Wanita Pengganti Idaman William - Bab 357 Tidak Boleh Ketahuan

Tangan William yang memeluk Jeanne menjadi semakin kuat ketika mendengar ucapan ini.

Sebenarnya bukan hanya dia, ketika dokter mengatakan kalau kemungkinan untuk selamat sangat kecil, dia juga mengira akan kehilangan dirinya.

“Tidak akan, bukankah sekarang kamu baik-baik saja disini?”

Kelopak mata William memerah, mengecup pelan kening Jeanne sambil menghiburnya.

Dan juga karena nada bicara yang seperti ini, membuat Jeanne merasa semakin sedih, dia mencengkram baju William erat-erat sambil mengerang.

“Sakit sekali…..”

Karena menangis terlalu hebat, luka Jeanne tertarik.

Wajahnya yang tadinya memerah karena menangis tiba-tiba menjadi pucat pasi, ia berdesis sambil menarik nafas.

William mendengar erangannya, segera memencet bel, lalu memanggil dokter yang baru pergi tidak lama untuk kembali.

Dokter mengira terjadi sesuatu, segera datang dengan terburu-buru.

Ketika mengetahui hanya luka yang sakit karena tertarik ketika menangis, dokter sedikit tidak berdaya.

Namun ia tetap menekan emosinya, berpesan : “Presdir, kondisi Nyonya muda sekarang tidak boleh terlalu emosional, jahitannya baru dijahit tidak lama, nanti setelah lukanya mulai rapat maka semuanya akan baik-baik saja.”

William mendengar ini, tahu sudah membuat kepanikan yang tidak bermanfaat, namun ia tidak merasa canggung, malah lebih khawatir lagi pada Jeanne.

“Apakah tidak ada obat yang bisa meredam sakit ini?”

Dia tidak ingin melihat Jeanne menderita lagi.

Dokter juga mengerti maksud dan tujuannya, namun tidak setuju.

“Meskipun ada obat untuk penahan sakit, namun efek samping yang ditimbulkan obat ini sangat besar, sebagai dokter, aku tidak rekomen pasien saya menggunakan obat semacam ini.”

Tadinya William hanya mencoba bertanya, namun ketika mendengar ada efek samping dari obat ini, ia langsung mengurungkan niat ini.

“Jessy, kita tahan dulu ya, setelah dua hari semua akan baik-baik saja.”

Dia membujuk Jeanne dengan sangat sabar, wajahnya dipenuhi kelembutan.

Rasa sakit Jeanne yang tadi dia rasakan membuat emosinya yang tadi lepas kontrol jauh lebih tenang, sekarang mendengar ucapan William langsung menjadi tenang.

Namun melihat tatapannya yang begitu tidak tega melihat kondisinya sekarang, hati yang tadinya sudah tenang tiba-tiba menjadi bimbang lagi.

Untung akhirnya ia bisa menahannya, meskipun kadang masih terisak, namun tidak seperti tadi.

Setelah dokter melihat semuanya sudah aman, ia pun pamit diri.

Setelah dokter pergi, William mengusap bekas airmata diwajah Jeanne sambil mengamati kondisi Jeanne.

Melihat emosi Jeanne yang sudah lebih stabil, ia bertanya dengan hati-hati : “Jessy, bisakah kamu ceritakan apa yang terjadi malam itu, kenapa kamu bisa sampai terluka?”

Jeanne mendengar pertanyaan ini, ingin sekali mengungkapkan semuanya, namun jika diceritakan bukankah jati dirinya akan langsung terbongkar

Dia tidak boleh sampai ketahuan!

Dan juga kejadian malam itu ia sama sekali tidak jelas.

Karena yang ditangkap orang itu adalah Jessy, dia takut ceritanya tidak sesuai dengan cerita dari Julian sehingga membuat William merasa curiga.

Dia berpikir sambil menundukkan kepala, menyembunyikan rasa bersalahnya dibalik bayangan bulu matanya yang panjang.

“William, kejadian malam itu, aku tidak ingin mengingatnya untuk sementara, bisakah untuk sementara jangan membicarakannya dulu.”

Dia menatap William sambil berkata dengan nada memelas.

William mengira dia masih trauma sehingga tidak berani memaksakan.

“Baiklah, jika kamu tidak ingin membicarakannya maka tidak perlu membicarakannya, istirahatlah, aku ada disini jadi tidak perlu takut.”

Dia membujuk Jeanne.

Jeanne yanng mendengar ucapannya merasa terharu juga bersalah.

Ketika ia bersiap-siap untuk istirahat, ia melihat Julian yang berjalan masuk, tatapannya langsung berubah jadi dingin bagai sebilah belati es yang tajam dan dingin.

William tidak melihatnya karena posisinya, namun Julian yang baru masuk melihat semuanya.

Dia terkejut, namun ia juga mengerti mengapa wanita ini menatapnya seperti itu.

Namun ia mengingat tujuannya datang kali ini, ia memelototinya kembali dengan penuh peringatan.

Jeanne tidak menyangka setelah Julian melakukan hal yang sudah begitu keterlaluan padanya, bukan hanya masih berani muncul dihadapannya, malah mengancamnya dengan begitu beraninya, membuatnya marah hingga gemetar.

William juga merasakan luapan emosi Jeanne yang tidak biasa, ia bertanya dengan ramah : “Ada apa?”

Setelah bertanya, ia melihat kearah Jeanne menatap, dan menemukan Julian yang berdiri didepan pintu.

“Anda datang.”

Dia mengerutkan alis, meskipun merasa ada yang berbeda dengan sikap Jeanne, namun ia tidak berpikir banyak, ia menyapa Julian.

“Iya, ketika mendengar Jessy sudah sadar, aku langsung datang.”

Julian memerankan peran ayah yang baik, setelah menjawab William ia langsung berpaling bertanya pada Jeanne dengan penuh perhatian : “Jessy, bagaimana kondisimu sekarang? Adakah yang ingin kamu makan, beberapa hari ini aku akan meminta bibi dirumah memasakkan masakan yang kamu suka dan mengantarkannya kemari.”

Jeanne menghadapi perhatiannya yang penuh kebohongan, bayangan kejadian semalam ketika ia tidak mempedulikan dirinya yang diambang maut memenuhi kepalanya.

Dia berbalik, berpura-pura sedang tidak bertenaga, tidak ingin menjawabnya.

William mengira ia lelah, menjelaskan kondisinya dengan singkat : “Untuk sementara kondisinya sudah stabil, namun perlu diobservasi lagi.”

Ketika sedang berbicara, ponselnya berdering, karena telepon dari kantor, mau tidak mau harus mengangkatnya.

“Jessy, aku angkat telepon dulu, jika ada perlu apa tekan saja bel atau minta orang untuk memanggilku.”

Dia mengambil ponsel sambil berpesan pada Jeanne.

Ketika berhadapan dengannya wajah Jeanne baru berangsur melembut.

“Kamu pergilah.”

William mengangguk lalu berjalan kearah pintu keluar.

Ketika melewati Julian, dia tidak lupa mengingatkan : “Mohon bantuan Tuan Julian untuk menjaga Jessy.”

Tentu saja Julian tidak akan menolaknya, ia menyetujui dengan mengangguk.

Hingga William keluar, senyuman dibibirnya baru dia tarik kembali.

Setelah memastikan William sudah benar-benar pergi, ia menutup pintu kamar dengan wajah tegas.

Jeanne mendengar suara pintu tertutup, alisnya langsung terangkat.

Dia bisa merasakan Julian mendekat, namun ia berpura-pura tidak melihat.

Julian juga tidak mempedulikan sikapnya yang berpura-pura tidak melihatnya, lalu bertanya : “Apakah kamu mengatakan hal yang tidak boleh dikatakan didepan William?”

Jeanne meliriknya sekilas, lalu membuang muka tidak menggubrisnya.

Julian melihat sikapnya, langsung mengkerutkan alis.

“Jeanne, aku sedang berbicara padamu, sikap apa itu?”

Jeanne melihat Julian yang sudah mulai marah, senyum dingin melengkung dibibirnya.

“Ini adalah sikapku, jika kamu tidak suka, silahkan pergi!”

Julian sangat marah, namun mengingat tujuannya datang, ia akhirnya menahan semua amarahnya.

“Jika tidak ingin ibumu dalam bahaya, sebaiknya kamu ingat hal apa yang boleh dikatakan dan mana yang tidak boleh dikatakan.”

Jeanne mendengar ancaman yang tertuju untuk ibunya, marah tidak terkira.

“Coba saja jika kamu berani menyentuh ibuku!”

Tatapannya penuh amarah melihat kearah Julian.

Julian tidak mempedulikan, hanya mendengus dengan dingin : “Intinya kamu ingat ucapanku tadi, jika rencana kami rusak oleh ucapanmu, aku menderita, ibumu juga jangan harap bisa hidup dengan tenang!”

Jeanne sangat marah, hatinya agak bergetar.

Dia sendiri tidak takut, namun ia tidak ingin membuat ibunya dalam masalah.

Ia mengepalkan tangannya erat-erat, tanpa mengatakan apapun.

Julian melihatnya yang terdiam, baru mulai mengatakan tujuannya datang, “Ada lagi, jika William menanyakan kejadian malam itu, kamu harus menceritakannya seperti ini.”

Dia menceritakan kejadiannya dengan singkat, lalu tidak lupa memperingatkan : “Ingat, jangan sampai salah cerita!”

Novel Terkait

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu