Wanita Pengganti Idaman William - Bab 339 Benar-benar Pergi

Musa selalu mengira William hanya pria kaya raya yang agak berkuasa di negara Z, namun sekarang kelihatannya dia terlalu meremehkannya.

Terutama orang ini bisa menyelamatkan orang dari tangannya dengan mudah, pasti bukan orang yang biasa.

Mengingat hal ini ia mulai kesal, namun ia dengan cepat kembali tenang, paling tidak dia menyadarinya sekarang juga masih belum terlambat.

Tangan kanannya tidak tahu apa yang ia pikirkan, melihat dia berpikir cukup lama dan tidak memberi keputusan, ia bertanya sekali lagi, “Ketua, apakah kita perlu memesan tiket pesawat untuk kembali.”

Musa tersadar dari lamunannya, lalu menggeleng setelah sesaat.

“Belum bisa, barangnya belum kita dapatkan, jika jatuh ketangan orang berkuasa lainnya, maka JK hancur sudah.”

Tangan kanannya tahu pentingnya USB itu untuk JK, namun hal lainnya juga sama pentingnya, ia pun menyarankan : “Bagaimana jika kita menyuruh orang suruhan saja untuk kemari?”

Musa mendenngar saran ini, tidak langsung mengiyakan, melainkan berpikir sejenak.

Tidak bisa dipungkiri, ini adalah ide yang paling bagus untuk sekarang, akhirnya ia pun menyetujui.

“Baiklah, hubungi orang bayaran terhebat di negara D dan meminta mereka segera mengirim orang kemari, beritahu mereka wajib mendapatkan barang itu segera!”

Tangan kanannya mengerti, sekarang Musa baru merasa lebih lega, lalu memintanya untuk memesan tiket pesawat untuk besok.

Di hari kedua, Musa seperti yang ia katakan, benar-benar meninggalkan negara Z.

Seiring kepergiannya, William juga menjadi orang pertama yang mendapatkan kabarnya.

“Sudah pergi?”

Begitu William mendapatkan laporan, ia merasa ada yang aneh.

“Benar, katanya pagi-pagi sekali ia sudah membawa semua bawahannya pergi.”

Hans menjawab sekali lagi.

William mengkerutkan alis.

Seharusnya ia merasa khawatir karena Musa pergi, karena bagaimanapun pria ini tidak mungkin pergi semudah ini, rasanya tidak seuai dengan sifatnya, malah terasa seperti ada sesuatu yang mencurigakan.

Dia berpikir sesaat namun ia masih tidak juga mendapatkannya, jadi ia menyerah memikirkan ini lagi, lalu berpesan : “Perintahkan semuanya untuk lanjut memperhatikan mereka, begitu ada yang aneh, langsung beritahu aku.”

Hans mengangguk, berbalik dan langsung pergi.

William melihat Hans yang pergi, kedua matanya menyipit.

Tidak peduli apakah orang itu benar-benar pergi atau hanya pura-pura, pasti ada waktunya menunjukkan wujud aslinya.

Dan dua hari berikutnya, pihak Hans sama sekali tidak ada keanehan, membuat William merasa curiga pada apa yang ia pikirkan.

Apakah pria ini benar-benar sudah pergi?

Setelah dia memikirkannya, ia merasa ada juga kemungkinan ini, bagaimanapun kasus yang Mogan atasi diluar sana juga cukup besar.

Berpikir seperti itu, dia berencana memberitahukan kabar baik ini pada Jeanne, juga bisa membuat Jeanne tidak perlu khawatir setiap hari.

Sore harinya, William menelepon Jeanne, lalu menjemputnya keluar untuk makan malam.

Jeanne baru saja selesai berdandan, William sudah kembali.

Dia naik mobil, melihat suasana hati William yang terlihat bagus hari ini, berkata dengan perasaan heran : “Ada apa hari ini? Melihatmu begitu senang hari ini.”

William mendengar ini, ia tersenyum sambil berkata : “Memang ada berita yang baik.”

William berkata sambil menceritakan masalah kepergian Musa padanya, juga ada rasa kasihan dalam tatapannya.

Beberapa hari ini, Jeanne terus berada dirumah, sama sekali tidak menginjakkan kaki keluar rumah, karena takut ada kesempatan bagi Musa untuk menangkapnya lagi dan menyusahkan William.

Meskipun ia tidak mengatakannya, namun William bisa mengetahuinya.

Sehingga begitu Musa pergi, ia langsung mengajak Jeanne pergi jalan-jalan.

Jeanne tidak tahu apa yang ia rencanakan, begitu mendengar Musa sudah pergi, hatinya yang selalu merasa khawatir akhirnya merasa lega.

“Baguslah jika sudah pergi.”

Setelah ia menghela nafas ringan, rasa khawatir kembali mendera : “Apakah dia akan kembali?”

William tahu apa yang ia khawatirkan, ia menggandeng tangannya yang tegang dengan erat, dan menenangkannya : “Tenang saja, meskipun ia kembali, aku juga tidak akan membiarkannya menyentuhmu barang sehelai rambut pun.”

Jeanne mendengar ucapannya, hatinya merasa jauh lebih tenang.

“Kamu juga harus memperhatikan keamanan dirimu.”

William mengangguk, lalu mereka datang ke restoran Chinese yang sudah di pesan.

Keduanya makan dengan tentram, dan karena untuk sementara bahaya sudah menghilang, Jeanne meminum sedikit anggur merah karena senang.

Setelah selesai makan, dirinya yang sudah mulai mabuk bersandar di tubuh William.

“William, kenapa kamu jadi ada dua, jangan bergerak.”

Dia mencengkram William sambil terhuyung-huyung, lalu memandangnya dengan seksama.

William melihat Jeanne yang sudah mabuk, memapahnya keluar dengan sangat tidak berdaya.

“Aku tidak bergerak, tapi kamu yang sudah mabuk.”

Sekarang Jeanne dalam kondisi mabuk, mendengar ucapan William, bibirnya mengangkat dengan tidak senang.

“Aku tidak mabuk, aku tidak bisa mabuk.”

William speechless mendengar ucapannya, ia juga tidak berencana berdebat dengan orang mabuk seperti dia.

Dia merayu Jeanne naik ke mobil, lalu membawanya kembali ke rumah.

Dijalan, entah William yang menyetir terlalu stabil atau apa, Jeanne bersandar di pintu mobil lalu perlahan tertidur pulas.

William melihatnya dengan tatapan yang begitu lembut.

Ia menaikkan sedikit suhu dimobil, karena takut Jeanne kedinginan.

Sepanjang jalan Jeanne tidak tahu apa-apa, ia tertidur sangat lelap.

Mereka tiba di kediaman keluarga Sunarya dengan cepat, William melihat Jeanne yang tertidur begitu pulas, tidak tega membangunkannya, ia langsung menggendongnya turun dari mobil.

Moli tahu mereka berdua keuar, ia pun menunggu di ruang tamu karena merasa tidak tenang, dan sekarang ia melihat tuan mudanya menggendong Jeanne pulang dengan begitu hati-hati, rasa cemburu dihatinya kembali bergulat.

Dia mengepalkan tangannya dengan erat agak emosinya tidak meledak.

“Tuan, luka anda belum sembuh, biar aku yang menggendong nyonya muda naik.”

Dia tidak ingin melihat Jeanne berada didalam pelukan William berlama-lama, ia mengulurkan tangan dan menyarankan.

Siapa sangka William langsung menghindarinya.

“Tidak perlu, kamu ke dapur dan siapkan semangkuk sup untuk meredakan mabuk, lalu antarkan ke kamar.”

William berpesan dengan dinginnya, lalu menggendong Jeanne naik ke lantai atas.

Moli melihat bayangan mereka yang pergi, ekspresi diwajahnya sudah terlihat begitu buruk.

Setelah beberapa saat, ia baru mulai menenangkan diri dan pergi ke dapur untuk membuatkan sup pereda mabuk.

Ketika ia membawa sup pereda mabuk naik keatas, hatinya begitu sakit melihat apa yang terjadi.

Dikamar William membaringkan Jeanne diatas ranjang dengan lembut, membuka jaketnya dengan pelan, lalu mengelap kaki dan tangannya.

Entah karena dia membuat Jeanne sakit atau apa, Jeanne sedikit berdesis.

William mendengar desisannya, lalu melihat lagi bibirnya yang merah merona, ketika melihat bibir merah merona yang menimbulkan suara yang begitu menggoda iman setiap pria, membuatnya tidak sanggup menahan diri untuk merasakan kelembutannya.

Jeanne yang dalam kondisi mabuk mencium aroma yang tidak asing lagi baginya, sama sekali tidak menolak ciumannya, malam menjadi lebih agresif.

Keduanya berciuman seolah tidak ada orang lain disana, membuat Moli yang memegang erat mangkuk berisi sup pereda mabuk melihatnya dengan tatapan panuh api cemburu, membuatnya ingin sekali kesana memisahkan mereka sekarang juga.

Namun ia tahu kalau ia tidak bisa melakukannya.

Dia memaksakan dirinya untuk tenang, dan ia tidak pergi, malah mengetuk pintu untuk merusak acara mereka.

Ketika William mendengar suara ketukan pintu, baru menarik diri dari dunia mereka yang begitu manis dan lembut.

Dia sedikit menghela, ada rasa kesal dalam tatapannya, ia bertanya sambil menoleh, “Ada apa?”

Tentu saja Moli menyadari tatapannya yang kesal, hatinya sangat sedih, ia memaksakan senyumannya yang terlihat lebih buruk daripada sedang menangis, mengangkat mangkuk di tangannya, berkata dengan lirih : “Sup pereda mabuk sudah selesai dibuat…..”

Belum sempat menyelesaikan ucapannya, William sudah berjalan keluar dari kamar, menerima sup itu dengan wajah sangat dingin : “Terima kasih, kamu sudah boleh kembali ke kamarmu dan istirahat.”

Novel Terkait

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu