Wanita Pengganti Idaman William - Bab 120 Untung Tidak Hamil

Bab 120 Untung Tidak Hamil


William dan Jeanne kembali ke rumah, baru saja mereka berdua memasuki pintu rumah, pengurus rumah sudah berjalan mendekat. “tuan muda, nona muda, kalian akhirnya pulang juga, kakek David datang, sedang terus menunggu kabar dari kalian bersama nyonya Thea di ruang tamu.” 


Mendengarnya, Jeanne refleks mengernyitkan alisnya. Tentu Jeanne tahu kabar apa yang dimaksud kata-kata pengurus rumah itu. Berpikir seperti itu, mata Jeanne tanpa bisa ditahan bersinar seperti mencela. Masalah mereka pergi ke rumah sakit itu tidak dibicarakan ke siapa-siapa, mereka malah tidak tahu bagaimana rumornya bisa menyebar sampai ke telinga dua orang ini.


Kelihatannya memang benar tidak ada rahasia apapun di keluarga ini. William malah tidak berpikir sebanyak Jeanne. Tapi raut wajahnya juga tidak terlalu bagus. William saja dengan Jeanne, tahu apa kabar yang sedang ditunggu kakek David dan lainnya, hanya saja masalah ini tidak terduga. 


“aku ikut kamu ke sana, Jessy, kamu kembali ke kamar dan istirahat saja.” William berpikir keras untuk membuat rencana tersebut.


Kalau tidak kalau William membiarkan Jessy ikut ke sana, pada saatnya nanti ia bicarakan kondisi sesungguhnya, takutnya mamanya akan bicara sesuatu yang tidak enak didengar, mereka berdua nanti bertengkar lagi.


Jeanne awalnya juga tak begitu ingin pergi, saat itu mendengar kata-kata William itu, refleks Jeanne senang dan jadi santai. Tapi di luarnya Jeanne masih berpura-pura perhatian dan bertanya: “apa tidak apa-apa kalau kamu ke sana sendirian?”


“tidak apa-apa, aku ke sana sendirian saja bisa kok.” William menjawab. 


Memang kata-kata itulah yang Jeanne tunggu-tunggu, segera setelahnya ia menganggukkan kepalanya, berbalik badan dan beranjak pergi. Setelah Jeanne pergi, baru William berjalan ke kediaman utama sana. 

“William datang.” kakek David orang pertama yang menyadari kehadiran William, memanggil dengan iringan tawanya.


William mengangguk, jalan ke samping kakek, menyapa dengan hornat: “kakek David, mama.” 


“kenapa cuma kamu sendirian, mana Jessy?” nyonya Thea memandang ke belakang William, bertanya dengan mengernyitkan alis dan tidak puas karena dari awal sampai akhir Jessy tidak terlihat.


“Jessy masih agak tidak enak badan, aku menyuruhnya pulang dulu dan istirahat.” melihat situasi itu, William menjawab dengan senyuman kecil. 


“tidak enak badan, kenapa begitu? Oh iya, kalian pergi check-up ke rumah sakit, apa yang dokter katakan, apakah sudah hamil?” sekalinya kakek David mendengar kata-katanya, ia bertanya bertubi-tubi.


Nyonya Thea juga melihat ke arah William, menunggu jawabannya. 


“uhuk, kakek David, sebenarnya masalah ini semua adalah kesalahpahaman, pencernaan Jessy kurang sehat saja, bukan seperti yang kalian pikirkan itu.” William kurang lebih menjelaskan garis besar situasinya, membuat kakek David sangat kecewa mendengarnya.


“sakit pencernaan, aku kira sudah hamil.” kakek David menggerutu, segera setelahnya seperti kepikiran sesuatu, ia melihat lagi ke arah William。 

“bukannya Jessy dari dulu selalu baik-baik saja? Kok bisa tiba-tiba sakit pencernaan apakah mungkin pekerjaan dari kantor terlalu banyak, kamu membuatnya sibuk sampai tidak bisa makan dengan baik?”


Mendengar kakek David menyalahkan masalah Jessy tidak enak badan pada putranya sendiri, raut wajah nyonya Thea langsung berubah jadi buruk. Thea membuka mulutnya seperti mau bilang sesuatu, tapi ia keduluan sama William.


“munngkin saja ada kaitannya dengan alasan tersebut, tapi aku sudah menyuruh orang untuk mengurangi beban kerjanya, nanti aku akan perhatikan itu juga.” William berkata meyakinkan, kakek David baru melepaskannya.


Nyonya Thea tidak puas mendengarnya di samping mereka, tapi ya sulit juga kalau bicara apapun lagi di depan kakek David. Segera setelahnya mereka bertiga membicarakan hal lain sejenak, baru masing-masing pergi. Saat mereka sudah pergi, nyonya Thea baru tidak bisa menahan diri dan menghela nafas lega di atas sofa. Untung saja belum hamil......apalagi di kediaman baru. 


Setelah Jeanne kembali, ia tidak langsung kembali ke kamar, melainkan ia duduk di sofa ruang tamu dan menunggu William. Tidak tahu juga kemana, perasaannya jadi berantakan campur aduk semakin ia menunggu. Terutama saat melihat pembantu yang bergerak di sekitarnya, ia sangat terganggu. Tidak tahu juga si William pergi bicara soal apa ke kakek David dan lainnya. Jeanne duduk sendirian di sofa sambil pikirannya kemana-mana. Tidak lama kemudian, William pulang. 


Melihat William, Jeanne buru-buru bangkit berdiri dari sofa dan bertanya: “William, kakek David dan lainnya ada bilang apa tidak?


“semua tidak bilang apa-apa, kamu tidak perlu khawatir.” melihat eskpresi wajah Jeanne, bagaimana mungkin William tidak tahu perasaan Jeanne, berkata untuk menghibur. 


“aku tidak apa-apa, hanya takut kakek David akan sangat kecewa saja.” Jeanne menghela nafasnya, berkata dengan khawatir.


William tertawa dan berkata: “kecewa pasti ada sih, tapi kan masalah ini dokter juga sudah bilang, tidak bisa dipaksakan, kamu juga tidak perlu khawatir, nanti pasti ada kok.” 


Mendengar kata-kata menghibur itu, ekspresi Jeanne seperti terhenti sejenak, tiba-tiba merasa agak bersalah padanya. Jeanne tahu kenapa ia tidak hamil, apalagi memang obat itu sejak muncul tidak pernah seharipun tidak ia minum. Ditambah lagi, tidak peduli kalau keluarga William mengiyakan, dan Julian mengiyakan, ia sendiri tidak mau mengandung dan melahirkan anak. Ia sendiri juga tahu jelas kalau anak ini tidak boleh ada.


Berpikir seperti itu, rasa bersalah dalam hati Jeanne lantas bertambah parah, tapi William masih ada di sana, jadi Jeanne hanya bisa memaksakan diri untuk senyum.


“iya ya, nanti pasti ada.” 


William sama sekali tidak menyadari keanehan Jeanne, mendengar Jeanne bicara seperti itu, ia mengangguk menyetujui dan berkata: “kamu jangan terlalu banyak pikiran, istirahat saja baik-baik, aku masih ada urusan di kantor, pergi dulu ya, kalau ada masalah apa, telepon saja aku.” selesai bicara, William berjalan sampai ke hadapan Jeanne, kemudian mencium ringan kening Jeanne dan langsung pergi.


Melihat tampak belakang William yang beranjak pergi, Jeanne tampa alasan yang jelas merasa sedih. Jeanne mengayun-ayunkan kepalanya, merasa kalau ia agak 'sakit'. Sesuai dengan perkataan Julian, semua hal di sini bukan milik Jeanne, Jeanne ada di sini karena satu kalimat dari Julian, tidak tahu juga buat apa ia sedih tidak jelas seperti itu.


Tanpa henti Jeanne mencona untuk menghipnotis dirinya sendiri, tidak mau menganggap semua ini sebagai kenyataan. Tidak tahu juga apa hipnotis Jeanne ada gunanya, tidak lama kemudian, gejolak emosi dalam hatinya jadi tenang.


Terlihat kalau Jeanne mengambil nafas dalam-dalam, bangkit berdiri dari sofa. Awalnya Jeanne berencana untuk kembali ke kamar, tapi malah tidak tahu kenapa ia kepikiran soal kakek David.


Memang di rumah ini kakek David itu yang paling baik sama Jeanne, juga selalu mengharapkan Jeanne bisa memberikannya seorang cicit, sekarang membuat kakek David kecewa, takutnya hati kakek David jadi sedih, Jeanne merasa sebaiknya ia pergi dan melihat kondisi kakek. Berpikir seperti itu, Jeanne akhirnya pergi ke kediaman kakek David. 


“anak ini, bukannya William bilang kesehatan kamu kurang sehat, tidak tahu juga caranya banyak istirahat di rumah, datang melihat orang tua sepertiku apa yang sangat bagus dilihat?” 


Mengetahui Jeanne datang, kakek David buru-buru keluar dari ruang belajar, mulutnya juga tidak bisa menghentikan kata-katanya keluar. Nada bicara yang penuh perhatian itu membuat Jeanne yang mendengarnya jadi merasa hangat.


“sebenarnya sih aku tidak apa-apa, si William tuh yang membesar-besarkan masalah kecil, malahan kakek David, kali ini aku belum......hamil, membuat kakek David sia-sia tadi senang.” Jeanne bicara dengan sedih. Itupun bukan perasaan yang pura-pura, malahan ia benar-benar sedih.


Karena Jeanne tahu, kalau saja ia ada sehari di rumah keluarga William, maka anak dari William akan sehari juga tidak ada di sana, harapan kakek David untuk mempunyai cicit juga tidak akan bisa tercapai. Kakek David sama sekali tidak tahu kalau dalam hati Jeanne terus menyalahkan dirinya sendiri.


Melihat kesedihan di wajah Jeanne, kakek David menepuk pundak Jeanne dan berkata untuk menghibur: “kamu tidak perlu menyalahkan dirimu sendiri, ini juga bukan masalah yang mudah atau apa, bukannya bilang hamil langsung hamil kan, kita harus ikut sesuai dengan alam, tidak bisa menunjuk di hari apa hamilnya kan?” mendengar kata-kata kakek David, perasaan bersalah dalam hati Jeanne tak terbandingi.


Jeanne memaksakan diri untuk tampil seperti tak ada yang aneh, ia mengangguk sambil tersenyum: “apa yang kakek David katakan benar, mungkin saja hari yang tidak ditentukan itu tiba-tiba hamil.”


Kakek David yang melihat Jeanne mulai ada semangat lagi, juga ikut lega: “benar begitu, jadi kaku jangan terlalu tertekan ya, tenang saja.” mendengar kata-kata penuh perhatian kakek David, Jeanne sangat terharu.

Novel Terkait

The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu