Wanita Pengganti Idaman William - Bab 215 Ingin Merobeknya

Bab 215 Ingin Merobeknya

Jeanne tidak tahu rencana Alexa.

Setelah dia pergi dengan William, dia tidak mengatakan sepatah katapun.

William merasa orang disampingnya sangat diam, dan meliriknya sekilas.

“Kenapa, kamu tidak senang?”

Jeanne balas menatapnya.

“Bukan.”

Dia bertindak seolah-olah baik-baik saja dan merespons dengan senyum.

Tapi nyatanya, dia sangat tidak nyaman.

Tapi dia tidak menunjukkan posisinya.

Intinya, dia orang luar.

Dia bukan Jessy yang sebenarnya, terjadi hal seperti ini, selain mewakili Jessy, dia tidak punya hak lainnya.

Terlebih, pergi bertanya pada William, apa benar anak yang dikandung Alexa adalah anaknya.

Dirinya sangat tahu posisi sendiri, tapi dia tidak bisa menahan perasaan tidak nyaman.

Terutama hatinya, seolah-olah sudah di luar kendali, tidak tahu kapan, mulai secara bertahap memperhatikan semua tentang pria ini.

Awalnya, dia tidak peduli, karena dia yakin bisa mengendalikan hatinya, tetapi hasilnya masih ……

Tepat saat Jeanne panik dan menemukan pikiran batinnya yang sebenarnya, William memperhatikan dia dalam keadaan linglung dan harus menjangkau dan menyentuhnya.

“Jessy……”

Alhasil belum selesai mengatakannya, Jeanne seperti baru sadar, tatapan matanya penuh dengan penolakan.

Meskipun dia menghindar dengan cepat, tetap saja masih bisa dijangkau William.

William bertanya dengan suara dingin: “Apa maksudmu?”

Jeanne melihat situasi, hatinya tidak bisa menahan diri.

“Aku tidak ada maksud lain, aku barusan lagi pikirkan masalah lain, kamu tiba-tiba begitu, tentu saja aku reflek.”

Dia bersikeras menjelaskan, William menyipitkan mata melihatnya dengan tenang, seolah sedang menganalisis benar tidaknya perkataannya.

Jeanne memaksa dirinya untuk tenang dan membiarkannya melihatnya.

William, melihatnya untuk waktu yang lama, dan akhirnya tidak mengatakan apa-apa, dan mengemudi.

Jeanne melihatnya, dan melepaskan nafas lega.

Setelah keduanya sampai di rumah dekat pantai, karena kejadian sebelumnya Jeanne balik badan dan berkata: “Aku lelah, duluan balik ke kamar isitrahat.”

Selesai mengatakannya, dia langsung naik keatas tanpa mempedulikan sikap William.

William yang melihat pergi, menyipitkan kedua mata melihatnya.

Setelah keluar dari keluarga William, dia merasa ada yang tidak beres dengan Jessy, tapi tidak tahu dimana, dia tidak bisa menjelaskannya.

Akhirnya dia hanya bisa menyimpan ini semua dia dalam hati, dan mengikutinya dari belakang naik keatas.

……

Keesokan harinya, Jeanne tidak bekerja ke kantor.

Karena situasinya tidak bisa membuatnya bekerja dengan baik.

Dia melihat sekeliling rumah, seolah ada kenangan William di mana-mana.

Dan ingatan ini sangat menindas sehingga dia sulit bernapas.

Dia tahu dia memiliki beberapa masalah saat ini dan sangat membutuhkan lingkungan yang tenang untuk menenangkan dirinya.

Hampir setiap kalinya, dia memikirkan ibunya.

Dia mengeluarkan HP-nya dan menelepon Julian.

“Aku ingin ketemu ibu.”

Dia tidak banyak bicara, langsung to the point dan mengatakan apa yang diinginkannya.

“Bukankah sudah dibilang? Kurangi datang ke rumah sakit.”

Julian menolak dengan tidak sabar, dan mematikan telepon, kata-kata Jeanne terhenti sampai disitu.

“Aku harus melihatnya, kalau kamu tidak ingin kerjasama kita gagal, kamu sebaiknya tidak menghentikanku.”

Ini pertama kalinya Julian mendengar permintaan Jeanne dengan nada serius.

Dia berpikir sejenak dan akhirnya setuju.

Bagaimanapun dia tidak boleh membiarkan Jeanne menggagalkan ini semua, kalau tidak Jessy tidak akan ada masa depan.

“Aku tahu, besok aku kirim orang untuk menjemputmu.”

Jeanne tidak menyangka harus menunggu sehari lagi, tapi dia setuju.

Untungnya, Keeseokan harinya Julian mengirim seseorang untuk menjemputnya seperti yang dijanjikan.

Setengah jam kemudian, dia tiba di rumah sakit dan melihat ibunya di kamar pasien.

“Kalian keluarlah.”

Dia memalingkan kepala kesamping melihat perawat keluar, merawat ibunya sendiri, sambil berbicara dalam hatinya.

“Bu, kamu harus sembuh, kalau tidak aku tidak ada cara untuk terus bertahan lagi.”

Dia menatap ibunya dengan hati-hati dan tidak tahu mengeluarkan isi hatinya, saat ini dia jauh lebih tenang daripada dua hari sebelumnya.

Tidak peduli bagaimanapun, demi ibu, dia harus bisa bertahan.

Meskipun pada akhirnya……dia kehilangan jati dirinya sendiri dalam kerjasama ini.

Jeanne sudah paham, dan perlahan kembali sadar.

Dia seharian di rumah sakit, dan meminta orang untuk mengantarnya kembali.

Dalam perjalanan pulang, dia mengingat Alexa, dan menelepon Julian.

“Beberapa hari kedepan Alexa akan periksa DNA, kamu punya ide?”

Julian menjawab: “Tenang saja, aku akan menyuruh orang mengaturnya.”

Jeanne yang mendengar perkataan ini, hatinya merasa lega.

Dia berpikir adanya Julian yang ikut campur, apapun yang ingin dilakukan Alexa, juga tidak akan begitu mudah.

Beberapa hari berikutnya sangat tenang, tapi lebih seperti tenang sebelum badai.

Hari ini, akhirnya tiba hari dimana Alexa akan melakukan pemeriksaan.

Dapat dikatakan ini hal yang paling diperhatikan keluarga William dan Alexa.

Kedua keluarga hadir, William membawa Jeanne kembali kerumah, mengikuti mereka ke rumah sakit.

Terkait rumah sakit, ditentukan oleh Nyonya Thea.

Awalnya Jeanne tidak tahu, tapi kemudian setelah tahu, dia tidak bisa tidak mengerutkan alis.

Dia tidak lupa kejadian pemeriksaan sebelumnya, khawatir Nyonya Thea akan melakukan sesuatu.

Mengingat hal ini, dia menatap William dengan gelisah.

“Apa akan ada masalah di dalamnya?”

William meliriknya sekilas, lalu melirik Nyonya Thea dan lainnya, dan akhirnya tatapannya jatuh pada Alexa, dan matanya gelap.

Setengah tegas, dia mengambil kembali tatapannya, dengan tenang: “Yakinlah, tidak akan ada masalah.”

Jeanne melihat dia berbicara dengan tenang dan dengan pikiran jernih, mengira dia pasti punya cara untuk menghadapinya, dan segera merasa lega.

Tapi dia masih sedikit khawatir, terlebih Nyonya Thea dan Alexa adalah orang yang menggunakan segala macam cara untuk mencapai tujuan.

Dia khawatir trik dua orang ini tidak berhasil akan merencanakan trik baru lagi.

William melihat tatapannya yang penuh dengan kekhawatiran, dan tidak bisa menahan untuk menggengam tangannya.

“Tenang saja, ada aku.”

Dia berkata dengan nada rendah, yang membuat Jeanne tertegun, dia setengah sadar pria ini sedang menghiburnya.

“Aku tahu.”

Dia tidak sabar mengangkat bibirnya, dan merespons dengan manis.

Dan dia tahu senyuman ini merangsang Alexa.

Dia berjalan di belakang mereka, melihat interaksi di antara mereka, hatinya penuh dengan kecemburuan, dan bahkan ingin merobek Jeanne.

Tapi meskipun dia marah, dia memiliki kegelisahan tersembunyi di dalam hatinya.

Terutama tatapan kak William yang menatapnya barusan, dengan tatapan dingin, seakan sudah membongkar kedoknya, yang membuatnya merasa bingung.

Seakan ada semacam perasaan kak William mengetahui segala rencanaya.

Dia menggelengkan kepalanya dengan keras, meninggalkan ide-ide yang tidak realistis ini.

Dan rencana kali ini tidak ada yang tahu, bagaimana kak William bisa mengetahuinya.

Dia tidak akan membiarkan rencana ini gagal.

Dengan pemikiran itu, matanya bersinar dengan jelas.

Novel Terkait

Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu