Wanita Pengganti Idaman William - Bab 8 Semua Yang Jadi Hakmu Tidak Akan Direbut

Bab 8 Semua Yang Jadi Hakmu Tidak Akan Direbut


Jeanne menerima tamparan tanpa tahu alasan pastinya, setengah wajahnya terasa kaku, pikirannya jadi kacau balau. Pengurus rumah juga tidak memperkirakan bahwa nyonya yang selama ini elegan berkelas akan menggunakan kekerasan, setelah bengong beberapa saat kesadarannya baru kembali, berkata: “nyonya, nona muda kayaknya belum terlalu jelas akan situasinya, makanya……”


“makanya baru apa? Aku rasa dia itu tidak tahu diri saja! Tidak tahu batasan yang harus dijaga sebagai istri orang.” nyonya Thea berkata dengan kata-kata yang kasar dan wajah yang galak. Dari dulu hubungan ibu mertua dan menantu mereka memang tidak baik. Hanya saja, sebagai orang yang lebih tua ia punya status yang lebih tinggi. Ia merasa tidak ada perlunya meladeni orang sekelas Jessy. Tapi hari ini Jeanne mengusik batas kesabarannya. Nyonya Thea hanya terus mempelototi Jeanne dengan dingin. Butuh waktu yang lama untuk Jeanne kembali tidak tegang. Menurut data yang disediakan Julian, nyonya Thea adalah wanita yang sangat teramat kuat.


Dulu seringkali saat Jessy berbuat kesalahan, Julian juga memukul untuk memberinya pelajaran. Jeanne merasa ada perlunya ia menjelaskan dan membela diri, “ma, aku tidak tahu kenapa situasinya bisa jadi seperti ini aku hanya masuk dan menyelimuti William, tidak melakukan apapun”


“sembarang menyelimuti saja bisa menyebabkan masalah seperti ini, apa yang bisa aku harapkan darimu?”nyonya Thea bicara dengan dingin, Jeanne dapat mendengar dari nada bicaranya, nyonya Thea sepertinya menggertakkan gigi. Wajah Jeanne juga menunjukkan bahwa ia sepenuhnya telah disalahkan secara tidak adil, memangnya apa yang ia lakukan, William kenapa-kenapa malah ia yang disalahkan? Tanpa menunggu balasannya, wajah putih bersih nyonya Thea sedikit mendekat ke Jeanne, lalu ia berkata “kuberitahu ya kamu, sebelum William pulang, kamu mau mengacau sesukamu, aku tak akan mempedulikanmu, tqpi sekarang ia sudah kembali, kalau kamu berani melakukan apapun yang mencoreng nama baiknya, atau hal-hal yang dapat membahayakan William, aku pasti tak akan tinggal diam. Satu lagi! Masalah hari ini, sebaiknya kamu rahasiakan, kalau sampai tersebar sedikitpun, aku akan tahu itu dirimu! Pada saat itu kita tidak akan bicara soal kamu saja, tapi keluarga Julian semuanya akan jatuh dalam kesulitan!” Jeanne tidak mampu berkata apapun, ia hanya bisa mengangguk dalam keheningannya.


Setelah itu, nyonya Thea tidak berurusan dengannya lagi dan pergi menengok kondisi William. Menunggu sampai lebih larut lagi, dan menunggu sampai kondisi William sudah dipastikan baik-baik saja, suami istri itu baru pulang dan beristirahat. Sesaat sebelum pergi, mereka memerintahkan pengurus rumah untuk menjaga William dengan lebih ketat, kalau saja William sadar, ia harus langsung memberitahu mereka. Pengurus rumah tidak berani mengabaikan maupun meninggalkan William. Jeanne juga tidak berani pergi. Apalagi William jadi begini karena Jeanne sendiri, jadi ia terus diam di sisinya dan berjaga-jaga. Dalam sekejap mata hari sudah jadi terang. Sorot cahaya matahari yang hangat masuk menembus jendela yang besar seakan tertuju pada wajah William, menyebabkan bulu mata panjang William membentuk sebuah bayangan di bawah matanya, yang bergerak dan sedikit bergetar sesuai dengan cahaya matahari tersebut. William perlahan-lahan membuka kedua matanya, samar-samar ia seperti baru saja selamat dari kondisi kritis.


Rasanya bernafas seperti tercekik sampai lemas itu membuat William deg-degan, saat kebingungan itu ia mendapati ada tangan gang menggenggamnya dengan erat, sepertj mengangkatnya naik ke daratan. Ia masih mengingat suhu tangan itu, sangat, sangatlah hangat. William menolehkan wajahnya, sentak ia melihat Jeanne yang menjaganya di sisi ranjang, dengan tangannya yang masih menggenggam tangan William.


Perlahan-lahan terlihat sehelai rambut Jeanne mulai jatuh dari telinganya, hati William terasa hangat, lalu ia mengulurkan tangannya ke arah Jeanne, ia ingin membantu Jeanne merapihkan rambutnya itu. Siapa sangka, baru saja menyentuh Jeanne sedikit, seketika itupun juga ia langsung terbangun. Ia membuka matanya lebar-lebar dan memperhatikan William sejenak, setelah melihat dan memastikan bahwa William sudah sehat seperti semula ia baru menghela nafasnya sambil berkata, “terima kasih tuhan, akhienya kamu tidak kenapa-napa, sungguh hal yang sangat baik!” dengan suara yang lumayan gembira, membuat William tanpa sadar matanya terbelalak. Jeanne dengsn sangat cepat menggenggam tangan William, dengan berulang kali meminta maaf, “Aku sungguh-sungguh minta maaf, aku benar-benr tidah tahu, betapa besarnya pengaruh yang terjadi padamu karena mematikan lampu. Kalau saja aku tahu pasti tidak akan aku lakukan, kamu jangan marah padaku, kemarin malam aku juga sangat ketakutan! Aku sungguh tidak sengaja……”kata-kata wanita ini dipenuhi rasa terburu-buru namun juga hangat, membuat hati William merasa semakin hangat.


Melihat tampang Jeanne yang sangat gugup itu, William tiba-tiba mengingat kalau kali ini pingsannya berbeda dengan yang telah terjadi sebelumnya. Kalau dulu, di hadapannya seperti ada sebuah lubang hitam, dan setiap kali pasti selalu ada banyak tangan keluar menjulur dari lubang itu yang berusaha mati-matian mau menafik William ke dalamnya.


Setiap kali itu terjadi selalu saja William sendirian berusaha untuk melawan, penuh rasa takut dan tanpa harapan. Namun kali ini, ia tak menyangka ia dapat merasakan dengan jelas kalau ada seseorang yang membantu menariknya, cukup dengan kekuatan segitu saja, ia bisa merasa jauh lebih tenang.“William? Kamu kenapa? Apa masih ada yang sakit? Atau kamu sedang menyalahkan aku? Aku……”melihat William yang tidak berbicara, Jeanne bertanya banyak seperti menginterogasi. Jeanne menatap William dengan penuh kekhawatiran,William 


malah diam dan menatap Jeanne sejenak, baru bicara, “tidak kok, kalau kamu patuh dan tidur, aku tidak akan menyalahkanmu.” mata yang merah sembab menunjukkan dengan jelas kalau Jeanne tidak tidur semalaman. Jemarahan William yang semalam itu hilang sampai bersih, kata-kata yang ja ucapkan juga jadi jauh lebih lembut “hah?” Jeanne tidak menyangka laki-laki dingin ini bisa bicara sebaik itu, walaupun ia agak ragu, tapi karena ekspresi William yang sekali lagi mendukung, ia dengan patuh kembali ke kamarnya. Sesampainya di kamar ia langsung terkapar di atas ranjang, ia benar-benar ngantuk parah.


Kali ini Jeanne baru bangun setelah tidur sampai matahari sudah terik di hari berikutnya. Sudah jelas ia kelewatan makan pagi, Jeanne mencuci wajah dan mulutnya sebentar, siap-siap turun untuk mencari makanan. Baru saja ia berdiri di tangga, dari bawah terdengar kumpulan suara yang berkata, “nona muda! selamat siang nona muda!”Jeanne terdiam, jelas sekali sikap orang-orang ini sudah berubah banyak, tanpa disangka mereka semua menyapanya dengan hormat.


Jeanne curiga dalam hati kecilnya, menjawab dengan tergesa-gesa sebagai responnya. Setelah makan siang, datang sebuah telepon dari Julian, “hari ini sore jam 3, di kafe” suara Julian dingin kaku bagai es. Karena sudah tahu sikap Julian pada Jeanne memang seperti ini, Jeanne juga tidak terlalu memikirkannya. Setiap selang beberapa waktu mereka memang harus bertemu, ini sudah bagian dari kesepakatan dengan Julian dari awal, karena takut identitas Jeanne terkuak. Saat keluar rumah, Jeanne mengganti vajunya dengan rok panjang berwarna krem. Pakaiannya tertutup dan tidak terlalu mewah, dengan hiasan berbentuk mutiara putih di kepalanya, membuat Jeanne terlihat semakin anggun dan lembut.


Supir memarkirkan mobilnya di seberang kafe, menjaga jarak yang cukup jauh, Jeanne bisa melihat Julian yang ada di balik kaca. Ia duduk sendirian di dekat kaca, nampak sedang berbincang di telepon dengan seseorang, mulutnya terlihat tersenyum.


Di dalam kafe. Julian sedang berbicara di telepon dengan Jessy. “pa? Apa benar masalahnya bisa ditutupi?” suara perempuan yang manja terdengar, seperti suara saat membujuk dengan imut.


”tentu saja, kamu masih saja tidak percaya sama papa? Cuma butuh satu tahun, kamu bisa pulang dan terus menjadi nona muda.”Julian berkata dengan pasti dan yakin, “dalam waktu setahun ini, kamu tinggal saja baik-baik di luar negeri, dijamin segala sesuatu yang seharusnya hakmu tidak akan direbut!”

Novel Terkait

Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu