Wanita Pengganti Idaman William - Bab 9 Caritahu Sekali Lagi

Bab 9 Caritahu Sekali Lagi


Jessy seakan tertawa agak meledek, “kalau soal ini belum tentu ya, kakakku itu seumur hidupnya selalu hidup miskin. Gimana kalau ia terlalu terbiasa hidup sebagai menantu muda dari keluarga kaya, tidak mau pergi, bagaimana?”


“yah, bukan haknya dia, dia mana berani rebut? Lagian papa juga tidak akan membiarkannya merebut apa yang seharusnya jadi milikmu, sekali milikmu ya tetap milikmu. Tinggallah di luar negeri baik-baik, setelah setahun, kembalilah. Semuanya akan kembali seperti saa kamu pergi.”Julian menghibur dengan suara lembut, nada bicaranya 180 derajat berbeda dari saat bicara dengan Jeanne.


Jessy yang mendengar hal itu dari telepon baru bisa menghela nafasnya “kalau begitu baguslah. Tapi pa, papa harus bantu aku lihatin baik-baik, jangan sampai kakak hamil lagi. Itu si William buru-buru pulang kan karena kakek menyuruhnya cepat-cepat punya anak, aku tidak mau nanti kalau aku pulang, ada tambahan anak yang bukan darah dagingku.”“kamu tenang saja, papa bisa menjanjikanmu, sama sekali tidak akan terjadi!” saat Julian masih menghibur Jessy, ia melihat Jeanne masuk, karena itu ia buru-buru bilang: “sudah ya, aku tutup dulu telponnya! Jaga dirimu baik-baik di luar negeri.” selesai bicara, telponnya dimatikan, ia bicara pada Jeanne dengan ekspresi yang datar: “duduk!”


Jeanne melihat sikap Julian yang berubah drastis, serasa seperti terhina. Ia sama sekali tidak habis pikir, kenapa kakak beradik yang sedarah, tanpa disangka diperlakukan dengan beda jauh. Tapi seperti biasa ia tetap menarik kursi dan beranjak duduk. Setelah duduk, dengan nada bicara yang dingin ia berkata, “ada urusan apa mencariku?” ia mirip dengan Jessy di bagian ini, hanya saja tatapan matanya yang berbeda. Mata Julian sekilas bersinar, raut wajahnya malah sama sekali tidak ada perubahan, tangannya yang menekan sekantung obat berwarna putih mendorong obat itu ke Jeanne. Jelas-jelas raut wajah yang sama, tanpa disangka bisa dibedakan secara jelas. Jeanne tertawa masam dalam hati, bertanya, “apa ini?”


“William kan sudah kembali, namanya laki-laki ya, pasti adalah kebutuhan di bagian itu. Ingat baik-baik untuk makan obat secara teratur pada waktunya, kalau kamu berani-beraninya hamil, kamu dan ibumu tidak usah berharap bisa hidup dengan baik!”, nada bicara Julian yang sedingin es, seakan-akan di hadapannya itu bukan putri kandungnya, melainkan sebuah alat yang tidak hidup sama sekali.Jeanne tertawa agak mencela, “aku tidak kepikiran kalau kamu bisa berpikir sejauh ini.”


”ini produk impor dari luar negri, bisa kamu pakai selama setengah tahun.” Juliantidak mempedulikan celaan yang tersirat jelas dalam kata-kata Jeanne, lanjut berkata, “menantuku ini pulang, aku sebagai ayah mertua juga sudah seharusnya bertemu dengannya. Nanti saat kamu kembali ke rumah William, aku akan ikut denganmu. Harus bagaimana, kamu tahu kan pasti.


Alis Jeanne langsung nai, Julian benar-benar pilih kasih ya. Demi Jessy, Julian mau melibatkan Jeanne, sekarang Julian mau pura-pura jadi ayah mertua yang baik pula. Apa ini karena khawatir soal Jeanne?.... saat itu juga , di perusahaan keluarga William, ruang kerja presiden direktur. William duduk di belakang meja kerja, sedang hanyut dalam mengerjakan berkas-berkas yang menumpuk di meja.


Hans yang masuk ke ruangan melihat, dengan penuh perhatian ia mengingatkan, "direktur, anda baru saja sembuh, kenapa masih tidak pulang istirahat lebih awal? Dokumen-dokumen yang ada di sini tidak terlalu mendesak, nanti saja baru cek lagi juga tidak masalah.”


“kesehatanku tidak terlalu bermasalah, tisak butuh istirahat.”William menjawab tanpa mengangkat kepalanya sedikitpun. Hans tidak bisa apa-apa. Memang William sudah terkenal sebagai orang yang gila kerja, seharipun ia tak bisa beristirahat.“Untungnya” nyonya sudah memperingatkan lagi, harus menyuruh William istirahat dengan baik!


William memang sudah tidak kenapa-napa lagi. Meskipun kadang ia kambuhnya parah, tapi kali ini malah sama sekali tidak ada akibat yang timbul setelahnya. Hal inipun, sepertinya berkemungkinan besar berhubungan dengan Jessy!


Masih mengingat saat ia tidak sadarkan diri, di saat genting, tanpa sadar ia menggapai dan menggenggam “benda” di hadapannya yang bisa ia raih. Bersandar pada badan Jessy, ia merasakan ketentraman yang belum ia pernah rasakan sebelumnya. Perasaan seperti itu, sejak dulu belum pernah ia rasakan, hal ini tentu membuat William tidak habis pikir. Itu kebetulan kan? Di tubuh Jessy, mana mungkin ada kemampuan semacam ini? Tapi kalau sampai beneran ada sih...…sekalinya William terpikir akan hal itu, ia berencana mencaritahu lagi setelah pulang malam ini!


.......jam 8 malam, Jeanne ada di rumah dan baru saja habis selesai mandi, ada suara ketokan dari luar pintu kamar, Ia membuka pintu dengan tidak yakin, lalu melihat William dengan postur badannya yang tinggi berdiri di luar pintu. Ia nampajnya baru saja pulang dari luar, masih mengenakan jas, dengan dasi yang sudah agak longgar, dengan 2 kancing di kerahnya yang sudah terlepas, menunjukkan jakun dan tulang selangkanya yang seksi. Bajunya yang putih bersih membuat bahunya yang lebar dapat terlihat jelas, celana hitamnya membungkus kedua kakinya yang panjang, melihatnya harus menahan nafsu.


Jeanne tanpa sadar terdiam, agak kaget, “kamu sudah pulang?” tanya Jeanne.

William menjawab dengan sepatah kata “ya”, tatapannya tertuju pada tubuh Jeanne. Jeanne baru saja selesai mandi, rambutnya masih agak basah, ia mengenakan baju tidur yang agak tertutup, tapi tentu saja seperti sebelumnya William dapat melihat kulitnya yang seputih salju di bagian leher sampai bawah, seluruh tubuh Jeanne wangi habis mandi, wanginya merambat dan memasuki hidung William.


William tanpa sadar pikirannya melayang ke skenario di malam saat ia baru saja kembali…… ikatan di malam itu, ditambah wanginya, membuat William sama sekali tak bisa melupakannya. Sorot ata William tanpa sadar jadi mendalam, ia kemudian malah menutup pintu kamar, segera setelahnya William meletakkan tangannya di pinggang Jeanne, kemudian mendorongnya ke tembok. Karena sangat tiba-tiba Jeanne terkejut, tanpa adanya persiapan, saat Jeanne mampu bereaksi, ia sudah menempel di tembok.


Dada bidang William sekarang berada tepat di hadapan Jeanne, dengan nafas hangatnya, dan sepasang bola mata hitamnya yang indah. “apa....yang mau kamu lakukan?” Jeanne merasa agak gugup saat bertatapan dengan William. William tidak bersuara, ia hanya diam sambil merasakan kelembutan yang dapat dirasakan tangannya, sepertinya tidak ada ketentraman yang ia sebut-sebut itu. Jangan bilang, harus matiin lampu baru bisa terasa? William agak cemberut, seperti sedang ragu-ragu. Melihat William yang lama sekali tidak bergerak, jantung Jeanne berdetak cepat sampai rasanya mau copot.


Kejutan di malam yang sebelumnya itu masih terukir jelas di otak Jeanne, kali ini juga mulai seperti ini, sebenarnya dia mau apa? Jangan bilang.......saat Jeanne sedang hanyut dalam pikirannya, tiba-tiba lampu di kamar mati. Seluruh kamar jadi hitam gelap, membuat Jeanne sangat sangat terkejut, hal pertama yang muncul di pikirannya itu adalah kejadian yang terjadi semalam saat William kambuh.


“hei……” mulutnya yang gugup ingin bicarax tapi ia malah dipeluk dengan erat. Nafas William lagi-lagi berubah jadi cepat, Jeanne saking kagetnya sampai jantungnya hampir tidak berhenti berdetak, “William,kamu gak apa-apa kan?”William tidak bicara, tapi kesadarannya masih penuh. Kegelapan yang ada di hadapan matanya membuat ia seperti berada di dalam pusaran lobang hitam. Pusaran itu, bagaikan monster yang membuka mulutnya besar-besar dan may menelannya hidup-hidup. Namun, suara panggilan khawatir dari wanita di sampingnya, malah terdenfan begitu jelas, suhu tubuhnya yang hangat, tersampaikan dengan baik. “cklek”——saat itupun juga, lampu kamar kembali terang.


Jeanne nampak gugup lalu ia mendorong William, takut terjadi masalah, “William, apa kamu baik-baik saja? Jangan menakut-nakuti aku”

Muncul keringat dingin di dahi William, tapi tidak ada keanehan di ekspresi wajahnya, dengan datar ia menjawab “tidak apa.” Jeanne menghela nafas yang panjang, berkata: “kenapa kamu tiba-tiba mau mematikan lampu? Gimana kalau kamu kenapa-napa lagi?”


William menjawab: “aku tak sengaja menekannya saja, aku tak apa kok.”Jeanne tidak lercaya, “sungguh tidak apa-apa?” ia dengan cermat memperhatikan William, melihat kondisi 


William yang memang baik-baik saja, ia baru menghela nafas panjang lagi. William tidak berbicara, tapi pikirannya justru kemana-mana. Dia akhirnya bisa yakin kalau wanita ini punya pengaruh dalam hidupnya.

Novel Terkait

Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu