Ternyata Suamiku CEO Misterius - Bab 201 Ericko Ye Ditangkap (2)

Di samping sungai, Ericko Ye bertarung sendirian. Mau sehebat apapun, pasti ada saat dimana peluru habis ditembakkan. Saat ini, saat puluhan pistol mengarah ke otaknya, Ericko Ye dengan sadar mengangkat kedua tangannya.

Seorang pria sejati tahu menyerah di saat-saat genting.

Pria itu menonjok bahunya dengan kuat, "Kenapa petanya tidak lengkap?"

Ericko Ye menutupi dadanya, "Saat ayahku memberikan padaku, peta itu memang tidak lengkap."

Pria itu menonjok lagi, tapi malah dihindari secara kebetulan oleh Ericko Ye. Pria itu berkata kasar, lalu keduanya bertarung di bawah pandangan puluhan orang.

Ericko Ye adalah orang yang bisa bertarung. Lawannya juga tidak buruk, tapi terus dikalahkan oleh Ericko Ye dan dihantam terus olehnya. Pria itu marah dan mengarahkan pistol ke arah Ericko Ye. Ericko Ye tidak bisa menghindar dan peluru itu mengenai bahunya.

"Bukankah sangat hebat? Ayo teruskan." pria itu menendang dada Ericko Ye, akibatnya Ericko Ye terjatuh ke lantai. Baru saja mau berdiri, tapi kepalanya ditahan oleh pistol sang pria, "Aku kira Ericko Ye sangat hebat, ternyata hanya begini saja."

Ericko Ye menutup luka yang mengalirkan banyak darah lalu menyindirnya, "Begitu banyak orang di sini dan aku hanya seorang saja. Apa menurutmu aku bisa menang dengan menakjubkan?"

"Lalu apa? Asal menang saja sudah bisa. Aku tidak peduli begitu banyak peraturan. Katakan dimana sisa petanya? Kalau tidak mengatakan, aku akan langsung menembakmu mati."

Ericko Ye memandangnya dingin, "Baik. Bunuh saja aku. Maka seumur hidup ini jangan harap bisa mendapat bagian yang hilang itu."

Baru saja pria itu mau menonjok Ericko Ye, tiba-tiba dia mendengar maksud di dalam kalimat Ericko Ye dan bertanya, "Maksudmu, kamu memiliki bagian yang hilang itu?"

"Menurutmu?" Ericko Ye balik bertanya.

Sang pria menatapnya kejam lalu berkata pada bawahannya, "Bawa dia, aku mau bertanya pelan-pelan. Aku tidak percaya tidak dapat menemukan sisa petanya."

Ericko Ye diangkat dengan kasar dari lantai. Bahu yang terluka semakin banyak mengalirkan darah dan menodai hampir sebagian besar kemeja. Kelihatannya sangatlah mengerikan.

Pria itu mungkin takut Ericko Ye mati karena kehabisan darah, jadi berkata dengan tidak sabar pada orang di sampingnya, "Panggil dokter ke sini. Jangan sampai belum mendapat informasi tapi orangnya sudah mati."

"Baik, bos."

Ericko Ye begitu naik ke mobil langsung ditutup matanya, kedua tangan diikat di depan, bahkan ponselnya juga disita.

Pandangan di depan hitam dan Ericko Ye baru ada waktu memikirkan Christy Mu. Tidak tahu mereka sekarang dimana, apakah ditangkap oleh orang atau tidak. Sebenarnya, asalkan Christy Mu baik-baik saja, maka selama dia menerima apa saja, tidak apa-apa. Asal tidak mati, maka dia pasti bisa selamat dari sekelompok orang ini.

Apalagi, dia sangat ingin tahu, siapakah sekelompok orang ini, juga darimana mendapat informasi tentang peta harta karun. Sejak orangtuanya meninggal, rahasia itu juga ikut terkubur dalam tanah. Kalau ada orang yang menyebarkan rahasia itu, maka Keluarga Ye juga akan tidak aman. Karena akan ada banyak orang yang datang mencari, bagaimanapun harta yang belum diketahui berapa banyaknya itu sangat menarik perhatian orang."

Mobil terus bergerak ke selatan. Setelah satu jam bergerak tanpa henti, Ericko Ye ditarik turun dari mobil.

"Ayo jalan." ada orang yang menarik bahunya. Ericko Ye tersengklak hingga hampir terjatuh. Dua orang membawanya ke suatu kamar, lalu membuka ikatan di matanya.

Ericko Ye membuka mata dan melihat sekeliling. Ini adalah villa yang sangat mewah. Lantai marmer, sofa dari kulit asli, meja dan kursi dari rosewood, juga beragam hiasan dari emas. Semuanya menunjukkan ciri-ciri benda yang mahal.

"Apa lihat-lihat?" pria itu membentak, "Bawa dia ke kamar kemarin. Suruh dokter periksa juga."

Selanjutnya, Ericko Ye dibawa ke kamar yang ada di lantai satu. Di dalamnya hanya ada satu ranjang biasa, juga satu kamar mandi. Di atas lantai ada sebuah tas yang asal dilempar. Ericko Ye mengenalnya. Itu adalah tas Christy Mu.

Tempat ini. Apakah tempat yang kemarin mengunci Christy Mu?

"Diam di sini. Dokter akan segera datang."

Pintu kemudian tertutup. Ericko Ye berjalan ke samping jendela. Di luar terdapat jendela stainless still. Kalau mau kabur pasti tidaklah bisa." Dari jendela, Ericko Ye hanya bisa melihat hutan yang rindang.

Apa ini Kota S? Dari waktu berkendara tadi, ini seharusnya adalah pinggiran Kota S. Sekitarnya sangat hening, tidak ada bunyi mesin mobil satu pun.

Pintu terbuka dari luar. Seorang pria yang memakai kacamata masuk. Tangan pria itu membawa kotak obat, lalu di belakangnya diikuti dua orang pengawal.

"Duduklah di atas ranjang, aku akan melihat lukamu." kata dokter.

Ericko Ye duduk lalu membuka tangan yang menutupi luka. Dokter membuka bajunya. Luka di bahu masih mengalirkan darah dan daging yang terlihat sangatlah mengerikan.

Setelah dokter memeriksa dengan serius, "Peluru tidak melukai pembuluh darah. Sekarang bisa dikeluarkan, tapi, tidak ada obat bius, hanya ada obat penghilang rasa sakit. Jadi, saat pengambilan peluru, kamu harus tahan, jangan bergerak."

"Berikan aku satu handuk." kata Ericko Ye dengan dingin.

Para pengawal mengambil sebuah handuk putih dari toilet yang termasuk lumayan bersih dan menggumpalnya menjadi satu bola lalu memberikan pada Ericko Ye.

Ericko Ye mengambilnya lalu berkata pada dokter, "Ayo dimulai." lebih cepat dikeluarkan lebih cepat membaik.

Dokter memandangnya dengan kagum dan berkata, "Akan kuusahakan lebih cepat agar kamu tidak usah begitu sakit."

Meskipun ada obat penghilang rasa sakit, tapi obat itu sama sekali tidak bisa menahan kesakitan yang menembus tulang. Ericko Ye menggigit handuk dan keringat di dahinya menetas satu per satu. Tangannya yang lain mencengkram sprei ranjang dengan kuat, bahkan jarinya saja dirasa sudah mau patah.

Daripada memikirkan rasa sakit itu, Ericko Ye demi mengalihkan perhatian, memikirkan Christy Mu dan anak. Seperti dengan begitu, rasa sakitnya akan berkurang sedikit.

Tidak tahu operasi itu berjalan berapa lama, si saat Ericko Ye merasa sudah tidak dapat menahannya lagi, dia mendengar ada bunyi nyaring. Sepertinya peluru sudah diambil keluar.

Tapi rasa sakit belum berkurang sedikitpun. Karena dokter masih membersihkan luka dan mengoleskan obat.

Setelah semuanya selesai, rasa sakit yang luar biasa itu baru berkurang sedikit. Saat ini, Ericko Ye berterima kasih pada mi daging sapi yang Evan Chu suruh dia makan. Kalau tidak makan mi itu, pasti sekarang dia sudah pingsan.

Kain kasa melapisi bahunya, lalu terakhir diikat.

"Besok pagi aku akan mengolesi obat baru bagimu." dokter tidak berbasa-basi lagi. Begitu selesai berpesan, dokter itu langsung keluar.

Pintu kembali tertutup. Ericko Ye mengeluarkan handuk yang ada di mulutnya dan menghela napas. Sialan, rasanya jiwanya sudah mau terlepas dari tubuhnya.

Tatapan Ericko Ye teralih pada tas yang ada di atas lantai. Ericko Ye berusaha bangun dan mengambil tas itu, lalu kembali duduk. Setelah membukanya, semua isi di dalam ada barang-barang Christy Mu. Cermin kecil, sisir kecil, maskara, dll. Mengenai dompet, ponsel dan barang berharga lain, sudah pasti diambil oleh bocah itu.

Kalau mau keluar dari sini mudah, tapi dia lebih penasaran pada identitas bocah itu.

Setelah beristirahat selama beberapa saat, pintu kembali terbuka. Yang masuk kebetulan adalah orang yang dia mau jumpai.

Ericko Ye duduk dengan tenang di atas ranjang dan memandang pria itu dengan datar.

Pria itu melihat tampang Ericko Ye dan tanpa sadar merasa takjub. Dia belum pernah melihat orang yang begitu kuat. Tadi mendengar bawahannya berkata, saat pengambilan peluru, bahkan Ericko Ye tidak berteriak sekalipun, adalah pria sejati.

"Ericko, bagaimana kalau kita menjalin sebuah bisnis?"

"Tidak apa-apa. Aku memang adalah pebisnis, yang paling aku kuasai adalah menjalankan bisnis." Ericko Ye berkata dengan datar, "Tapi, sebelum itu, bisa beritahu siapa dirimu?"

Pria itu tersenyum jahat, "Ada apa? Setelah ini mau balas dendam padaku?"

Ericko Ye berkata dengan wajah datar, "Aku ingin tahu kalah di tangan siapa. Lagipula saling balas dendam bukankah sangat normal? Atau kamu kira, aku adalah orang yang sangat mudah dikalahkan?"

"Huh, kamu cukup terus terang juga. Apa kamu tidak takut aku benar-benar membunuhmu di sini?"

Ericko Ye mendengus, "Membunuhku? Kalau begitu selamanya jangan harap bisa menemukan harta karun itu. Bersamaan masih harus mendapat kejaran dari banyak orang. Bisnis yang rugi seperti itu, apa untungnya bagimu?"

Pria itu menatapnya dengan kejam lalu berkata tidak lama kemudian, "Yang kamu katakan benar. Aku tidak akan membunuhmu sementara waktu ini. Tapi aku bisa pelan-pelan menyiksamu, tapi tetap membiarkanmu hidup, membuatmu tidak merasa lebih baik daripada mati."

"Kalau begitu semakin tidak untung lagi. Bisa saja aku kabur dan nantinya kamu tidak mendapat orang maupun harta. Untuk apa melakukan itu?"

Semua perkataan pria dibalikkan oleh Ericko Ye, "Jadi menurutmu, aku tidak bisa berbuat apa-apa terhadapmu?"

Ericko Ye berkata dengan tenang, "Tentu ada. Bukankah tadi kamu mau melakukan bisnis? Keluarkan ketulusanmu. Aku berikan kamu petanya, kamu lepaskan aku. Selanjutnya kita menjalani kehidupan masing-masing. Kalau bertemu kembali, kita baru perhitungan."

Pria itu tertawa dingin, "Ketulusan? Ericko, kamu jangan lupa. Kamu sekarang sudah berada dalam tanganku."

"Terus kenapa kalau berada dalam tanganmu? Kamu membutuhkan sesuatu dariku, jadi kamu tidak bisa membunuhku. Aku juga tidak takut terhadap siksaanmu. Jadi, lakukan sesuai yang kukatakan. Itu adalah cara yang paling baik bagi semua orang."

Saat Ericko Ye berkata seperti itu, nada bicaranya datar. Meskipun tampilannya berantakan, tapi dari aura itu dapat mengalahkan aura lawan.

"Bagaimana aku tahu peta yang kamu berikan adalah yang asli?" tanya sang pria.

Ericko Ye tersenyum, "Kalau kamu tidak percaya padaku. Maka meskipun aku memberikanmu yang asli, kamu tetap tidak akan percaya."

Pria itu terdiam. Dia tahu yang Ericko Ye katakan benar. Di dunia ini hampir tidak ada orang yang pernah melihat peta yang asli. Dia juga dari orang yang dulu mengetahui informasi dalam, mengetahui tanda khusus dari peta harta karun. Dia menemukan tanda itu pada peta setengah yang diberikan Ericko Ye, jadi baru begitu yakin itu adalah yang asli.

"Apa yang ingin kamu ketahui?" pria itu jelas sedikit tergerak dan nada bicaranya jauh lebih lembut dari tadi.

Ericko Ye merasa senang dalam hati, tapi wajahnya tidak ada ekspresi sedikitpun, "Bagaimana kamu tahu peta harta karun itu ada padaku?"

"Tentu saja ada orang yang memberitahuku. Tapi siapa orang ini, aku tidak bisa memberitahumu."

Ericko Ye mengangguk, "Baiklah. Apa margamu?"

"Cao."

Novel Terkait

CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu