Wanita Pengganti Idaman William - Bab 480 Aku Juga Benci Kamu

Jeanne terdiam sejenak, tidak tahu terpikir apa, tertawa pahit, mengangkat kepalanya menenggak habis alkohol dalam gelas alkohol, “kapan dia idak mengganggu orang?”

Jeanne selesai bicara, bersiap menuangkan alkohol lagi untuk diri sendiri.

Ivan menahan tangan Jeanne, merebut botol alkohol, khawatir berkata: “Jeanne, jangan minum lagi!”

“Tapi aku masih sedih.”

Jeanne dengan merasa bersalah melihat ke arah Ivan.

Ivan dalam hati juga sulit menerima, “tidak peduli betapa sedih, kamu juga tidak boleh menjadikan dirimu sendiri tidak penting, tidak ada masalah yang tidak berlalu.”

Jeanne melihat Ivan, dengan ekspresi yang ambigu, “benar, tidak ada masalah yang tidak berlalu, ya sudahlah kalau William tidak percaya aku, lagipula tidak lama lagi aku akan pergi, pada saatnya, aku pasti akan melupakannya, pasti akan melupakannya”

“Pergi?”

Ivan mengernyitkan alis, dengan bingung dan tidak paham melihat Jeanne.

“Benar, segera aku akan pergi, pada saatnya pergi ke tempat dimana tidak ada seorangpun, begini apa aku tidak akan sedih ?”

Jeanne menarik ujung bibirnya dan melihat Ivan.

Ivan terkejut dalam hati. “Jeanne, kamu suka William?”

“Suka? Mungkin saja!”Jeanne tersenyum pahit.

Ivan melihatnya, hatinya sakit, seperti ada jutaan semut menggigitnya.

“Jeanne, jangan berpikir terlalu jauh, mungkin saja akhir dari masalahnya tidak segawat yang kamu pikirkan.”

Ivan tidak tahu sebenarnya terjadi masalah apa, tapi juga tidak ingin melihat Jeanne seputus asa ini.

Lagian Ivan juga harusnya dari awal terpikir, pria sebagus itu, Jeanne berhubungan dengan dia mana mungkin tidak tergerak hatinya.

Jeanne sedang ingin menggelengkan kepala, muncul rasa tidak enak di dadanya tiba-tiba, Jeanne menutup mulutnya dan berlari terhuyung ke arah kamar mandi.

Ivan mengikuti karena khawatir, dari dalam toilet muncul suara muntahan.

“Jeanne, tidak apa-apa kan?”

“……”

Jeanne tidak merespon, memeluk kloset dan lanjut muntah.

Agak malam, Jeanne baru berjalan sempoyongan keluar.

“Jeanne, kamu kenapa?”

Ivan mendekat memapah Jeanne penuh kekhawatiran.

Jeanne wajahnya memerah, dengan samar-samar dan buram melihat Ivan, memonyongkan mulut seperti bertingkah manja, “sedih ……”

Ivan menghela nafas dengan sakit hati dan tidak berdaya, “karena sedih, aku antar kamu pulang saja.”

Jeanne terdiam sebentar, seperti terpikir sesuatu, memberontak dan berkata: “ aku tidak mau pulang, di sana dingin bagai es, semua orang tidak menyambut aku, aku tidak mau pulang.”

“Iya iya, kita tidak pulang, kita pindah tempat minum alkohol lain ya, alkohol di sini sudah habis terjual.”

Ivan melihat Jeanne sangat ribut, terpaksa menenangkan Jeanne dulu.

Jeanne tidak mau tenang, lanjut berkata: “ya, kamu juga harus temani aku minum, Shanon itu, tidak cukup setia kawan, tanpa disangka kabur duluan, lain kali kita tangkap dan buat mabuk dia.”

“Baik, lain kali kita buat Shanon mabuk ”

Ivan sambil menyeimbangi bicara ngawur Jeanne sambil memapahnya berjalan ke arah luar.

Saat William menemukan mereka, kebetulan melihat adegan Ivan membujuk Jeanne.

Juga tidak tahu Ivan bicara apa, membuat Jeanne tertawa seperti lupa daratan.

William memasang wajah muram, hanya merasa adegan itu sangat menusuk.

William berjalan ke arah mereka berdua dengan langkah besar, tidak menunggu Ivan merespon mendekat, menangkap pergelangan tangan Jeanne, tiba-tiba merebut dengan paksa, didekap dalam pelukan.

“Kamu sedang apa……kamu”

Ivan melihat William dengan jelas. raut wajahnya agak berubah.

Jeanne saat ini juga menyadari ada yang salah, terutama di sekitar ada rasa yang familiar, membuat Jeanne mengangkat kepalanya dengan bingung, lalu melihat William dengan dingin menegangkan dagunya.

“William, kamu kenapa bisa di sini?”

“Kata-kata ini harusnya aku tanyakan padamu, kamu tahu dirimu sendiri sedang apa ?”

William mencium dari tubuh Jeanne bau kental alkohol, wajahnya sangat amat muram.

William tidak ingin tinggal lebih lama, melihat Ivan sekilas, berencana membawa Jeanne pergi.

“Tunggu, kamu mau bawa Jean……Jessy ke mana?”

Ivan menarik William, hampir saja memanggil nama asli Jeanne, untung saja saat terakhir ia sempat mengubah kata-katanya.

William dengan dingin melihat Ivan, matanya penuh dengan sinar dingin, “Jessy itu istriku, aku bawa dia ke mana, bukan urusanmu untuk bertanya!”

Raut wajah Ivan jadi kaku, tidak mampu membalas, terpaksa dengan matanya sendiri melihat William membawa Jeanne pergi.

Di jalan, William menyetir dengan wajah muram, juga tidak tahu apa kesan yang William pancarkan terlalu menakutkan, Jeanne duduk dengan tenang di satu sisi.

10 menit kemudian, sampai di kediaman Sunarya.

“Turun dari mobil!”

William dengan wajah dingin membuka pintu mobil dan turun.

Jeanne masih belum sadar, secara insting ia takut dan meringkukkan pundaknya, duduk di mobil tidak bergerak.

William menunggu lama sekali, sama sekali tidak melihat orang turun, kesabarannya habis, langsung mendekat dan membuka pintu mobil.

“Kamu sedang apa? Aku tidak mau turun dari mobil.”

Jeanne melihat William membuka pintu mobil, gugup sampai memegang kepala dengan tangannya.

“Turun, jika tidak mau aku akan bertindak.”

“Tidak mau, setelah turun kamu pasti mau pukul aku.”

Jeanne menggelengkan kepalanya.

William marah sampai urat di dahinya muncul, William malas bicara tidak penting lagi dengan Jeanne, membuka tangan Jeanne yang erat dan tidak mau lepas, memegang pinggang Jeanne dan menggendongnya keluar dari mobil.

Badan Jeanne di tengah udara membuat Jeanne secara insting merangkul leher William, malah juga tidak lupa memberontak, “kamu cepat turunkan aku……”

William hampir saja jatuh disiksa Jeanne, dengan kesal menepuk pantat Jeanne dengan ringan dan berkata: “tenang sedikit, kalau tidak nanti aku buat perhitungan sama kamu!”

“……”

Jeanne gemetar sebentar. seketika jadi tenang.

Meskipun Jeanne mabuk, tapi masih sensitif terhadap rasa bahaya.

William melihat Jeanne bersikap baik, menghembuskan nafas pelan, menggendong Jeanne masuk ke ruang tamu.

Di dalam ruang tamu, Moli melihat William pulang mengendong Jeanne, rasa iri dalam hatinya muncul, dari luar ekspresinya tidak terlihat dan sengaja pura-pura terlihat perhatian, “Tuan, Nyonya Muda kenapa?”

“Mabuk.”

William sambil merespon sambil menggendong Jeanne berencana naik ke lantai atas.

“Tuan, kalau begitu aku urus Nyonya Muda saja.”

“Tidak usah.”

William juga menolak, memerintah berkata: “Moli, kamu pergi kasih tahu orang dapur suruh mereka masak sup pereda mabuk.”

Moli tidak bersedia, tapi juga tidak berani melawan kata-kata Tuannya sendiri, terpaksa dengan tidak rela pergi ke dapur.

Wanita rendahan ini kenapa sandiwaranya begitu banyak, melakukan kesalahan langsung menggunakan cara menyakiti diri sendiri untuk membuat Tuan mengasihaninya.

Kamar tidur lantai 2

William baru menaruh Jeanne, Jeanne bangun ribut lagi.

Jeanne seperti sadar sedikit, menggunakan mabuk alkohol untuk mengeluarkan keluh kesah pada William.

“William, kamu bawa aku pulang untuk apa, kamu bukannya benci aku ya? Hiks…… aku kasih tahu kamu, kamu benci aku, aku juga benci kalian.”

“Kalian melihat aku sendirian, langsung semuanya bekerja sama mengganggu aku, hiks……juga aku sama sekali tidak sembarangan dengan orang lain, kamu lebih pilih percaya orang lain juga tidak bersedia percaya aku, kamu jahat, pembohong, jelas-jelas pernah bilang percaya padaku.”

Jeanne bicara sampai akhir, tidak tahan menangis, “kalian semua orang jahat, mengganggu aku, aku tidak ingin di sini lagi, aku mau pulang.”

Novel Terkait

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu