Wanita Pengganti Idaman William - Bab 99 Aku Tak Bertanggung Jawab Jika Jatuh



nyonya Thea selalu mau menantu yang sepadan dan sekelas dengan William, bisa membantu William dari dalam. Tentu Jessy itu bukan semua yang ia harapkan. Berpikir seperti itu, matanya terlihat kesal.


Tidak tahu juga Thea kepikiran apa, ia terlihat saja tiba-tiba mengulang dan mengingat kembali memori masa lampau sambil tersenyum pada Sierra.


“omong-omong ya, William kan teman dari kecil sama kamu, pas kecil kamu sering mengikuti di belakangnya, sekarang aku lihat hubungan kalian masih baik, belum berubah, masih sama seperti dulu, aku juga jadi senang untuk kalian.” 


Dalam kalimatnya ia bilang bagaimana hubungan William dan Sierra bagus dan lain-lain, sama sekali tidak memperhatikan kalau Jeanne juga ada di sana. Sudah seperti Jeanne transparan tak terlihat. Untung saja si Jeanne sudah terbiasa.


Apalagi dulu saat Alexa ada di sana, nyonya Thea juga kurang lebih bicaranya seperti itu. Berpikir seperti itu Jeanne tak bisa menahan diri untuk membandingkan Alexa dan Sierra.

Harus diakui, Sierra itu memang wanita terkenal nomor satu, lebih bisa bicara dan bekerja dibanding Alexa. 


Tidak tahu juga apa karena Sierra mendengar maksud lain dari kata-kata nyonya Thea, ia menjawab dengan datar: “tante, aku tidak menyangka kalau kamu masih ingat cerita-ceriya yang sudah lama sekali terjadi itu, sudah tidak usah dibahas, dulu saat masih kecil belum paham apa-apa, sekarang sudah tumbuh dewasa, kalau mengingat kembali, dulu pas masih muda memang tidak terlalu paham.” kata Sierra, dalam beberapa kalimatnya itu, ia mengubah niat awal dari kata-kata nyonya Thea itu.


Jeanne mendengar percakapan mereka, makan saja tanpa bersuara. Setelah makan, nyonya Thea menarik dan mengajak Sierra ngobrol. Karena Sierra itu diajak William, jadi William juga harus tetap di sana menemanin


Malahan Jeanne, melihat mereka bicara dan ia sendiri tidak bisa ikutan, menggunakan alasan kalau masih ada pekerjaan, kembali ke kediaman baru.


Saat sudah semakin malam, Jeanne mendengar di luar pintu ada pergerakan, tapi ia sudah menunggu lama dan tak kunjung melihat William muncul, ia tidak bisa diam saja dan pergi ke luar.


“barusan itu William pulang?” Jeanne memanggil Merry dan bertanya padanya. 


“iya nona muda, tuan muda dan nona Sierra kembali bersama, mereka pergi ke ruang belajar, sepertinya masih ada pekerjaan yang harus dibicarakan.”


Jeanne terdiam sejenak mendengar hal itu, kemudian mengangguk dan berkata: “begitu ya, kalau begitu kamu sediakan mereka minuman dan buah saja sana.” 


“baik.” Merry pergi setelah menerima perintah tersebut.


Setelah Jeanne melihat Merry pergi, ia berbalik badan dan masuk ke kamar lagi, mulai mengerjakan desain lagi.


Hanya saja saat Jeanne membuat desain, pikirannya malah kemana-mana, otaknya tidak bisa menahan untuk terus menebak-nebak William dan Sierra melakukan apa di sana. 


Tidak hanya dari sore menjelang malam William yang mengajak untuk tinggal lebih lama dan makan bersama, maupun menemani di akhir-akhir, membawa Sierra sendiri pergi ke ruang belajar, semua itu bisa membuat Jeanne melihat, sikap William terhadap Sierra agak berbeda.


Setidaknya Alexa tidak diperlakukan seperti itu. Ya apalagi Jeanne. Jeanne tak bisa menahan diri menebak-nebak hubungan kedua orang itu, otaknya kepikiran yang aneh-aneh, akhirnya ia tak bisa menahan kantuknya dan tertidur dengan wajahnya menyender di meja. Saat Jeanne terbangun kembali, ia dibangunkan oleh William.


William yang awalnya selesai membicarakan urusannya, kemudian kembali ke kamar, lihat Jeanne yang tertidur di meja. Jeanne mengenakan baju tidur yang tipis, sedangkan udaranya dingin karena AC di dalam kamar menyala.


William tanpa sadar pergi mendekat, mau membangunkan Jeanne. Hanya saja saat ia melihat tampang tidur Jeanne yang manis itu, ia bagaimanapun tidak tega membangunkannya. William menarik kembali tangannya, berencana untuk menggendong Jeanne sampai ke ranjang, ia malah menyadari kalau seluruh tubuh orang di pelukannya itu terasa dingin seperti es, membuat William mengernyitkan alisnya.


Siapa sangka baru berjalan dua langkah, Jeanne sudah terbangun.


“siapa?” Jeanne sepertinya terkejut sekali, seluruh tubuhnya gemetar, berkata dengan nada terkejut. 


Segera setelahnya Jeanne baru bisa melihat dengan jelas kalau orang di hadapannya itu ternyata William, barulah saat itu ia bisa tenang.


“oh ternyata kamu, kamu sudah kembali? Urusan kamu sudah selesai dibicarakan belum?” saat bicara, Jeanne baru sadar kalau ia sedang dipeluk William. Di telinganya terdengar suara kencang dari detak jantung William, membuat Jeanne saat itu jadi takut. Ia tanpa sadar mau memberontak, tapi malah disuruh diam sama William.


“jangan gerak-gerak, aku tak bertanggung jawab kalau sampai kamu jatuh.” 


Mendengar kalimatnya itu, Jeanne tiba-tiba menyadari kalau tangan yang memeluknya serasa lebih longgar, takut ia jatuh di lantai, ia buru-buru memegang erat William。 


Karena hal tersebut Jeanne tak bisa menahan diri dan memonyongkan bibirnya, menatap William dengan tidak senang. Lepasin ya lepasin aja, untuk apa mengancam? Jeanne mengkritik dalam pikirannya sendiri, mencari posisi yang nyaman di pelukan William, membiarkan William memeluk dengan puas.


Tidak usah bilang soal pelukan William yang lumayan hangat, setidaknya barusan Jeanne yang tubuhnya dingin juga perlahan-lahan jadi hangat karena William.


William tidak tahu pikiran yang ada di dalam hati Jeanne, ia menggendong Jeanne sampai ke ranjang, baru menurunkannya.l


Namun melihat baju tidur Jeanne yang tipis itu, William mengernyitkan alisnya tidak puas dan bertanya: “kamu pakai baju tipis sekali, tadi kenapa kamu tidak istirahat dan tidur di ranjang, bagaimana kalau masuk angin?”


Jeanne tidak menyangka kalau William akan memperhatikan dirinya sendiri, ia terdiam sejenak, menjawab tanpa terlalu peduli: “tak mungkin masuk angin, suhu di ruangan ini jugak tidak terlalu rendah.” sambil bicara, Jeanne langsung rebahan, bilang kalau ia mau tidur.


Melihat kondisi itu, William juga tak meributkannya lebih lanjut, setelah cuci muka dan sikat gigi, ia naik ke ranjang dan tidur juga.


Semalaman itu berlalu dengan damai tanpa ada masalah.

Akhirnya keesokan harinya, Jeanne kemakan omongannya sendiri.


Jeanne terlihat bangun agak menggigil, seluruh badannya terasa tidak enak, mau bangkit dari ranjang, tapi serasa tak ada tenaga juga, akhirnya ia menyerah saja, kemudian kembali rebahan di ranjang, dan kembali tidur karena pusing.


Kalau untuk William, pagi pagi sekali ia sudah bangun dan pergi ke kantor. Saat itu William tidak menyadari ada keanehan pada Jeanne, melihat Jeanne yang tertidur pulas, ia ingin membiarkannya tidur sedikit lebih lama, jadi tidak berisik dan membangunkannya.


Pada saat itu, pembantu yang tidak dipanggil majikan, juga tidak menyadari adanya keanehan pada Jeanne. Begitu saja, Jeanne terus tertidur seperti pingsan sampai siang hari, sampai William pulang untuk mengambil berkas, ia baru menyadari kalau ada yang salah dari raut wajah Jeanne.


Melihat pipi Jeanne memerah tak seperti biasanya di atas ranjang, dahinya penuh dengan keringat dingin, bibirnya yang awalnya merah muda dan halus itupun terlihat pucat pecah-pecah.


William mencoba mengukur suhu tubuhnya, ~menyadari kalau suhu tubuh Jeanne sangat tinggi, ia buru-buru menepuk dan membangunkannya.


“Jessy, bangun, kamu demam, ayo bangun, aku antar kamu ke rumah sakit.” Jeanne mengeram kesakitan, baru bangun.


Meskipun kepala Jeanne terasa berat sekali, tapi ia masih bisa mendengar kata-kata William dengan jelas.


“tidak perlu, aku makan sedikit juga baikan kok.” Jeanne refleks menolak, karena sejak kecil ia sudah terbiasa mengatasi sakit dengan cara seperti itu. Apalagi saat itu keluarganya tidak punya uang, pergi ke rumah sakit itu artinya sebuah pengeluaran besar.


William sama sekali tidak tahu masalah-masalahnya itu, melihat Jeanne yang masih memaksakan diri mau bertahan, matanya terlihat marah, tapi malas juga berdebat dengannya, ia langsung saja membopong Jeanne di punggung dari ranjang.


“kamu ngapain?” demi tidak dijatuhkan William, Jeanne tanpa sadar bertanya dengan terkejut dan memeluk William di bagian sekitar lehernya.


“mengantar kamu ke rumah sakit.” William menjawab dengan tidak senang, segera setelahnya ia membawa Jeanne secepatnya ke rumah sakit.


Wanita ini malah masih sama sekali tidak paham soal kondisinya, suhu tubuh sepanas itu, kalau dibiarkan saja, takutnya bisa jadi memunculkan penyakit pneumonia. Jeanne masih agak memberontak, mencoba lepas dari pelukan William.


Namun tentu saja Jeanne tidak bisa menang dari William, terlebih lagi saat itu ia sedang demam tinggi. Tidak lama kemudian, tenaga Jeanne sudah terpakai habis, ia tertidur pingsan di pelukan William.


Melihat Jeanne, William mempercepat langkahnya untuk pergi ke rumah sakit. Tidak tahu juga sudah berapa lama waktu yang berlalu, saat Jeanne terbangun kembali, ia sudah terbaring di ranjang rumah sakit.


“nona muda, akhirnya Anda sadar juga, sudah sehari semalam nona pingsan, membuat kami semua ketakutan.”


Merry segera menyadari kalau Jeanne sadar, mendekat dan memperhatikan Jeanne dengan perasaan senang.

Novel Terkait

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
5 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
5 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu