His Soft Side - Bab 547 Orang Jahat Matinya Lama

“Omong-omong, Guru Jian, kamu sudah dengar kabar ini? Jennifer Li ditangkap polisi. Kemarin, keluarga Fan bilang bahwa mereka percaya kamu menjahati Vicky Fan karena omong kosongnya. Terus, Vicky Fan juga bilang dia berniat menabrakmu karena dipanas-panasi oleh Jennifer Li.” Berbicara soal Jennifer Li, Kak Zhang menghela nafas.

Kevin Yu menambahkan: “Kejahatan dia kali ini sangat serius. Dengar-dengar, keluarga Fan bahkan berencana menuntutnya.”

Chloe Jian mengernyitkan alis, “Vicky Fan sudah bangun?”

Sehabis kecelakaan kemarin, Chloe Jian melihat sekujur tubuh Vicky Fan penuh darah. Selain itu, mobil yang dikendarainya berubah bentuk. Tadi pagi, ia pun dapoat kabar bahwa beberapa ruas tulang rusuk wanita itu patah dan ottaknya gagar otak. Singkatnya, nasibnya sangat tragis.

“Iya, tadi pagi bangunnya. Semua orang memang kaget dengan kecepatan pemulihannya. Kata orang, begitu bangun, dia langsung teriak-teriak dan bilang bakal balas dendam. Orang jahat matinya memang lama ya, biarlah di sisa hidupnya dia kena sial terus!” urai Kak Zhang dingin.

“Huh. Dia memang harus balas dendam, namun balas dendamnya ke Jennifer Li. Dasar idiot, dia harusnya sampai sekarang sih belum tahu bagaimana nasib keluarganya dan Fan’s Corp,” ledek Kevin Yu.

Kevin Yu dan Kak Zhang saling bertukar beberapa kata lagi, lalu Chloe Jian melihat kedatangan Jordan Fang.

“Sudah baikan?” tanya si pria.

“Sudah, habis istirahat jadi jauh lebih baik,” jawab si wanita dengan senyum.

“Ada apa? Guru Jian lagi tidak sehat?” tanya Kak Zhang perhatian.

“Dua hari ini aku punya banyak urusan, jadi kurang istirahat. Alhasil, tadi agak pusing ketika mau berangkat mengajar,” respon yang ditanya. Pada momen ini, jeda antarpelajaran sudah selesai. Kevin Yun dan Kak Zhang memberi beberapa nasehat buat kebugaran Chloe Jian, lalu bergegas ke kelas masing-masing.

Jordan Fang juga harus pergi. Ketika ia bangkit berdiri, Chloe Jian memanggilnya dengan mata berbinar, “Terima kasih, Jordan Fang.”

“Terima kasih untuk apa?” tanya Jordan Fang dengan alis terangkat. Meski begitu, hatinya terasa manis karena si wanita memanggil namanya. Dulu-dulu, wanita ini selalu memanggilnya “Guru Fang”, itu pun dengan sangat sungkan.

Yang ditanya mengangkat bahu, “Terima kasih kamu sudah membantuku memberi pelajaran pada Vicky Fan kemarin, terus terima kasih juga karena telah merawatku! Satu lagi––”

Chloe Jian menunjuk gelas berisi air hangat yang baru dipenuhi Jordan Fang. Ia berkedip nakal, “Terima kasih sudah menuangkan air untukku!”

Jordan Fang tertawa, “Baik, aku terima ucapan terima kasihmu. Untuk kelas berikutnya, kamu mau aku temani mengajar atau bahkan kugantikan tidak?”

“Tidak, aku sudah bisa mengajar sendirian lagi!” Si wanita bangkit berdiri dan mengambil perlengkapan mengajranya. Mereka lalu bersama-sama bergegas keluar ruang kerja.

Ketika mereka sudah hampir tiba di kelas Chloe Jian, si pria menahan bahu si wanita. Ia ragu-ragu sejenak, namun akhirnya bertutur: “Hari-hari ini, kamu harus wapada. Aku takut keluarga Fan akan melakukan balas dendam. Menjaga kewaspadaan itu sama sekali bukan hal yang salah.”

“Iya, aku paham.” Chloe Jian melambaikan tangan pada Jordan Fang dan memasuki ruang kelas.

Sekelarnya mengajar, baru tiba di ruang kerja, Chloe Jian menerima telepon dari Colten Huo.

“Aku sudah di gerbang sekolah,” tutur si suami singkat.

“Cepat sekali!” Chloe Jian mengecek waktu. Ini baru jam lima, itu berarti Colten Huo cabut duluan dari kantor!

Colten Huo: “Soalnya kangen sekali denganmu!”

“......” Wajah si wanita memerah. Wanita itu lalu melirik ke segala penjuru. Setelah memastikan tidak ada satu orang pun di sekitar, ia memberi suara kecupan pada ponsel, “Muah. Aku segera ke sana! Aku cinta kamu!”

Kelar berbicara, Chloe Jian mematikan telepon. Ketika mendongakkan kepala, ia baru sadar ada Jordan Fang di depan pintu.

“Jordan, Jordan Fang, kok kamu bisa ada di sini?” Si wanita kaget sampai tergagap. Ia barusan yakin betul tidak ada orang di sini, mengapa dalam hitungan detik tiba-tiba muncul seorang pria?

Aduh, dia tidak mungkin tidak mendengar percakapan barusan!

“Aku lagi mau isi air.” Jordan Fang mengangkat gelas yang dipegangnya dengan ekspresi yang agak kurang alami.

“......” Bibir Chloe Jian berkerut. Ia langsung gelisah sendiri ketika membayangkan Jordan Fang mendengar ciumannya di telepon tadi, jadi ia buru-buru pamit, “Aku cabut dulu!”

Wanita itu mengambil barang-barangnya dan berlari keluar sembari menunduk. Jujur saja, gerak-geriknya lebih mirip orang yang kabur daripada pamitan.

Di ruang kerja, Jordan Fang mengamati mantel kecil yang Chloe Jian tinggalkan. Ia melangkah ke arah mantel itu, memungutnya, dan menaruhnya di hidung. Pria itu lalu menarik nafas dalam-dalam.

Ah, baunya harum dan khas Chloe Jian sekali. Ini bukan bau parfum, melainkan bau feminism yang alami. Bau macam ini sangat melegakan dan mengunggah semangat.

Lagi asyik menciumi mantel, Jordan Fang tiba-tiba membuka mata seperti terkena sengatan listrik. Matanya dipenuhi rasa panik.

Apa yang dia lakukan barusan? Bagaimana bisa dia bertindak abnormal begini!

Pria itu buru-buru meletakkan mantel Chloe Jian di tempat semula. Ia lalu berjalan ke jendela dan menghirup udara segar dalam-dalam. Detak jantungnya yang kacau perlahan membaik……

Tanpa angin tanpa hujan, kata-kata mama Jordan Fang semalam di mobil tiba-tiba terngiang.

Mama bilang, ia sudah melewatkan Chloe Jian dulu. Melihat wanita itu sudah menemukan pria yang dicintai, ia harus berhenti berharap padanya……

Jordan Fang memejamkan mata demi menenangkan pikiran. Ia lalu berbalik badan dan keluar ruang kerja.

Setibanya di gerbang sekolah, Chloe Jian menjumpai sebuah Maybach terparkir di sisi jalan. Kaca mobil itu setengah terbuka, di dalamnya terlihat Colten Huo lagi merokok.

Walau ketampanannya luar biasa, Colten Huo terus meunjukkan wajah dingin. Akibatnya, aura yang dia pancarkan ke orang-orang pun jadi menyeramkan. Kasarnya, kalau masih mau hidup maka jangan dekat-dekatlah dengannya!

Di sekitar mobil, ada orang-orang yang berkerumun menyaksikannya. Berhubung ia terlihat menyeramkan, tidak ada satu pun yang berani mendekat. Semua orang jaga jarak.

Ketika Chloe Jian bergegas ke mobil dan membuka pintu penumpang depan, mereka berseru secara serentak.

Kaca mobil lalu ditutup sempurna. Yang di luar tidak bisa melihat yang di dalam lagi!

Tepat ketika si wanita masuk ke mobil, si pria mematikan rokoknya. Chloe Jian dalam hati menarik nafas lega, untunglah tidak ada bau asap di sini. Wanita itu lalu menoleh menatap prianya, merangkul lehernya, dan memberi kecupan di bibir.

“Ramah sekali kamu? Lagi punya niat tersembunyi ya?” tanya Colten Huo sembari menyalakan mobil.

“Tidak lah! Aku hanya ingin mengungkapkan betapa besarnya rinduku padamu!” Chloe Jian tersenyum.

Colten Huo: “Mengekspresikannya nanti malam saja, di ranjang!”

“…...” Chloe Jian tersipu, “Bisakah jangan bokep!”

Si pria: “Mustahil!”

“…...” Si wanita memutuskan untuk tidak menanggapi.

“Kakek mau datang besok.” Colten Huo memecah kesunyian.

Chloe Jian agak kaget, “Loh, bukannya kita yang harusnya menemui dia di Beijing akhir pekan nanti? Bukannya dia lagi sakit? Bagaimana bisa dia kemari?”

Colten Huo: “Dia bilang dia tidak sabar untuk melihatmu! Dia punya jet pribadi, dalam satu setengah jam bisa langsung tiba di sini. Jetnya cepat sekali.”

“Terus, aku harus mempersiapkan apa?” Si wanita jadi gugup sendiri. Ia teringat pertemuannya dengan kedua orang tua Colten Huo di Swiss lalu. Entahlah, kakek orang yang pandai didekati atau tidak.

“Jangan khawatir. Nanti ada nenek, kakek tidak bakal macam-macam padamu!” Colten Huo meraih tangan Chloe Jian dan menggosokan jari ke telapak tanngannya.

“Baik.” Mengetahui Nenek Lioa juga datang, Chloe Jian agak lega.

Ketika setengah perjalanan sudah ditempuh, ponsel si wanita berdering. Ia melihatnya sejenak, lalu mengerutkan kening.

“Ada apa?” Sembari berkendara, Colten Huo memperhatikan bahwa Chloe Jian tidak juga mengangkat telepon. Ia ikutan mengerutkan kening karena bingung.

Pantas saja wajah Chloe Jian memuram, ternyata itu panggilan dari Harrison Jian!

“Tidak mau diangkat?” Melihat tangan Chloe Jian tetap diam, Colten Huo merogoh ponsel itu dan mengangkatnya.

“Hei, Chloe Jian, mengapa selama ini baru angkat?” Nada bicara Harrison Jian menyiratkan ketidakpuasan.

Novel Terkait

Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu