Wanita Pengganti Idaman William - Bab 354 Apakah Sudah Hampir Mati

Jeanne melihat ruang tunggu yang kacau balau, meskipun dia merasa takut, namun dia mengikuti Julian, dia sama sekali tidak melibatkan dirinya.

Sedangkan saat Julian melihat bawahan pria berbaju hitam menghalangi Jessy, dia tidak bisa tidak merasa khawatir, dia menghampiri mereka dengan perlindungan dari pengawal.

Di saat yang bersamaan, Tiansa dan pria berbaju hitam mulai bertarung.

Dia bagaikan sedang melakukan perlawanan terakhirnya, dia menyerang pria berbaju hitam itu sambil mencari tahu kelemahannya.

Dia segera menyadari jika lawannya kali ini mengirimkan orang yang jauh lebih kuat dari yang dia perkirakan.

Tetapi meskipun begitu, dia tetap tidak berani menembakkan senjatanya.

Karena hukum di negara X tidak mengijinkannya, jika dia menembakkan senjatanya, dia tidak hanya akan mencari masalah dengan orang-orang ini, dia juga akan bermasalah dengan polisi negara X.

Dia tidak memiliki cara lain, dia hanya bisa menyerah untuk tetap melakukan perlawanan, dia berencana untuk berdiskusi dengan orang-orang ini.

"Suruh orang-orangmu berhenti, jika tidak, jangan salahkan aku jika tanganku tergelincir."

Dia mengancam dengan meletakkan pisau di leher Jessy.

Pria berbaju hitam yang awalnya masih ingin menyerang, saat melihat adegan ini, mereka satu demi satu mengerutkan alisnya serta menghentikan gerakan tangan mereka, sedangkan Julian benar-benar merasa takut saat melihatnya.

"Sebaiknya kamu berhati-hati, jika putriku terluka sedikit saja, kemanapun kamu bersembunyi, aku tidak akan pernah melepaskanmu!"

Dia mengancamnya dengan muram!

Tiansa tertawa mengejek, dia bagaikan tidak menganggapnya sama sekali.

Dia menyipitkan kedua matanya dan menatap pemimpin orang-orang berbaju hitam yang berada di depannya, "Suruh orang-orangmu pergi dari sini dan lepaskan aku, maka aku akan melepaskan orang yang kamu inginkan."

Orang berbaju hitam menatapnya lalu matanya sekilas menyapu Jessy yang raut wajahnya terlihat tidak begitu baik, dia teringat kepada apa yang dikatakan bosnya, karena itu dia mengangguk dan berkata : "Baiklah."

Selesai berbicara, dia mengisyaratkan bawahannya yang berada di sekitarnya untuk mundur, setelah itu mereka mundur satu persatu.

"Kita pergi!"

Saat melihat hal itu, Tiansa segera memanggil bawahannya untuk pergi ke pintu keluar.

Pria berbaju hitam menyipitkan matanya dan menyuruh bawahannya untuk mengikuti mereka.

Julian juga mengikuti tepat di belakang mereka.

Saat Jeanne melihatnya, dia secara naluriah juga mengikuti mereka.

Mereka semua keluar dari stasiun kereta api, Tiansa menyuruh bawahannya untuk mencuri satu mobil.

Saat pria berbaju hitam melihatnya, raut wajahnya terlihat muram, tetapi dia tidak melakukan apapun.

Saat Tiansa melihat bawahannya sudah mendapatkan mobil, dia segera mendorong Jessy kearah mereka.

"Aku kembalikan orangnya kepada kalian."

Setelah itu, dia segera masuk ke dalam mobil.

"Jalan!"

Dia berteriak kepada bawahannya, saat dia melihat orang-orang berbaju hitam itu mengejar mereka, dia tanpa berpikir langsung melemparkan pisau yang ada di tangannya ke arah Jessy.

Jessy sama sekali tidak tahu bahaya yang mendekatinya.

Begitu dia dibebaskan, dia segera berlari ke arah Julian.

Saat Julian melihat putrinya selamat, sebelum dia sempat bernafas lega, dia sudah melihat pisau yang terbang ke arah mereka, dia tanpa sadar segera mendorong Jeanne ke arah pisaunya.

"Hati-hati!"

Dia melangkah ke depan dan menarik Jessy, hampir di saat yang bersamaan dengan perkataannya itu, Jessy mendengar suara pisau yang tertancap ke dalam daging lalu suara Jeanne yang menahan sakit.

"Sakit--"

Jeanne jatuh ke atas tanah, darah segar yang berwarna merah tidak berhenti mengalir dari bagian perutnya dan mewarnai sebagian besar bajunya.

Dia merasa sangat sakit sampai wajahnya berubah pucat, kedua tangan dan kakinya mati rasa, tetapi hal ini tidak bisa dibandingkan dengan kesedihan yang dirasakannya saat ini.

Di saat yang bersamaan, William yang sedang berurusan dengan Tiano dan Tianmin tiba-tiba merasakan sakit di jantungnya.

Seolah-olah ditusuk oleh sesuatu, meskipun tidak terlalu sakit, tetapi membuatnya merasa sangat tidak nyaman.

Karena keterpanaannya ini, William hampir saja dikalahkan oleh Tiano dan Tianmin.

Untungnya saat ini Hans membawa orang-orangnya dan bergegas menghampirinya.

"Cepat bantu Presdir!"

Hans segera memerintahkan pengawal yang ada di sampingnya.

Orang-orang itu segera menjalankan perintahnya, mereka segera masuk ke dalam pertempuran, sedangkan William mundur dari pertempuran di bawah perlindungan mereka.

"Presdir, anda tidak apa-apa bukan?"

Saat Hans melihatnya, dia segera menghampirinya dan menanyakan keadaanya.

"Tidak apa-apa!"

Rasa sakit yang tadi dirasakannya, hanya seketika saja, saat ini William sudah kembali normal.

Dia melihat medan perang yang ada di depannya, sangat jelas terlihat, karena kalah jumlah, hanya tinggal menunggu waktu saja sebelum menangkap Tiano dan Tianmin.

Sedangkan kenyataannya memang seperti itu. tidak sampai 5 menit kemudian, Tiano dan Tianmin tidak dapat mengalahkan orang sebanyak itu, jadi mereka tertangkap dan ditahan ke atas tanah.

"Presdir, apa yang harus kita lakukan terhadap kedua orang ini?"

Pemimpin pengawal menangkap kedua orang ini, lalu bertanya kepada William.

William melirik mereka dan berkata dengan muram : "Bawa mereka kembali dan kurung dahulu."

Setelah itu, dia menoleh dan bertanya kepada Hans, "Apakah ada berita dari Moli?"

Saat Hans baru saja ingin menjawabnya, ponsel yang ada di tangannya berdering.

"Presdir, telepon dari Moli."

Dia langsung menyerahkan ponselnya kepada William.

William juga langsung mengangkatnya tanpa berpikir lagi.

"Hans, beritahu tuan kalau aku sudah melacak keberadaan Nyonya muda!"

William mengerutkan keningnya dan bertanya : "Orangnya ada di mana?"

Saat Moli tiba-tiba mendengar suara William, untuk sesaat dia tidak bisa bereaksi, dia tertegun di sana.

"Hmm?"

Saat William menunggu cukup lama dan tidak mendapatkan jawaban darinya, dia bertanya dengan tidak sabar.

Moli kembali dari keterkejutannya, dia segera meneruskan laporannya : "Tuan, orang kami sudah menemukan kalau Nyonya muda berada di dekat stasiun kereta api."

Saat William mendengarnya, dia segera mematikan telepon dan menyuruh Hans untuk mengendarai mobil ke stasiun kereta api.

........

Di stasiun kereta api, Jeanne roboh ke tanah, di matanya terlihat rasa tidak percaya.

Dahinya dipenuhi dengan keringat dingin karena rasa sakit yang sangat hebat.

Saat dia melihat pria yang berada tidak jauh dari dirinya itu sedang tidak berhenti bertanya kepada Jessy, dia tiba-tiba mengerti satu hal.

Ternyata inilah tujuan pria itu membawa dirinya kemari.

Dia berpikir dengan pikiran yang hampir tidak sadar, pikirannya perlahan-lahan mulai terasa kabur.

Dia menatap langit malam gelap di atas kepalanya, hatinya merasa sangat takut.

Apakah dia sudah hampir mati?

Saat ini, di benaknya terlintas senyuman William, selain itu, adegan-adegan kebersamaan mereka berdua selama beberapa waktu belakangan ini.

Dia tidak ingin mati, dia tidak ingin meninggalkan orang itu.....

"Tolong aku--"

Dia meminta tolong kepada Julian sambil berusaha menahan sakitnya.

Saat ini Jessy sudah aman bersama Julian, dia sudah merasa tenang.

Saat Jessy mendengar permintaan tolong Jeanne, dia secara reflek menoleh ke arahnya, saat dia melihat Jeanne terbaring di atas genangan darah, dia terpana.

Julian juga melihatnya, dia hanya melihatnya sekilas dan tidak mempedulikannya.

"Jessy, apakah kamu terluka?"

Bagi dirinya, hidup matinya Jeanne, tidak ada hubungannya dengan dirinya sedikitpun.

Jessy kembali dari keterpanaannya, dia juga tidak mengasihani Jeanne.

Karena dia teringat dengan hal yang harus dia alami saat berada di tangan mereka.

"Pa, jangan biarkan orang-orang ini kabur, aku ingin mereka tahu akibat dari sudah menyinggungku!"

Dia berkata dengan sangat marah, tetapi malah membuat luka di wajahnya tertarik, sehingga membuat Julian merasa cemas.

Jeanne terbaring di atas tanah, melihat mereka berdua seolah-olah tidak melihat dirinya, rasa dingin menyebar dari kedua tangan dan kakinya.

Sedangkan dia juga sudah tidak mempunyai tenaga lagi untuk meminta tolong, dia berbaring di atas tanah dan kesadarannya perlahan-lahan menghilang.

Saat dia hampir tidak sadarkan diri, pria berbaju hitam yang mengejar Tiansa kembali.

"Apakah kalian sudah menangkap orangnya?"

Jessy menatap mereka dan bertanya dengan suara yang keras.

Pemimpin pria berbaju hitam menggeleng, "Mereka sudah kabur."

Jessy merasa tidak rela, dia menggertakkan giginya dengan marah, "Brengsek."

Meskipun Julian tidak puas akan hasilnya, tetapi akhirnya dia bisa menyelamatkan putrinya, jadi dia tidak mempermasalahkannya lagi.

"Sudahlah, Jessy, jangan marah, papa akan menyuruh orang untuk mengawasi mereka, jika ada kabar maka akan langsung menghubungimu, sekarang kita pergi ke rumah sakit untuk memeriksamu."

Saat Jessy mendengarnya, dia baru dengan terpaksa menyetujuinya.

"Bawa dia juga!"

Dia melirik sekilas kearah Jeanne yang sudah tidak sadarkan diri, lalu berkata dengan dingin.

Jika wanita ini belum mati, maka masih ada gunanya bagi mereka.

Julian tentu saja juga mengerti maksud Jessy, dia segera memanggil ambulans.

Novel Terkait

My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
3 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
3 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu