Wanita Pengganti Idaman William - Bab 92 Usir Dia

Bab 92 Usir Dia


Melihat tampak belakang William yang beranjak pergi, nyonya Thea menggebrak meja dengan marah.


“tanpa disangka William memberi peringatan padaku!”

Melihat kondisinya itu, Alexa buru-buru mendekat dan menghibur.


“tante Thea, kak William itu hanya terlalu marah saja, jangan buat perhitungannya, tidak baik marah-marah.”

Seselesainya Alexa bicara, ia kembali memakai raut wajah yang menyalahkan dirinya sendiri, meraba bibirnya dan berkata: “sebenarnya ini semua salahku, kalau saja aku tidak senekat itu, tidak akan terjadi hal seperti ini, maaf ya, tante Thea, aku sudah membuatmu khawatir untukku.”


Melihat tampak Alexa yang sedih itu, nyonya Thea mana mungkin masih memikirkan amarahnya, ia buru-buru menghibur dan berkata: “anak bodoh, apa salahnya kamu di sini, setiap orang punya hak untuk suka sama orang lain, kamu hanya berusaha untuk mendapatkan apa yang kamu mau saja.”


Mendengar itu, Alexa lanjut berbicara dengan sedih: “tapi kak William sudah menolak aku, bahkan mau mengusirku, aku tak ingin pergi, tante Thea, bisakah aku tidak pergi, bantu aku memohon pada kak William ya? Bilang pada kak William, aku sudah tahu kesalahanku, lain kali aku tak akan melakukannya lagi.”


Mendengar kata-kata itu, tangan nyonya Thea yang tadinya menepuk-nepuk punggung Alexa seketika itu juga terdiam kaku.


“Alexa, kalau untuk itu tante Thea juga tidak bisa berbuat apa-apa, tapi tante Thea janji sama kamu, kalau saja ada kesempatan, tante Thea pasti menjemputmu kembali ke sini.“


William mana tahu pemikiran mamanya itu. Setelah ia pergi meninggalkan kediaman utama, ia langsung kembali ke rumah baru. Setelah kembali ke kamar, ia melihat Jeanne yang sedang duduk di balkon dan menyulam.


Di bawah sinar matahari sore, tanpa disangka memunculkan ilusi di pikiran William.


Malah Jeanne yang tiba-tiba menyadari kalau bertambah satu orang di kamar tersebut, terkejut sampai bangkit berdiri dari kursi dengan dahsyat.


“siapa? Tsch——” 


Jeanne bertanya dengan nada dingin, siapa sangka tangannya tanpa hati-hati terkena jarum, benar-benar tertusuk jarum sulam itu, ia sampai menghirup nafas dingin saking sakitnya.


William dikejutkan suara hirupan nafas Jeanne, belum sempat ia merasa kesal soal yang tadi, ia tanpa sadar sudah bertanya dengan penuh perhatian: “kamu tak apa-apa?”

Sambil bicara, William menarik tangan Jeanne dan memperhatikannya secara detil. Melihat di jari tangannya yang putih itu, ada setetes darah yang sangat jelas terlihat.


“kenapa kamu tidak hati-hati?” William mengernyitkan alisnya karena melihat tetesan darah itu. 

Mendengar itu, Jeanne kembali sadar setelah bengong. Menatap ke wajah tampan yang berjarak dekat sekali, jantungnya melompat satu detakan, panik ia menarik kembali tangannya dan memasukkannya ke mulut.


“ini bukan masalah besar, hanya tertusuk sedikit saja.” William sama sekali tak percaya dengan kata-kata Jeanne.


“kamu tunggu ya, aku pergi ambil kotak obat.” selesai bicara, William langsung berbalik badan dan pergi. Tidak lama kemudian, ia sudah terlihat membawa kotak obat kembali ke kamar, mengeluarkan alkohol pembersih luka dan plester.


“sini tangan kamu.” dengan nada bicara yang sangat natural, membuat Jeanne sekali lagi bengong, tanpa sadar menjulurkan tangannya. Kemudian ia melihat William menggenggam tangannya, membersihkan lukanya dengan rinci, menempelkan plester.


“kan kamu terluka, jangan sibuk di malam hari, istirahatlah lebih awal.” setelah semuanya selesai, William mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Jeanne.


Tanpa diperkirakan mata Jeanne bertemu dengan mata William yang hitam itu, ia tiba-tiba kembali sadar, pipinya jadi merah, detak jantungnya juga bertambah cepat dengan pesat.


“ti……tidak perlu, gaun ini, hanya kurang satu sulaman saja, ya paling setengah jam saja, cepat kok selesainya.”


Jeanne menutupi ketidakbebasan ekspresinya dengan kembali pergi ke tempat kerjanya. Tapi hatinya sama sekali tak bisa tenang. Jeanne memaksa diri untuk tenang, dan tidak memperhatikan lagi sorot mata di belakangnya, kembali ke sikap profesional kerjanya.


William malah tak menyadari keanehan pada Jeanne, malah mengira wanita ini kalau sudah serius, sifatnya jadi galak, tapi sangat mengagumkan juga.


Jeanne mengelus pipinya karena melihat tindakan William yang tak terduga itu. Sentuhan yang dingin membuat Jeanne terdiam lagi, segera setelahnya ia merasakan keberadaan orang di sisinya, pipinya lagi-lagi memerah.


“a......ada apa?” Jeanne memandang William tak tahu harus berbuat apa.


Mata William yang menatap Jeanne dengan bingung, baru kembali sadar, ia batuk kecil dengan canggung dan menjawab: “tidak ada apa-apa, aku cuma lihat kalau rambutmu saja, kalau bisa mempengaruhimu kerja, kamu lakukan saja kerjaanmu, aku tidak akan mengganggu.”


Selesai bicara, William kemudian mengurus dirinya sendiri dan masuk ke kamar mandi.

......

Keesokan harinya, William jarang sekali tidak berangkat pagi-pagi. Ia malah bangun bersamaan dengan Jeanne, setelah menyantap sarapan, karena di perusahaan ada meeting dadakan penting, baru William pergi duluan.


Jeanne juga tidak memperhatikan, ia terus mengurus dirinya sendiri dan lanjut menyantap sarapannya. Pada saat itu, Merry berjalan mendekat secara misterius.


“nona muda, nona Alexa sudah mau pergi.” 

“dia mau pergi ke mana?” Jeanne tidak berpikir banyak, tanpa sadar ia bertanya seperti itu.


“kembali ke rumahnya, aku dengar-dengar, tuan muda yang menyuruhnya pulang.”


Mendengar hal itu, gerakan tangan Jeanne seketika terhenti, bertanya dengan kaget: “loh kok bisa gitu?” 


Melihat tampang Jeanne yang tak tahu situasinya itu, Merry buru-buru memberitahu berita yang ia dengar. 


“aku dengar semalam tuan muda bertengkar dengan penghuni kediaman utama sana.” 


Jeanne mengernyitkan alisnya, saat makan malam kemarin malam itu nyonya Thea memang tidak memanggilnya, jadi ia juga tak tahu akan hal itu.


Jeanne ingin bertanya beberapa rincian pada Merry, tapi Merry juga bertanya soal hal-hal itu, ia tak bisa menjawab pertanyaan Jeanne juga.


Jeanne tak punya cara lain, terpaksa menyerah saja. Ia terpikir kembali soal semalam saat William kembali ke kamar, ia juga tak menyadari ada keanehan apa padanya, agak tak bisa tahu jelas perasaan William.


Dalam kondisi baik-baik saja kenapa tiba-tiba menyuruh Alexa pergi, tak mungkin karena masalah malam itu kan? Atau mungkin saja beneran ada kemungkinan.......apalagi malam itu William memang sangat tak senang.


Memikirkan hal itu, Jeanne tak bisa menahan diri dan diam-diam senang, di kemudian hari di rumah William tak akan ada lagi Alexa wanita itu, hari-hari Jeanne akan jadi jauh lebih tenang. Ia malah tak tahu kalau masalah ini ada hubungannya juga dengan ia sendiri.


Setelah makan, Jeanne juga berencana pergi ke kantor. Tidak menyangka baru saja berjalan ke luar dari rumah baru, ia langsung melihat Alexa berdiri di luar kediaman utama sambil membawa koper, melihat dan mengamati ke sekitar tak rela meninggalkan tempat itu.


Apalagi Alexa sudah tinggal di sini selama bertahun-tahun, tiba-tiba pergi meninggalkan tempat ini, siapapun yang menggantikan posisinya pasti tak akan rela pergi.


“nona, aku tidak rela Anda pergi.” pembantu wanita Alexa menarik Alexa dengan mata yang terlihat penuh air mata. Mata Alexa terlihat rumit, ia juga tak ingin pergi.


“kamu tenang saja, aku akan memikirkan cara untuk kembali, jangan lupa hal yang sudah aku beritahu padamu.”



“nona jangan khawatir, aku pasti akan membantu Anda mengamati segala pergerakan wanita itu.” pembantu wanita itu menganggukkan kepalanya kuat-kuat untuk meyakinkan, juga karena gerakan tersebut, ia melihat Jeanne, raut wajahnya agak berubah, ia menggertakkan gigi dan berkata: “nona, wanita itu di belakang Anda!”


Mendengar kata-kata itu, Alexa menoleh dengan kencang. Ia melihat Jeanne yang berjalan mendekat ke arahnya, wajahnya samar-samar terlihat tersenyum, menyakiti mata Alexa.


Wanita itu sekarang pasti bangga sekali tiada tara kan? Alexa menatap Jeanne dengan penuh kebencian, kedua tangannya mengepal dengan sangat keras, bahkan Alexa sampai tidak terasa kalau kuku jarinya menusuk ke telapak tangannya.


Jeanne secara natural juga bisa merasakan pandangan Alexa yang penuh dengan kebencian itu, awalnya Jeanne tak berencana menggubris Alexa, ia langsung berjalan ke arah pintu gerbang.


Siapa sangka pada saat itu nyonya Thea keluar dari kediaman utama, melihat Jessy yang cemberut, ia bicara dengan kesal: “Jessy, untuk apa kamu datang ke sini? Untuk menertawakan?”


Jeanne yang terheran akan caci maki itu, ia berputar dan melihat ke Alexa, akhirnya mengerti apa maksud dari kata-kata nyonya Thea, seketika itu juga ia kehabisan kata-kata.


“ma, pintu gerbang kan di sini, kalau mau pergi ke luar sudah seharusnya aku lewat sini, bukan sengaja datang dan mencari kalian.” Jeanne menjelaskan dengan nada dingin, tapi kedua orang itu malah tak percaya.


Alexa malah melangkah maju, jalan sampai ke samping Jeanne, berkata dengan dingin: “Jessy, kamu bangga saja dulu sekarang, tapi aku sama sekali tak akan mengaku kalah, kita lihat saja nanti, aku mau lihat, kamu masih bisa bertahan berapa lama lagi di sini!” selesai bicara, Alexa membawa kopernya, naik ke mobil tanpa menengok, pergi jauh......


Novel Terkait

The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu