Wanita Pengganti Idaman William - Bab 96 Hampir Saja Ketahuan

Bab 96 Hampir Saja Ketahuan


Alexa sadar dan paham akan maksud mamanya itu, karena itu ia mengangguk dan mengontrol perasaannya. Memang benar, Alexa masih punya kesempatan, tidak boleh karena satu hambatan ini ia jadi kelabakan.

Jessy, pasti akan ada waktunya suatu hari nanti!


……


Di sisi Jeanne, ia masih tak tahu kalau Alexa berencana beradu dengannya secara perlahan.

Setelah mereka berdua pulang ke rumah baru, William tiba-tiba bertanya: “oh iya, omong-omong bagaimana dengan pembuatan baju di bagian desain sana, 2 hari lagi perusahaan sudah akan segera dipublikasikan.”

Jeanne mengernyitkan alisnya dan menjawab: “harusnya sudah kurang lebih ya, di aku sini sisa satu pakaian, malam ini aku kerjakan, harusnya selesai semua.”

William mengangguk dan berkata: “sudah bekerja keras ya.”

Jeanne menggelengkan kepala, bilang kalau ia mau cuci muka dan lain-lain, kemudian masuk kamar mandi. Tidak lama kemudian setelah selesai, tanpa mempedulikan William, Jeanne mengurus dirinya sendiri duduk dan mulai bekerja

William melihat namun juga tidak banyak bicara, ia mengambil baju tidurnya dan masuk je kamar mandi, setelahnya saat keluar juga tidak mengganggu Jeanne, ia malah mengambil sebuah majalah bisnis, membukakan diri sendiri sebotol anggur merah, duduk di sofa kamar dan dengan santai membolak-balikkan halaman majalah sembari membaca.

Hanya saja tulisan di buku itu mau dilihat bagaimanapun tidak bisa masuk ke otak William, pandangannya selalu tanpa sadar terarah ke Jeanne. Di bawah sorot lampu yang hangat, bayangan punggung Jeanne jadi terlihat sangat amat kurus kecil, membuat orang tak tahan mau memeluknya.

William meminum seteguk anggur merah, sorot matanya terus memandang jauh ke arah Jeanne. Mengingat kembali hubungan mereka selama ini, tiba-tiba ia merasa, kalau begini terus juga lumayan.

Jeanne secara natural dapat merasakan tatapan dari belakangnya itu, dalam sekejap mata badannya jadi kaku, tapi dengan cepat ia dapat mengontrol kembali, memaksa dirinya untuk tidak mempedulikan, fokus ke pekerjaannya sekarang ini. Tidak tahu juga sudah berapa lama Jeanne sibuk, akhirnya pakaian terakhir bisa diselesaikannya.

“akhirnya selesai!” Jeanne tak bisa menahan diri dan meregangkan pinggangnya, ia melihat mahakaryanya dengan wajah penuh kagum dan puas.

Mendengar ada suara, William menengok dan melihat ke arahnya.
“sangat sempurna.” mau tak mau William lagi-lagi mengakui bakat Jeanne dalam bidang desain ini. Lihat saja pakaian itu warnanya cerah, kesan 3 dimensinya sangat cukup, sangat mampu menarik pandangan orang.

Mendengar pujian dari William, Jeanne baru saja berpikir mau mengatakan beberapa kalimat rendah hati, tak menyangka pada saat itu perutnya berbunyi karena lapar. Suaranya tidak kecil lagi, Jeanne bisa pastikan kalau si William itu pasti mendengarnya. Seketika itu juga wajah Jeanne sekilas terlihat malu.

“kamu lapar?” William malah tidak menertawakan Jeanne, ia bertanya dengan suara pelan.

Jeanne mengangguk malu-malu dan menjawab “iya nih sedikit.”
Malam ini makan di rumah Alexa, Jeanne hampir tidak makan apa-apa hitungannya, apalagi barusan bekerja keras, tentu banyak energi yang terkuras dengan cepat.

William juga tidak bicara basa-basi lagi, ia menyuruh Jeanne memerintahkan pembantu untuk memasak sesuatu.

Jeanne tidak menolak, ia mengangguk berbalik badan dan beranjak pergi. Saat sampai di dapur, pembantu sudah pulang kerja.

Jeanne juga tidak mau merepotkan, ia mau masak sendiri saja sedikit. Hanya saja saat ia membuka kulkas, matanya terdiam. Di dalam kulkas semuanya makanan mentah, membuat Jeanne tak tahu harus mulai dari mana.

Jeanne tidak percaya kalau dapur yang besar seperti itu tidak ada makanan instan, ia mulai mencari-cari, akhirnya ia menemukan indomie.

“untung ada kamu, kalau tidak malam ini aku akan kelaparan.”

Jeanne mengambil mie dan bersiap memasak semangkuk untuk dirinya sendiri, tiba-tiba teringat kalau di lantai atas masih ada William, sudah lama sejak makan tadi, ia pasti lapar juga kan? Ditambah lagi tadi di rumah Alexa, Jeanne juga tidak melihat William makan banyak. Karena berpikir seperti itu, Jeanne naik ke atas dan bertanya.

“William, apa kamu mau makan juga sedikit?” mendengar pertanyaan itu, William agak terkejut.

William langsung melihat jam di telepon genggamnya, ia mengernyitkan alisnya dan bertanya: “sudah jam segini, pembantu juga seharusnya sudah pulang kerja semua kan?”

“iya, jadi aku rencananya mau masak sendiri, kebetulan aku kepikiran kalau tadi malam sepertinya kamu juga tidak makan banyak, jadi aku tanya deh.”

Jeanne menjawab tanpa berpikir banyak, malah membuat William menyipitkan matanya ragu. Karena ia tidak pernah mendengar kalau putri dari keluarga Julian itu bisa masak, menginjak dapurpun tidak pernah.

Katanya, nona ini tinggal membuka mulutnya dan mengulurkan tangannya saja untuk dapat makanan, tidak usah bicara soal menikah ke dalam keluarga William, di rumahnya sendiri saja “bossy” dan menggunakan kekuasaannya seenaknya.

Jeanne malah tidak tahu kalau ia lagi-lagi memicu kecurigaan William, melihat William yang lama dan tak berbicara, ia bertanya sekali lagi.

“kamu makan gak?”

William kembali ke kesadarannya, matanya memandang Jeanne dalam-dalam, menjawab: “makan.”

Jeanne mengangguk, kemudian berbalik badan turun ke lantai satu dan siap-siap, sama sekali tak merasakan ada yang aneh dengan William, juga tidak merasa kalau ada yang tak pantas kalau ia turun tangan sendiri ke dapur.

Ya lagi Jeanne terlalu lapar!

Malahan William yang melihat tampak belakang Jeanne berjalan pergi, seperti kepikiran sesuatu, ia meletakkan majalah yang ada di tangannya dan ikut turun.

William pergi ke dapur, melihat Jeanne yang sudah memakai apron masak, merapihkan bahan makanan di lemari dapur seperti ahli.

Mencuci sayur, memotong sayur, memotong daging, memasak dengan minyak, merebus mie, semua gerakannya terlihat seperti gerakan yang ia sering lakukan. Tidak lama kemudian, dua mangkuk mie saus hitam yang wangi tersaji di meja makan.

Bentuk dan rasa yang semua bagus, membuat William yang melihatnya terkejut sekali dalam lubuk hati, dan terlebih lagi bingung.

“sudah bisa dimakan.” Jeanne seperti sebelumnya tak menyadari kalau mata William nampak terkejut, ia berbicara sambil mengoper sumpit pada William.

William kembali ke kesadarannya, mengamati Jeanne sekilas, duduk dan makan. Gerakan William sangat elegan, seperti benda seni yang mempunyai nilai artistik yang membuat orang kagum, membuat Jeanne yang melihat mencentangkan lidahnya dalam hati.

Ya pantas dipanggil orang yang pernah belajar etiket, makan mie saja lebih elegan dari orang lain.

“rasanya lumayan kan?” tanya Jeanne.

Melihat William yang meletakkan sumpitnya, bertanya secara refleks.


William menatap Jeanne dengan sorot mata yang rumit dan menjawab: “lumayan.”

“baguslah kalau kamu bisa makan.” tidak tahu juga apa Jeanne menerima komen baik dari William, Jeanne saat itu larut dalam mienya sendiri dan makan dengan senang. Karena lapar, Jeanne makannya cepat sekali.

William terus memperhatikan Jeanne, tiba-tiba ia pura-pura bertanya tanpa maksud banyak: “apa kamu sering masak di rumah?”

“ya, dulu aku sering masak, aku......”
Jeanne tanpa sadar menjawab seperti itu, akhirnya baru bicara setengah, ia baru menyadari dan tidak percaya kalau ia keceplosan.

“kamu apa?” William seperti tidak melihat ada yang beda di raut wajah Jeanne, lanjut bertanya.
Mendengar hal itu, Jeanne melihat William dengan agak sedikit menghindar, hatinya gugup.

“a......aku dulu pas kuliah, tidak terbiasa makan makanan dari luar, jadi kadang aku akan memasak mie sendiri.”

Melihat ekspresi wajah Jeanne yang tidak tenang, William menurunkan pandangannya dan bertanya:“hanya bisa memasak mie?”

Mendengar kalimat itu, Jeanne juga tak tahu sebenarnya William percaya atau tidak, ia juga hanya bisa bertebal muka dan berkata: “iya, cuma bisa ini, soalnya ini paling mudah.”

William melihat situasi itu malah tiba-tiba tertawa. “bisa masak mie juga sudah sangat lumayan, jaman sekarang tidak banyak wanita yang bisa masak sendiri ke dapur.”

Mendengarnya, Jeanne tak tahan untuk menghela nafas. Kalimat itu terdengar seperti William sudah percaya padanya.

Jeanne berpikir dan menyesuaikan kata-katanya, kemudian menunduk dan fokus makan mie. Melihat Jeanne yang menunduk dan menyantap makanannya, kedua mata William agak menyipit.

Bagaimana bisa William tidak menyadari kegugupan wanita ini tadi, seperti menutupi sesuatu, membuat William dalam hati merasa ada yang salah, tapi saat itu juga tak terpikir, mana yang salah, hanya bisa menahan diri sementara, tunggu dan mencaritahu lagi nanti.

Jeanne tidak tahu kecurigaan yang ada dalam hati William, tapi karena hampir terbongkar tadi kedoknya, hati Jeanne jadi merasa takut ketahuan, bahkan sampai takut berduaan saja dengan William.

Jadi Jeanne menghabiskan mienya dengan cepat, dengan alasan menyelesaikan kerjaan, pergi ke lantai atas duluan.
Sesampainya di kamar, tanpa sadar Jeanne menepuk-nepuk dadanya dan mengingatkan diri sendiri: “malam ini bahaya sekali, tadi hampir saja ketahuan, lain kali harus lebih diperhatikan!”

Novel Terkait

Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu