu sakit hati.

Dan Yunardi Mu mabuk begitu, kemungkinan besar karena dirinya. Sepertinya dirinya adalah seorang pembunuh, benar?

Terpikirkan hal ini, Vanny menutup kedua matanya dengan sangat kecewa, ada kekesalan, kekecewaan, kebencian pada hatinya.

Senior memegang lengan Vanny, menatapnya lurus: "Sudahlah Vanny, masalah ini tidak perlu dikhawatirkan lagi. Yunardi terluka pun pasti ada banyak sekali dokter yang mengobatinya. Sekarang yang perlu sembuh adalah dirimu."

Vanny menatap senior dengan kecewa, "Aku?"

"Sekarang antara kamu dan Yunardi sungguh selesai. Apa kamu sudah siap?"

Di saat seperti ini, bagaimana Vanny memutuskan perasaan ini? Menyalahkan diri sendiri juga sudah terlambat.

Selain menyalahkan diri sendiri, dirinya bisa apa?

Vanny mengangkat matanya melihat senior, sorot matanya  kosong, "Baik."

Vanny hanya mengucapkan satu kata, tapi seperti menggunakan seluruh tenaganya.

Vanny ingin menangis, tapi dia tahu dirinya tak punya hak untuk menangis.

Dirinya adalah wanita jahat. Wanita jahat seharusnya melihat orang lain menangis dan diri sendiri harusnya tersenyum, benar?

Vanny berpikir seperti itu, lalu memasang wajah senyum.

Tapi senyuman Vanny malah membuat hati senior sakit.

Senior mengangkat tangannya, memegang wajah Vanny dan berkata: "Jangan tersenyum."

"Kenapa? Aku sudah berhasil. Setelahnya Yunardi tidak akan menempel padaku lagi."

Senyuman Vanny semakin lebar, tapi air mata di sudut matanya semakin mengalir dengan deras, Vanny tak bisa berhenti.

"Vanny...."

Saat senior ingin mengatakan sesuatu, Vanny malah melambaikan tangannya, membalikkan tubuh lalu pergi.

Vanny sangat rasional, tapi terkadang perasaan wanita itu tidak bisa dikontrol sama sekali.

Dia bisa di depan senior berpura-pura berlaga berucap serius.

Tapi di malam yang begitu sunyi ini, Vanny sama sekali tidak bisa mengontrol kekhawatiran di hatinya. Vanny semakin lama semakin ingin bertemu Yunardi Mu.

Terlebih lagi, setelah dia bermimpi buruk, Vanny semakin yakin untuk pergi mencari Yunardi Mu.

Warna langit perlahan cerah, Vanny berjinjit keluar dari ruang pasien, menggendong tasnya lalu berjalan ke stasiun bis.

Vanny bersiap duduk di kursi depan bus. Tapi Vanny sadar ada siluet tubuh seseorang yang seharusnya tidak muncul di sini.

"Senior?!"

Senior menoleh melihat Vanny, lalu tersenyum tanpa bicara.

Tapi Vanny malah merasa bersalah.

Jelas-jelas sehari sebelumnya dirinya berjanji dengan serius. Begitu berbalik, dirinya malah melanggar janji.

Vanny menunduk, tak berani menatap senior, ujung jemarinya agak dingin.

Dengan sikap tenang senior berjalan ke depan Vanny.

"Kamu belum sarapan, kan? Ini."

Senior memberikan Vanny susu kedelai dan roti.

Tapi Vanny tak menerimanya. Vanny menunduk, menutupi dirinya yang malu.

"Kenapa? Kamu tak suka? Kalau begitu kamu ingin makan apa? Aku akan mengantarmu."

"Senior!" Tiba-tiba Vanny membuka mulutnya, suaranya serak, "Kalau ingin bicara sesuatu, bicara saja. Aku tahu, aku pasti mengecewakanmu, aku juga berbohong. Sebenarnya aku sangat ingin bertemu Yunardi, aku hampir gila karena ingin melihatnya. Sekarang aku akan pergi ke kota B, tak peduli kamu mengejekku, menyindirku pun tak apa. Aku tidak akan merubah keputusanku!"

Melihat Vanny yang tak merubah keputusannya, senior menghembuskan napasnya pelan: "Apakah layak?"

"Layak!"

"Baiklah, aku akan menemanimu pergi."

Ucapan senior membuat Vanny tak berani percaya.

"Kamu... tidak menghalangiku?"

"Karena kamu sudah memutuskan, sia-sia aku bicara. Lebih baik memuaskan keinginanmu."

"Tapi lukamu belum sembuh."

Senior mengangkat lengannya sambil tertawa: "Di bawah perawatanmu, aku sudah lumayan sembuh. Selama kamu tidak pergi mencari Yunardi untuk membahayakan dirimu, tak masalah."

Senior begitu perhatian padanya, membuat Vanny malu.

Sesungguhnya, Vanny berharap senior memakinya, tidak perlu menahan kebaikan hatinya.

Perasaan senior itu terlalu dalam, Vanny tak bisa dan tidak tahu cara membalasnya.

Dengan suara rendah Vanny berkata: "Maaf, aku yang begini membuatmu kecewa."

Senior tampak tak peduli, lalu mengulurkan tangannya mengelus rambut Vanny, sambil tersenyum menjawab: "Kamu adalah gadis yang penuh kasih sayang, kamu melakukan hal ini pun dapat dimaafkan. Dan jika kamu melihatnya, kamu pasti menyerah, ini belum tentu hal baik."

Sebenarnya Vanny tidak berpikir seperti itu, tapi Vanny tidak menjelaskan.

Keduanya berangkat ke kota B, menuju ke rumah sakit di mana Yunardi Mu berada.

Bertanya di mana letak ruangan Yunardi Mu bukanlah hal yang sulit.

Tapi menyelinap masuk secara diam-diam cukup sulit.

Senior memutar otaknya, sulit mencari cara untuk bicara pada Vanny dan senior malah sadar termyata Vanny sedang melamun.

Senior melambaikan tangannya di depan wajah Vanny, "Hei, kamu memikirkan apa?"

Kedua mata Vanny masih memandangi arah depan, "Yunardi, ada di ruangan sana."

Senior menoleh untuk melihat dan sadar pintu ruangan ICU tertutup rapat, mereka sama sekali tak bisa melihat ada siapa di dalam.

Walaupun tidak kelihatan, tapi sorot mata Vanny memunculkan perasaan yang mendalam dan penantian.

Senior itu mengernyit, "Aku tahu kamu sangat ingin bertemu dengannya, tapi kamu harus mengingat cara yang ku berikan padamu, baru kamu tidak akan disadari oleh orang lain saat menyelinap."

"Menyelinap?" Vanny berhenti bicara sejenak lalu menggeleng. Dengan wajah muram berkata, "Aku tidak akan ke sana. Cukup melihat dari jauh saja."

"Jangan khawatir. Aku punya cara agar kamu bisa menyelinap ke dalam."

"Tapi aku sungguh tak mau ke dalam."

Melihat Vanny yang bersikap serius dan tak bercanda, senior tahu ucapan Vanny sungguhan.

"Kamu datang bukannya untuk melihatnya?"

Vanny menggeleng, "Tidak. Selama bisa merasakan napasnya, itu sudah cukup. Lupakan untuk bertemu dengannya, dia tak perlu bertemu denganku."

Setelah berucap, Vanny memandang ke arah ruangan di mana Yunardi Mu berada dengan tatapan yang dalam, lalu berbalik pergi.

Tapi baru berjalan ke depan lift, Vanny bertemu dengan dua orang.

"Vanny?"

Melihat Vanny, Bianca Ye dan Justin Nan sangat terkejut.

Vanny panik, sorot matanya tak yakin: "Kalian... kenapa ada di sini?"

Bianca Ye menghela napasnya, ada nada keluhan pada suaranya, tapi mata Bianca Ye tak bisa menutupi kekhawatiran.

"Terjadi kecelakaan padanya, apa kami tidak boleh datang? Yunardi benar-benar cari mati, tak ku sangka dia menyetir sambil mabuk!"

Selesai berucap, Bianca Ye baru sadar ada seseorang di sebelah Bianca Ye.

"Hei, bukankah ini seniormu?"

Vanny tak menyangka Bianca Ye mengenali seniornya, "Kalian kenal?"

"Eh... tidak kenal. Kamu pernah memperlihatkan fotonya padaku."

"Iya, kah?"

Vanny mengingat-ingat, lalu merasa dirinya belum pernah memperlihatkan foto seniornya ke Bianca Ye.

Tapi Bianca Ye tetap bersikeras, "Iya. Kamu terlalu banyak belajar dan tak mengingat hal ini."

"Itu..."

"Jangan berdiri di sini. Karena sudah datang, ayo masuk dan lihat dia. Aduh lupakan, lebih baik kamu tidak melihat. Yunardi sekarang tak berbentuk seperti manusia. Kamu tak bisa tahan begitu melihatnya."

Ketika membicarakan Yunardi Mu, wajah Bianca Ye menjadi serius. Bianca Ye mulai mendesah sedih.

"Apa... parah sekali?"

"Sampai sekarang dia belum sadar. Gumpalan darah di kepalanya tak bisa dihilangkan, kemungkinan dia berubah lumpuh total. Menurutmu parah atau tidak? Organ ditubuhnya tidak ada yang baik lagi, semuanya pecah, rusak. Dokter berkata kalau Yunardi tidak meninggal dengan cepat adalah sebuah keajaiban."

Mendengar ucapan Bianca Ye, Vanny merasa dunia serasa berputar.

Di telepon Ani Xie tidak menjelaskan dengan jelas. Vanny pun tidak tahu kondisi Yunardi Mu yang sebenarnya.

Sekarang Vanny mendengarnya sendiri, kaki dan tangannya mendingin, pupil matanya mengecil.

"Kenapa bisa begini..."

Justin Nan melihat Vanny, lalu melihat senior yang berada di belakang Vanny dan bertanya: "Vanny, Yunardi pergi mencarimu, sebenarnya apa yang kamu ucapkan padanya hingga membuat Yunardi gila dan menyetir sambil mabuk?"

Ucapan itu membuat Bianca Ye kesal, dengan dahi berkerut bertanya: "Hei, apa maksudnya ucapanmu? Apakah menurutmu Vanny sengaja menyakiti Yunardi?"

Novel Terkait

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu