Wanita Pengganti Idaman William - Bab 22 Hubungan Suami Istri yang Akur

Bab 22 Hubungan Suami Istri yang Akur


Jeanne menjawab: “baru dikoreksi sebagian, nanti kamu coba cek ya.” mendengar William bertanya soal naskah desain, Jeanne meletakkan alat makan yang ada di tangannya, menjawab dengan serius.


William mengangguk-anggukkan kepala, seharian ini ia terus memikirkan masalah itu, “baiklah, kalau begitu nanti sehabis makan kita cek bersama.” mendengar Jeanne berkata sudah ada yang dikoreksi, William agak tidak sabaran mau melihatnya, apakah sebagus yang kemarin punya.


Pertama kali lihat mungkin ada efek karena kaget juga, kalau sudah lihat yang kedua kalinya, bisa terlihat jelas kemampuan Jeanne.

Tentu saja yang paling penting adalah desain-desain yang layak disebut sempurna itu, membuat orang yang melihat tidak rela melepaskannya. Karena ada kerjaan yang mau mereka bicarakan, setelah makan malam Jeanne dan William pergi bersama-sama ke ruang belajar William. Ini bukan pertama kalinya Jeanne masuk ke ruang belajarnya, hanya saja terakhir kali itu ia terlalu sibuk dan terburu-buru, tidak sempat kepikiran untuk melihat ke sekitar.


Ruang belajarnya sangat besar dan juga sangat bersih, seluruh lantainya ditutupi oleh karpet dari Milan, Italia, selain ada sebaris rak buku bertema eropa tengah, hiasan di meja juga sesuai dengan William, sangat beraturan. Di sebelah buku masih ada setumpuk dokumen yang banyak ditempel etiket menunggu untuk diurus William, bisa terlihat kalau William sangat mementingkan pekerjaan. Jeanne duduk tepat di seberang William, memberikan naskah desain yang sudah ia koreksi ke William。


Memandang ke William dengan wajah berharap, ini hal yang ia sangat minati, ia selalu berharap bisa lebih sempurna. William melihat naskah desainnya dengan amat serius, tidak melewati sekecil apapun detil dari setiap desainnya. Di mata Jeanne, William ini sepertinya lebih perfeksionis darinya, William sebagai tuan muda putra mahkota di ibukota, ia bisa mengakui kemampuan orang tanpa ragu. Bisa diakui oleh William, itu juga bisa dianggap sebagai suatu kepastian yang terselubung. William dengan sangat cermat melihat berulang kali naskah desainnya, baru ia menyadari kalau sama sebelumnya ternyata naskah-naskah desain itu dikoreksi dengan baik. Meskipun naskah awalnya ada yang rasanya kurang tepat, tapi juga tidak ada kesalahan yang ia dapat temukan, melalui modifikasi Jeanne yang unik, tanpa diduga dapat berubah jadi sempurna. Di beberapa bagiannya pun pemikirannya unik, berani 


membuat perubahan, membuat orang yang melihatnya merasa desainnya sungguh indah. Ambil saja naskah desain pertama, kerah bajunya ia ubah jadi berdiri, efeknya bagai biji sesawi yang tumbuh berlipat-lipat ganda.


Tapi karena desain awalnya tidak seperti ini, setelah Jeanne selesai mengoreksinya, ia juga menambahkan detil harus memakai kain bahan yang mana, baru bisa sepenuhnya meraih hasil akhir pakaian yang ia rancang. Sikap kerja yang amat serius seperti itu, sangat sesuai dengan William.


Bukan hanya naskah desainnya dikoreksi sampai begitu sempurna, bahkan sampai memikirkan bahan kain yang digunakan.


Mau bagaimanapun, juga bukan hobi waktu luangnya saja, yang bisa ia lakukan sembarangan.

Selain William mengapresiasi sepenuh hati, ia lebih kebingungan, “kamu paham sekali dengan desain pakaian ya?”

kemampuan selevel ini, jelas sudah seperti desainer yang sudah bergelut di bidang ini selama bertahun-tahun. “ya kemungkinan besar lah, karena aku suka, aku pernah secara khusus menelitinya.” Jeanne tidak berani bicara terlalu lengkap, ia juga tak ingin terus ditanya-tanya William, kemudian berusaha mengganti topik, “siapa yang mendesain naskah desain ini? 


Kalau aku mengubah-ubah seperti ini, bukannya kurang pantas ya.”

Apalagi mengubah hasil karya orang lain secara langsung itu adalah suatu hal yang tidak sopan. Bahkan sampai terlihat kalau Jeanne agak sombong dengan melakukannya.

“tidak masalah, naskah-naskah desain ini dibeli asistenku di luar sana, sudah jadi hak milik.” William bicara sambil merapihkan tumpukan naskah desain itu, berkata, “dari awal memang sudah berencana untuk mengubahnya, perusahaan desain ini, terutama Terutama kalau bergelut di bidang fashion kelas atas, perlu mempunyai cara desain khas tersendiri.”


Bicara soal industri pakaian, Jeanne tak bisa menahan diri untuk tidak bicara soal sudut pandangnya. “aku sangat setuju dengan cara pikirmu, sekarang mau baju model apapun di toko-


toko pasti sudah ada, kalau mau menonjol dari yang lainnya, harus membuat kreasi sendiri, kalau tidak pasti jadinya pasaran.” Jeanne juga dulu sempat berpikir mau membuka toko bajunya sendiri, ia mendesain pakaian pelanggannya.


Tapi yah semua itu hanya sebatas pikiran saja, saat itu ia harus membawa ibunya ke dokter, mana ada sisa uang sebanyak itu.


William meminta saran Jeanne dengan pikiran terbuka, Jeannepun membantu tanpa ada yang ia tutup-tutupi, kalau jeanne tidak bisa melakukannya, bukannya sama saja kalau orang lain yang membantu melakukannya? “apa kamu ada ide lain?” William menganggukkan kepalanya,ia sangat setuju akan satu hal ini.


“desain itu memang harus unik, tapi, yang paling penting itu bahan bajunya, bahan itu baru dasar dari sebuah baju.” melihat William yang setuju dengan sudut pandangnya sendiri, 


Jeanne sekalian saja melontarkan segala sudut pandangnya, agak terasa lega setelah mengeluarkan semuanya. “omonganmu benar juga, tunggu nanti aku akan suruh orang khusus memilih dan mencari bahan yang bagus.” William menatap ke mata Jeanne dalam-dalam, dengan agak mengapresiasi,“tentu saja, kalau kamu merasa ada bahan kain apa yang perlu dibeli kamu juga bisa minta disediakan”


“tak masalah.” Jeanne menjawab.


Merancang sebuah baju dari awal sampai akhir itu selalu menjadi impian Jeanne. Menunggu responnya, Jeanne baru akhirnya termenung seperti baru sadar, kok dia bisa tiba-tiba jadi 


karyawannya William. Lupakan sajalah, lagipula sekarang ia juga lagi senggang tidak ada kerjaan, ada sedikit pekerjaan itu selalu hal yang bagus.

Ada hal yang mereka sama-sama perhatikan, mereka berdua bicara dengan senang, terus sampai.

Tengah malam, baru kembali ke kamar tidur bersama-sama.


Tidak ada seorangpun yang menyadari kalau pembantu yang sedang berberes di ruang belajar lantai satu, mengambil kesempatan di tengah malam dan berlari keluar. Pembantu itu diam-diam keluar rumah itu dan langsung berlari ke rumah besar sana.


“kenapa kamu bisa datang selarut ini” sekalinya ia melihat Siti, Alexa langsung mengernyitkan alisnya, dengan wajah penuh ketidaksabaran, “kalau sampai tante Thea liat bagaimana?” 


Siti takut kalau ia melapor telat seperti kejadian waktu itu, membuat Alexa jadi tidak senang, dan kehilangan tugas sebaik ini. Sekarang ini ia juga tak mempedulikan sebanyak itu, ia buru-buru berkata: “nona Alexa, aku datang karena ada hal penting.”


Alexa sudah lumayan sadar setelah menguap, ia bertanya: “ada masalah apa?” “malam ini tuan muda dan nona muda ada di ruang belajar sampai tengah malam, baru kembali ke kamar tidur.” suara Siti semakin lama semakin kecil, ia juga berulang kali mengintip raut wajah Alexa.


Siti tahu semua kegundahan hati Alexa, di hati Siti juga cuma nona Alexa saja yang cocok untuk tuan muda. Sekarang mata tuan muda itu hanya dibingungkan oleh Jessy si penggoda 


itu. Apalagi wanita itu awalnya sering menggoda pria lain, pasti sudah sangat berpengalaman. Karena terpikirkan hal ini, Siti mau tak mau mencuri pandang dengan simpati ke Alexa.

Mendengar Siti bicara seperti itu, Alexa dalam sekejap tidak ada niatan untuk tidur lagi, wajahnya muram, “kak William, tanpa disangka membiarkan Jessy melihat ruang belajarnya?” tanya Alexa


“saya melihat dengan mata kepala saya sendiri.” Siti buru-buru menambahkan. Kuku Alexa sampai hampir terbenam dalam telapak tangannya, mana mungkin ini. Tempat seperti apa ruang belajar William itu? Biasanya juga hanya pengurus rumah yang bisa masuk ke sana. Pembantu saja tidak boleh masuk ke dalam. Sekarang Jessy tanpa disangka malah masuk ke sana, juga diam di sana bersama dengan kak William selama itu, atas dasar apa dia? Semua ini, semua ini harusnya jadi hak aku. Malah Jessy yang merebutnya. Alexa benci sekali sampai mulutnya terasa gatal dan setelah beberapa saat ia baru bisa berteriak, “Jessy!”

Novel Terkait

Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
5 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu