Wanita Pengganti Idaman William - Bab 56 Seluruh Bagian Tubuhmu Tidak Asing

Bab 56 Seluruh Bagian Tubuhmu Tidak Asing


Melihat ia tidak mengeluarkan suara, William langsung memeluk dan membawanya menuju kamar mandi.


Ia merasakan napas jernih dari tubuh William, Kedua tangan Jeanne merangkul erat leher William, ia malu hingga menundukkan kepalanya karna tidak berani menatapnya 


Suara detak jantung terdengar dari telinga, suara itu menimpa hatinya.


William pelan-pelan melepaskannya dan membiarkannya duduk di tepi bak mandi, kemudian mengulurkan tangannya untuk membuka kancing bajunya.


Jeanne ketakutan dan segera menghalanginya, “aku bisa sendiri.” 


Melihat ia begitu berjaga-jaga dengan dirinya, William kehilangan senyuman, “setiap bagian tubuhmu tidak asing lagi bagiku.”


Mendengar suara, tiba-tiba wajah Jeanne merah dan malu: “kali ini beda.”


“Bagian mana beda?” William bertanya dengan serius.


“Itu…….” Jeanne menjawab dengan mengangkat kepalanya, tetapi ketika William menampilkan kelopak yang terpenuhi senyuman, ia menelan kata-katanya, mengubah perkataan dan berkata: “keluarlah kamu, aku bisa melakukannya sendiri.”


Alis William terangkat, “yah? Ingin meruntuhkan jembatan setelah melewati sungai?” (artinya tidak mempedulikan orang yang sudah membantunya)


 “ kapan aku meruntuhkan jembatan setelah melewati sungai?”


Jeanne menatapnya sangat tidak senang.


Dia yang inisiatif dalam membantu, bukan Jeanne yang meminta bantuan, ini termasuk meruntuhkan jembatan setelah melewati sungai? 


William melihatnya secara diam-diam dalam waktu lama kemudian membalik badannya, “aku diluar, panggil aku jika terjadi sesuatu.”


Selesai bicara, ia melangkah besar keluar dan dengan lembut hati menutup pintu.


Jeanne memanjangkan lehernya melihat pintu tertutup, ia menarik dan mengeluarkan napas panjang.


Untungnya William tidak bersikeras, kalau tidak ia pun tidak tahu  harus berbuat apa.


Memikirkan William berada di luar, ia tidak niat mandi dan sakit di lukanya, ia mencuci dengan asal-asalan, lalu memakai gaun tidur, Jeanne bersangga pada tembok perlahan-lahan berjalan keluar.


William sedang duduk di tepi ranjang, melihat pintu kamar mandi terbuka, ia segera bangkit dan menyangga Jeanne.


 “Terima kasih.”


Jenne membalik kepalanya dan senyum dengannya.


Alis William bergerak, ia berkata dengan polos: “kita merupakan suami istri, tidak perlu begitu sopan denganku.”


Menyangganya hingga duduk di tepi ranjang, langsung terlihat lututnya yang memar, sudut alis terangkat secara tidak sadar, luka ini terlihat sangat sakit.


Tapi dia tetap bertingkah bagai tidak terjadi apa-apa.


Kedalaman hatinya muncul rasa kasihan kepadanya, dia mengambil salep yang ada di lemari sebelah ranjang dan berjongkok.


Setelah melihat kondisinya, Jeanne terkejut dan segera menghentikannya, “tidak perlu, aku bisa sendiri.”


“Sendiri lagi!”


William mengangkat kepalanya dengan sedikit marah.


Jeanne mengenakan gaun yang kerahnya sedikit rendah dan longgar, demi membuat badannya lebih leluasa karena susah bergerak


William mengangkat kepala, kebetulan melihat dadanya putih bagaikan salju, tatapannya menjadi gelap.


“Aku bisa mengoles sendiri.”


Jeanne tidak menyadari kejanggalannya, ia langsung merebut salep dari tangannya.


Awalnya berpikir ia akan tidak senang , siapa tahu dengan cara mudah ini bisa merebut salep.


Ia menekan alis halusnya.  Jeanne menatap dan mulai menyadari ada yang memandangnya.


Dia menundukkan kepalanya,  melihat dan mengikuti pandangan William, ia terkejut badannya sudah dilihat habis olehnya, dia segera menaikkan kerah, wajah kecilnya terlihat merah.


Setelah William sadarkan diri, ia melihat Jeanne bergerak, ia mengedipkan mata dan segera mengambil salep dari tangannya, tidak menunggu reaksinya langsung mengoleskan obat untuknya.


Jeanne malu mengigit bibir bawahnya, mengapa watak dia begitu suka menguasai?


Setelah mengoles, William mengangkat kepalanya, kebetulan telihat kecantikan dari Jeanne, jantung terus berdetak, gambaran yang di lihat tadi terlintas di pikirannya, dia segera bangkit dan menimpanya ke ranjang.


 “Kamu…..”


Jeanne baru saja membuka mulut langsung tersumbat oleh bibirnya yang panas.



merampas dengan kurang ajar, ini membuat Jeanne tidak bisa menahan diri, ia pun segera menikmati ciuman ini.


Jika bukan karena terdengar suara rasa sakit dari Jeanne, yang menarik kembali akalnya William, kemungkinan mereka akan melakukannya sampai langkah terakhir.


 “Istirahatlah.”


Setelah mengatakan kalimat ini, William langsung pergi dengan buru-buru, meninggalkan Jeanne sendirian di ranjang, yang masih membeku mengingat kejadian tadi.


Malam ini, William tidur di ruang kerja.


Jeanne awalnya ingin memanfaatkan waktu tidur untuk membahas masalah yang disampaikan Julian, sepertinya harus mencari kesempatan lain.


Esok paginya, William pergi ke perusahaan.


Setelah Jeanne menyantap sarapan, seharian ia menggambar desain di kamar.


Saat siang, Jeanne meletakkan pensil, alisnya sedikit tertekan, dan perutnya sangat lapar.


Membalik kepalanya melihat jam elektronik di meja sebelah ranjang, sudah pukul dua belas lebih.


Tetapi tidak melihat pelayan membawa makanan untuknya.


Beberapa hari ini, ia selalu makan tepat waktu setiap hari, kenapa hari ini bisa terlambat?


Apakah lupa dengan dia pasien ini?


Dalam keputusasaan, dia perlahan-lahan menggerakkan kakinya menuruni tangga.


 “Kenapa masih belum makan?” Dia menangkap seorang pelayan dan bertanya kepadanya. 


 “Nona Marina datang siang tadi, ia tidak suka dengan masakan koki, langsung memecat koki, dan mengatakan akan mencari koki baru lagi.”


Setelah mendengar kata-kata pelayan, Jeanne tertawa.


Apa masakan koki tidak enak, ini jelas sengaja melawannya, tidak ingin hidupnya penuh dengan baik.


Tidak ada masakan dari koki, dia hanya bisa mencari susu dan roti dari kulkas.


Siang hari terlewat seperti ini.


Tetapi ia tidak menyangka malam hari, koki yang di ganti Marina masih belum ada di tempat.


“Apa yang terjadi? Apakah Nona Marina mengatakan sesuatu?” Jeanne bertanya kepada pelayan dengan mengerutkan alisnya.


Wajah pelayan terlihat canggung, “Nyonya Jeanne, aku juga tidak tahu jelas. Kalau kamu sudah lapar, apakah ingin pesan makanan dari luar?”


 “Tidak perlu.”


Jeanne menolak tawaran dari pelayan, “aku masak sendiri.”


Tidak mungkin Marina masih bisa membuatnya kelaparan.


William pulang ke rumah, merencanakan akan langsung naik ke lantai atas menemui Jeanne, tetapi tidak terbayang orang yang seharusnya beristirahat di lantai atas malah berada di dapur sekarang.


Dan juga menumis sayur sendiri.


Dia pun lekas marah, berjalan dengan langkah besar ke arahnya, langsung memegang tangannya, “apa yang kamu lakukan?”


Jeanne terkejut, membalik kepalanya melihat ekpresinya yang marah, Jeanne pun ikut tidak senang, berusaha menarik kembali tangannya, berbisik dengan tidak senang hati: “lagi tumis sayur! kamu tidak bisa lihat kah?”


William berkedip mata, “mengapa kamu yang memasak? Koki mana?”


 “Sudah di pecat.” Jeanne membuang kata-kata dari mulutnya.


Pecat?


William mengerutkan alisnya, ia tahu sesuatu yang terjadi setelah bertanya, tiba-tiba ia langsung marah, ia pun memarahi semua pelayan yang ada di vila.


 “Aku menghabiskan uang untuk mempekerjakan kalian, kalian datang hanya untuk menetap? Kalian tidak bisa masak? Haruskah istriku masak sendiri?!”


Semua pelayan menundukkan kepala, menggigil hingga tidak berani mengeluarkan suara.


Dibawah kemarahan, William langsung memecat semua pelayan.


Masalah ini dengan cepat tersebar ke Marina dan Nyonya Thea.


Nyonya Thea mendengar keluhan pelayan, ekspresi wajahnya segera memburuk, Jeanne hebat juga ya!


Marina terkejut melihat keponakannya yang bersedia melakukan ini demi perempuan itu, meski kemarahannya tidak biasa, tapi dia juga tidak bisa melakukan apapun lagi.


William menghubungi Hans, meminta segera mencari koki untuknya.


Jeanne merasa dirinya tidak lemah, ia bisa dalam hal memasak seperti tumis sayur.


Tetapi melihat William memberi pelajaran kepada pelayan dan mencari koki, ia tiba-tiba merasa bahwa William tidak sedingin yang dibayangkan.

Novel Terkait

Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu