Innocent Kid - Bab 696 Jangan Bermimpi

“Vaness Bai!” terdengar suara dingin Theo Jin dari belakang Vaness Bai.

Vaness Bai tertegun, dan tanpa berani menunda-nunda, ia menatap Theo Jin dalam-dalam dan segera mengikutinya.

Ia sangat ingin menyelamatkan Levita Zi, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa.

Di saat yang sama, Scarlett Jiang sedang dibawa ke rumah sakit. Levita Zi juga dibawa ke sebuah tempat rahasia.

Ia tak tahu ia sedang berada di mana, karena ruangan tempatnya dikurung sangat gelap, tak ada secercah cahaya pun.

Ia juga tak bisa mengetahui waktu, ia merasa sangat stress.

Levita Zi merasa ia telah cukup mengenal Theo Jin, tapi rupanya ia masih terlalu meremehkannya.

Ia adalah seorang robot tanpa perasaan, selain Scarlett Jiang, tak ada yang lain yang dipedulikannya.

Levita Zi juga menyadari, meski ia telah bekerja dengan Theo Jin dalam waktu yang begitu lama, tapi ia sama sekali tak memiliki tempat di hati Theo Jin.

Hal ini membuatnya putus asa dan tak tahu harus berbuat apa.

Waktu berlalu menit demi menit, dan Levita Zi semakin merasa putus asa.

Awalnya ia hanya menganggap pengalaman tragis Bella Jiang sebagai lelucon.

Kini saat ia merasakannya sendiri, rupanya sangat pahit.

Ia merasa bisa-bisa ia akan mati di sini, tanpa diketahui siapapun.

Saat keadaannya semakin memburuk, tiba-tiba pintu terbuka, dan Levita Zi yang telah begitu lama tak melihat cahaya matahari, hampir menangis saking bahagianya.

Akhirnya ia bisa melihat cahaya.

Tapi saat ia keluar dari ruangan kecil yang gelap gulita itu, rupanya bukan cahaya yang menyambutnya, melainkan siksaan yang lebih mengerikan.

Rasanya seperti memasuki api penyucian.

Ia dicambuk terus menerus dengan sebuah cambuk tipis yang telah direndam air garam, hampir tak ada kulit di tubuhnya yang bebas dari luka, dan air garam itu memasuki lukanya, membuat Levita Zi berguling-guling kesakitan.

Tali yang mengikatnya membuatnya tak bisa memberontak, membuatnya terpaksa harus menerima cambukan yang tak henti-henti ini.

Setelah dicambuki, tubuhnya ditusuk-tusuk dengan pisau.

Pisau itu tidak terlalu panjang, dan tidak terlalu fatal untuk mengakhiri hidupnya.

Begitu ia tak bisa menahannya lagi, seorang dokter akan datang untuk merawat lukanya.

Mereka ingin membiarkannya menderita hidup-hidup, tak membiarkannya mati.

Levita Zi dengan setengah sadar bergumam.

“Biarkan aku mati, bunuh saja aku, bunuh saja aku...”

Saat ini penampilan Levita Zi sudah tak seperti dulu lagi.

Ia mengeluarkan aura frustasi dan tak berdaya.

Di sisi lain, di rumah sakit, ekspresi Theo Jin yang mengenakan jas dan sepatu kulit tampak muram.

Ia menggendong Scarlett Jiang yang tak sadarkan diri turun dari mobil, matanya tampak garang dan menakutkan.

Ia tampak jauh lebih dingin dari sebelumnya.

Ia tak mempedulikan hal lainnya, dengan langkah lebar ia bergegas memasuki pintu rumah sakit.

Para pegawai rumah sakit telah lama menunggu mereka, melihat ekspresi muram Theo Jin, mereka semua bergidik.

Para pegawai medis itu ketakutan dan berkata terbata-bata, “Tuan Jin, anda... anda...”

Tanpa mempedulikan ekspresi takut mereka, Theo Jin meletakkan Scarlett Jiang di ranjang pasien emergensi.

Dengan suara rendah ia mendesak, “Pastikan kalian menyembuhkannya.”

Tanpa berani menunda-nunda, dokter segera menganggukkan kepalanya.

Dengan cepat, Scarlett Jiang segera didorong memasuki ruang emergensi.

Tiga buah lampu merah menyala di bagian atas pintu ruang emergensi.

“Pertolongan darurat.”

Theo Jin terdiam, ia merasa sangat panik, menyesal, getir, marah, dan sedih, semua campur aduk jadi satu.

Ia duduk terpaku di sebuah bangku, jika ia terus berada di sisi Scarlett Jiang untuk melindunginya, hal ini tak akan mungkin terjadi.

Lett setiap hari akan merasakan kebahagiaan, tidak akan terbaring tak sadarkan diri di ruang emergensi rumah sakit seperti ini, tidak jelas apakah akan bisa bertahan hidup.

Beberapa suster yang menunggu di luar, melihat pria tampan yang mengenakan jas dan sepatu kulit yang menundukkan kepala dengan ekspresi sedih ini, ingin mengatakan sesuatu untuk menghiburnya.

Tapi karena atmosfer yang menegangkan di sekitarnya, tak ada yang berani mengatakan apapun.

Di saat yang sama.

Leon Fu sedang berada di ruang bacanya, tiba-tiba ponselnya berdering.

Entah kenapa seharian ini perasaannya tidak tenang.

“Ada apa?”

“Tuan, Nona Lett masuk rumah sakit, ia terluka parah, menurut hasil penyelidikan kami, wanita yang menculik Nona Lett adalah seorang bernama Levita Zi, dan Levita Zi ini masih...”

Sampai di tengah-tengah ia berhenti sejenak, seolah tak tahu bagaimana mengatakannya, dan sampai beberapa saat, ia tak lanjut mengatakannya.

Mendengar Lett terluka, Leon Fu menjadi panik.

Ia segera berkemas dan pergi ke rumah sakit untuk menemani Lett, tak ada waktu untuk berbasa-basi.

Ia mengerutkan kening dan mendesak, “Jika masih ada yang ingin kau katakan segera katakan, aku tak punya waktu.”

Bawahannya sangat takut kepadanya, “Levita Zi adalah bawahan Theo Jin, dan merupakan orang kepercayaannya.”

Mendengarnya, Leon Fu mendengus, dan segera meraih mantel hitam yang berada di sisinya.

Ia berkata dengan dingin, “Baiklah, teruslah mengamati.”

Setelah mengatakannya, ia menutup telepon.

Lagi-lagi Theo Jin!

Leon Fu bergegas pergi ke rumah sakit, dan ia terkejut melihat Theo Jin yang sedang duduk di bangku di depan ruang emergensi.

Kepalanya dipenuhi pikiran bahwa Theo Jin telah melukai Scarlett Jiang, maka dengan marah ia bergegas menghampirinya.

Ia mencengkeram kerah baju Theo Jin dan sambil menggertakkan rahangnya, ia berkata, “Theo Jin, sebenarnya apa maumu? Kenapa kau melukai Lett seperti ini? Karena kau tak bisa mendapatkan Lett, kau menyuruh orang melukainya? Kau sungguh egois! Kuberitahu kau, orang sepertimu ini, takkan mungkin mendapatkan Lett! Jangan bermimpi!”

Theo Jin dengan tenang menatap Leon Fu yang dipenuhi amarah.

Orang inilah yang sebentar lagi akan menjadi suami resmi Scarlett Jiang, sedangkan ia hanyalah seorang penonton.

Ia terdiam dan tak menjawab, karena memang Levita Zi adalah bawahannya.

Sekarang Lett terbaring di ruang emergensi rumah sakit dan nyawanya dalam bahaya, tentu ia harus bertanggungjawab.

Perkataan Leon Fu cukup beralasan.

Theo Jin yang tetap diam dan menghindar, bagi Leon Fu yang sedang murka, sama saja artinya dengan menyetujui perkataannya.

Leon Fu tak bisa lagi menahan amarahnya dan ia mendorong Theo Jin ke arah dinding dengan keras.

Tak disangkanya, Theo Jin hanya membetulkan dasinya dan tersenyum dingin, seolah tak peduli dengan sikap Leon Fu.

Melihat ini, para pegawai medis di sekitar mereka sangat terkejut dan segera menghampiri untuk melerai mereka.

Tapi tiba-tiba ekspresi Theo Jin menjadi garang, bagaikan hewan buas di alam liar.

Kepalan tangannya meninju wajah Leon Fu, dan sebagian wajah Leon Fu langsung memerah, menunjukkan betapa kuatnya pukulannya.

Leon Fu tak mengalah, ia sangat sangat membenci Theo Jin.

Ia segera meninju Theo Jin tanpa ampun.

Tak ada satupun dari mereka yang mau mengalah, dan mereka mengerahkan seluruh tenaga mereka untuk menyerang.

Para pegawai rumah sakit membujuk mereka untuk berhenti, tapi Theo Jin dan Leon Fu seolah tak mendengarnya.

Dan juga para pegawai rumah sakit itu semuanya wanita, jika mereka berusaha melerainya, mungkin mereka malah akan tak sengaja terluka.

Maka, mereka segera bergegas pergi untuk mencari pertolongan.

Novel Terkait

Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu