Wanita Pengganti Idaman William - Bab 362 Setelah Mencintai Maka Tidak Akan Dilepaskan

Jeanne sama sekali tidak mengetahui keributan di pihak Musa.

Dia berbaring dirumah sakit hampir satu minggu, lukanya baru mulai menyatu, perlahan sudah boleh turun dari ranjang dan berjalan.

Dan karena ini, ia mulai melakukan olah raga ringan.

Namun hatinya masih memikirkan orang yang menculik Jessy.

Beberapa hari ini, William bolak balik rumah sakit dan kantor, dia khawatir orang-orang itu akan mengambil kesempatan untuk berulah lagi.

“William, sudah beberapa hari berlalu, orang yang menculikku waktu itu sudah tertangkap belum?”

Meskipun ia tidak pernah bertanya, namun ketika William mengurus masalah ini ia masih bisa mendengar sedikit informasi darinya, sehingga ia tahu kalau orang-orang itu masih dalam pencarian.

William tahu apa yang ia khawatirkan, mengingat pencarian beberapa hari ini, sudah dipastikan komplotan mereka sudah tidak ada lagi di Kota Timur, lalu ia menjelaskan hasilnya dengan singkat.

“Orangnya sudah tertangkap semua, tidak perlu khawatir.”

Ketika Jeanne mendengar ucapannya, beban di hatinya langsung terlepas.

“Baguslah jika sudah tertangkap.”

Dia menatap William sambil tersenyum, melihat pipi William yang biasanya agak berdaging sekarang menjadi jauh lebih tirus, hatinya terasa sangat perih.

Selama ia tinggal di rumah sakit, semuanya dilakukan oleh pria ini sendiri, membuat perasaannya yang sudah berusaha ia kubur menjadi semakin tidak terkendali.

Dia tidak tahu harus bagaimana, ia juga tidak ingin mengubahnya.

Karena ia tahu bagaimanapun ia merubah diri, ia tetap tidak dapat merubah kenyataan kalau dia menyukai William.

Hatinya terasa begitu nyeri ketika mengingat hal ini.

Sudah terlanjur suka, namun semakin tidak bisa melepaskannya, tapi ia diharuskan untuk pergi…………

Seketika suasana hatinya memburuk.

William juga merasakannya, ia menatapnya dengan bingung.

“Kenapa? Lukamu sakit lagi?”

Jeanne melihat kekhawatiran didalam sorot matanya, ia tidak ingin memikirkan masa depan yang hanya akan membuatnya semakin sedih.

Tidak peduli bagaimana masa depannya, paling tidak sekarang dia memilikinya, kalau begitu sekarang dia harus menghargai semua yang dimilikinya, meskipun kelak ia kehilangan, dia masih memiliki kenangan yang indah yang bisa menemaninya melewati hari-harinya.

“Memang sedikit sakit, namun tidak masalah.”

Dia menggunakan ucapan untuk menutupi perasaannya.

William juga tidak banyak berpikir, malah tidak tega melihatnya.

“Kamu tunggu disini sebentar.”

Dia memapah Jeanne duduk di kursi panjang taman, disaat bersamaan berpesan pada Moli untuk menjaganya, lalu berjalan dengan langkah besar kearah gedung rumah sakit.

Jeanne mengira ia ada urusan mendadak, setelah menunggu sesaat, ia melihat William menghampiri sambil membawa kursi roda.

“Aku dorong kamu kembali kekamar.”

Tanpa menunggu Jeanne menjawab, William langsung membungkukkan badan dan menggendongnya keatas kursi roda.

Jeanne menatap lekat wajah tampan yang mendekat, hatinya terus bergetar.

“William……”

Dia mencengkram baju William, menyerukan namanya dengan penuh cinta.

Tentu saja William juga melihat rasa cinta dalam tatapannya, ia mencium sudut matanya sambil berkata : “Ayo, aku dorong kamu kembali.”

Setelah mengatakannya, ia memutar kebelakang lalu memegang handle kursi rodanya.

Moli melihat mereka berdua yang pergi menjauh, tatapannya penuh dengan perasaan yang berkecamuk.

Beberapa hari ini, dia awalnya hanya melihat sikap tuannya yang memanjakan Jeanne hingga kesela-sela tulang rusuknya, namun sekarang dia bisa melihat sendiri kalau rasa sayang tuannya sudah melampaui apapun.

Namun bukan dia tidak peduli, melainkan dia tahu, meskipun dia mempedulikannya sikap Tuannya pada wanita itu tidak akan berubah.

Sekarang dia hanya bisa menunggu, menunggu kesempatan untuk menghabisi wanita ini selamanya.

Sayangnya Jeanne tidak tahu apa yang Moli pikirkan.

Dia tinggal dirumah sakit beberapa hari lagi, lukanya sudah menyatu sampai sudah boleh membuka benang dan pulang dari rumah sakit, dia sudah tidak sabar untuk meminta William mengijinkannya pulang.

William merasa khawatir, memanggil orang untuk bertanya dengan teliti lebih detail sekali lagi.

“Lukanya sudah pulih cukup baik, mau pulang dari rumah sakit sudah boleh, namun setelah keluar dari rumah sakit tetap harus minum obat tepat waktu, dalam jangka waktu pendek jangan melakukan gerakan yang terlalu berat, istirahatlah yang cukup.”

William mendengar perkataan ini, baru merasa tenang.

Dia menoleh melihat Jeanne yang ada disampingnya, berkata sambil tersenyum : “Baiklah, jika dokter juga mengatakan tidak apa-apa, aku akan menyuruh Moli mengurus administrasi pulangmu.”

Jeanne mendengar ucapan ini langsung memberinya sebuah senyuman yang begitu lebar, membuat William yang melihatnya semakin ingin memanjakannya.

Dokter melihat mereka berdua, seolah teringat suatu hal, ekspresinya menjadi lebih tegas : “Presdir, jika nanti sudah tidak sibuk, mohon datang kekantor saya sebentar, ada beberapa hal yang ingin saya jelaskan sedikit.”

William melihat wajah dokter yang menjadi tegas tiba-tiba, sempat mengkerutkan alis namun ia tetap mengiyakan.

Dokter melihatnya mengangguk, langsung undur diri.

William sendiri yang mengurus semua administrasi kepulangan Jeanne.

Setelah semua sudah hampir rampung, ia baru berpesan pada Jeanne.

“Aku pergi menemui dokter dulu, kamu tunggu aku disini sebentar.”

Jeanne mengangguk sambil melihatnya pergi.

Dia sudah menunggu 10 menitan namun William belum juga kembali, bahkan Moli saja sudah selesai mengurus semuanya.

“Kenapa masih belum kembali?”

Jeanne tidak berhenti melihat kearah pintu sambil bergumam, wajahnya dipenuhi rasa khawatir.

Dia melihat Moli yang duduk dengan tenang di kamar, ingin memintanya pergi melihat, namun mengingat sikap Moli yang tidak baik padanya, terlebih tidak suka mendengar perintah darinya, iapun mengurungkan niatnya, ia mendorong kursi rodanya keluar dari ruang rawat.

Dia menuju ruang dokter.

Ketika berada didepan ruangan dokter, ia melihat pintu ruangan yang tidak tertutup rapat, William duduk berhadap-hadapan didepan dokter, ekspresinya sangat serius.

Ketika ia berencana mengetuk pintu untuk masuk, suara yang terdengar dari dalam ruangan membuat gerakan tangannya terhenti di udara.

“Presdir, aku ingin mengatakan hal yang sebenarnya, posisi nyonya muda yang terkena tusukan mengenai rahimnya, meskipun lukanya sudah ditutup, namun pengaruhnya terhadap kemampuan untuk hamil cukup besar, bahkan mungkin tidak akan bisa hamil.”

Jeanne yang mendengar ucapan ini serasa tersambar petir.

Dia tidak sanggup mempercayai apa yang ia dengar, ia menutup mulutnya dengan tangannya, air mata sudah menggenangi matanya.

William tidak tahu kalau Jeanne berada didepan pintu, dan sudah mendengar semua yang dikatakan dokter.

Wajahnya mengetat, ekspresinya terlihat begitu marah, setelah menghela nafas dengan kuat beberapa kali baru berhasil menenangkan amarahnya.

“Masalah ini siapa lagi yang mengetahuinya?”

Mendengar nada bicara yang tidak bersahabat, dokter bergeming, ia menjawab dengan hati-hati, “Hanya saya seorang.”

William mendengar ucapan ini, menatapnya dengan tajam dan dalam.

“Bagus sekali, aku ingin kamu menjaga rahasia ini, jika sampai ada orang ketiga yang mengetahui hal ini, aku akan membuatmu tidak bisa berada di Kota Timur ini lagi!”

Dokter cukup kesal, namun mau tidak mau ia harus tunduk pada tekanan William.

“Presdir tenang saja, masalah ini tidak akan ada orang ketiga yang mengetahuinya.”

Jeanne mendengar percakapan mereka, air matanya tidak sanggup lagi ia bendung.

Tentu saja dia tahu tujuan William melakukan ini.

Dia menggigit bibirnya dengan kuat sehingga membuat air matanya tidak jatuh.

Dan didalam ruangan dokter, setelah William mendapat janji dari dokter, ketika ia bersedia untuk bangkit dan pergi.

Jeanne melihatnya langsung merasa panik.

Dia segera menghapus air mata diwajahnya, memutar kursi rodanya dan kembali kekamarnya.

Moli melihatnya yang kembali dengan tergesa-gesa, dibelakangnya tidak ada William, langsung mengkerutkan alis, bertanya dengan nada dingin : “Bukankah kamu keluar untuk mencari tuan? Dimana dia?”

Jeanne mendengar ucapannya, sempat tercengang, didalam otaknya dipenuhi oleh obrolan William dan dokter.

Novel Terkait

Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu