Wanita Pengganti Idaman William - Bab 369 Jangan Usir Aku

Mendengar pertanyaannya, respon bawah sadarnya adalah memandang ke arahnya.

Begitu bertemu dengan Jeanne yang sudah beberapa saat merawat diri, wajahnya terlihat lebih segar, bahkan pipinya agak sedikit tembem.

Tubuhnya yang dulu kurus kini menjadi lebih berisi.

Meskipun dia mengenakan baju tidur yang menutupi tubuhnya, tetap saja lekuk tubuhnya terlihat jelas.

William memandang, dan tatapannya selintas agak buram.

Terutama ketika dia teringat lagi beberapa waktu lalu dia terpikat oleh wanita lain, saat ini dia tidak sabar ingin menghirup dalam-dalam wangi tubuh Jeanne supaya bisa menghapus perasaannya terhadap wanita lain.

Dia melangkah dengan cepat ke ranjang, Jeanne mengira dia mau istirahat jadi dia bergeser dan memberikan tempat.

Ternyata William naik ke ranjang dan langsung memeluk Jeanne.

Hembusan napasnya terasa di telinga Jeanne, membuatnya bergidik.

“William…. Ughhh…”

Baru saja mengucapkan dua patah kata, yang tersisa hanyalah ciuman di antara mereka.

Jeanne tidak tahu apa yang terjadi, tapi dia tidak menolak ciuman dan pelukan William, bahkan dengan mantap membalasnya.

Semuanya larut menjadi satu.

Namun karena tubuh Jeanne masih terluka, William tidak melakukannya terlalu lama.

Bisa dibilang, Jeanne juga sangat lelah.

Dia berbaring, tubuhnya lemas tak bertenaga, lalu dia tertidur.

……

Keesokan harinya, matahari sudah bersinar terik.

Jeanne dan William bangun tidur bersamaan.

Setelah mencuci muka dan membersihkan diri seadanya, mereka pun turun kebawah untuk sarapan.

Tepat pada saat ini, pembantu keluarga menghampiri mereka dengan tergopoh-gopoh.

“Tuan Muda, diluar ada orang yang mencari anda.”

“Siapa?”

Tanya William.

Baru saja pembantunya mau menjawab, tapi begitu melihat Jeanne dia tidak jadi berbicara dan merasa sungkan.

Melihat kejadian itu, William mengerutkan kening.

Jeanne juga merasa ada yang aneh.

Dia mendongak memandang William.

William balas menatap dia, lalu memandang pembantu.

“Hm?”

Dia berdeham, pembantu tersebut tertawa sungkan : “Tuan Muda, lebih baik anda pergi sendiri melihatnya.”

Alis William bertaut, namun dia tetap berjalan keluar.

Jeanne mengikutinya dari belakang.

Begitu mereka berdua sampai di depan pintu, ternyata yang berdiri di depan pintu adalah wanita penghibur yang semalam, pakaian yang dikenakannya juga masih pakaian semalam.

Satu-satunya yang tidak sama adalah kerudungnya sudah dilepas, menunjukkan raut wajah yang cantik.

Jeanne memandangnya tanpa berkedip, perempuan di hadapannya ini membuat dia sendiri sebagai wanita merasa malu.

Kebalikan dengan reaksi Jeanne yang tercengang, ekspresi muka William semakin gusar.

“Kenapa kamu bisa datang kesini?”

Dia bertanya dengan nada suara marah.

Perempuan itu bertingkah seolah-olah tidak melihat Jeanne, dan begitu mendengar ucapan William, ekspresi wajahnya terlihat sedih.

“Semalam, setelah anda pergi, saya tidak tahu harus pergi kemana”

Seperti suara kalajengking yang berdesis, Jeanne pun tidak tahan hingga menggertakkan giginya.

Tapi dia dengan cepat menguasai diri, meskipun hatinya mulai merasa tidak senang.

Jadi maksud wanita ini adalah semalam mereka berdua bersama.

Dia mengigit bibirnya yang merah sambil menatap ke arah William.

“Apa-apaan ini?”

William mengerutkan alisnya, kepalanya terasa pusing : “Dia adalah pemberian dari customer, dan aku sudah menyuruh Hans untuk mengurusnya, entah kenapa dia bisa datang kesini.”

Dia memberikan penjelasan singkat, Jeanne sampai tidak bisa berkata-kata.

Meskipun dalam hatinya amarahnya mendidih, tapi marahnya bukan tertuju pada William.

William memperhatikan reaksi Jeanne.

William merasa lega dia tidak melihat ekspresi marah di wajah Jeanne.

Tapi gerakan hati-hati ini, William tidak menunjukannya.

“Tidak usah diambil hati, aku akan menyuruh orang mengurus wanita ini.”

Dia berusaha menenangkan Jeanne, tapi dia memberikan sorot mata mengancam ke wanita penghibur itu.

Wanita penghibur itu melihat gelagat aneh, kemudian dia menggigit bibirnya, dan memasang tampang memelas.

William langsung menarik pandangannya dan mengeluarkan handphone tanpa menunggu wanita itu berbicara.

“Hans, cepat datang ke rumah.”

Hans agak terkejut ketika menerima telepon dari Presdirnya dengan nada suara yang marah, lalu dia buru-buru menjawab.

Mendengar ucapan William, mata wanita penghibur itu bersinar.

Dia menatap William dengan tatapan kosong sambil memohon : “Tuan, jangan usir saya, saya tidak punya tempat untuk berteduh lagi setelah kepergian anda, bisakah anda membiarkan saya tinggal disini, saya jamin saya tidak akan merepotkan.”

William sama sekali tidak menggubrisnya, dia malah memalingkan kepala memandang Jeanne.

“Capek ya? Kamu pulang makan dulu saja, setelah aku selesai mengurus ini aku akan menyusul.

Jeanne menggelengkan kepala.

“Tidak usah, aku temani dirimu saja.”

Tepat pada saat itu, terdengar suara rem mobil dari luar pintu.

“Presdir.”

Hans turun dari mobil dan langsung memberi hormat, lalu pandangannya menyapu ke arah wanita penghibur yang ada disamping, sorot matanya terlihat bingung dan terkejut.

Kelihatannya, Presdir memanggilnya kesini untuk mengurus wanita ini.

Dan memang begitulah kenyataannya.

“Hans, bawa dia pergi.”

William memerintahkan dengan muka datar.

Wanita itu mengernyit lalu memohon sekali lagi.

“Tuan, saya mohon jangan usir saya, saya jamin saya akan menuruti perkataan anda, saya juga tidak akan mengganggu anda.”

Melihat wanita itu yang memelas memohon belas kasih, membuat Jeane merasa kasihan.

Dia mengalihkan pandangannya ke arah William.

William memicingkan mata sambil menatap wanita penghibur itu dari atas sampai bawah, seperti sedang mempertimbangkan sesuatu.

“Kamu benar-benar ingin tinggal disini, dan mau kerja apa saja?”

Wanita penghibur itu mengira ini adalah sebuah permainan, jadi dia senang hati menggangguk.

Jeanne yang awalnya tidak begitu menghiraukan dia, saat ini dia tak tahan lalu mulai ikut memperhatikan.

Jadi, dia memutuskan untuk membiarkan wanita ini tinggal disini?

Dia memandang dengan penuh tanda tanya ke arah William.

William juga menyadarinya, tapi dia tidak menghiraukan tatapan Jeanne.

Dia memerintahkan Hans : “Bawa dia pergi ke Goclub.”

Wanita penghibur itu terkejut mendengar dia akan dibawa pergi, senyumnya langsung kaku.

“Tuan, bukankah anda barusan berjanji kalau….”

Belum selesai ucapannya, Hans langsung membawa dia dengan paksa ke dalam mobil.

Masalahnya bukan karena dia, tapi karena Presdirnya sudah memberikan tatapan peringatan.

“Apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku.”

Wanita penghibur itu tidak rela dirinya dibawa pergi, sembari berontak berusaha melepaskan diri dia menatap William.

“Tuan…”

Dia masih ingin memohon, tapi William sudah tidak menghiraukannya, malah menggandeng tangan Jeanne lalu kembali ke rumah baru.

“Ayo, kita jalan.”

Jeanne menatap William, dan mendengar suara dari belakang dia tak tahan dan menoleh.

Dia melihat wanita penghibur itu memberontak, hanya saja tenaganya kalah dibanding dengan Hans, jadi dia tidak bisa melepaskan diri.

Dia memandangi sampai wanita itu ditarik masuk ke dalam mobil, baru menarik kembali pandangannya.

“Apakah nantinya dia akan terus menggelayutimu?”

Dia menggosok bibirnya, dan bertanya dengan perasaan mengganjal di dalam hatinya.

Mendengar pertanyaan itu, ekspresi wajah William terlihat jijik.

“Tenang saja, tidak akan.”

Kemudian dia menggandeng tangan Jeanne erat-erat, seperti sedang berjanji kepadanya.

Mendengar perkataan William, hatinya merasa sedikit lebih baik.

Dia tak bisa menahan diri untuk melihat ke belakang, dan diluar pintu sudah tak terlihat bayangan Hans dan wanita penghibur itu.

Dan gerak-gerik Jeanne juga diperhatikan oleh William.

Dia menatap Jeanne dalam-dalam, kemudian menyadari apa yang dipikirkan oleh Jeanne.

Hanya saja ada beberapa hal yang tidak bisa dibahas saat ini.

Identitas wanita penghibur itu sepertinya bukan orang biasa….

Meskipun alamat kediaman Sunarya di ibukota bukanlah rahasia besar, namun semalam dia sama sekali tidak menunjukkan kalau William adalah anggota keluarga Sunarya.

Bahkan orang itu bisa mencari sampai ke rumah, hal inilah yang membuat William berpikir.

Sambil berpikir, tak terasa matanya terasa panas dan berair.

Novel Terkait

Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu