Wanita Pengganti Idaman William - Bab 28 Buru-Buru Punya Anak

Bab 28 Buru-Buru Punya Anak
“apa sebenarnya maksudmu ini? Kenapa kamu memindahkan mamaku?” terpisahkan oleh telepon, Jeanne berbicara dengan sangat kencang ke Julian di depan tangga. Sejak kecil ia hidupnya selalu saling bergantung dengan mamanya, Julian mengurus pemindahan rumah sakit mamanya, tanpa disangka tidak memberitahu Jeanne dulu.
Jeanne marah sampai tangannya bergetar, ia benci sekali karena Julian selalu saja menggunakan mamanya untuk mengancam Jeanne.
Tampang emosional seperti itu memicu perhatian banyak orang di koridor tersebut, melihat ke arah Jeanne dengan sorot mata terkejut. “mamamu baik-baik saja, aku akan minta dokter untuk mengobatinya.” suara Julian seperti robot yang dingin tanpa perasaan, tanpa kehangatan sedikitpun, “nah kamu ini gak ada masalah malah ke rumah sakit itu ngapain? untuk beberapa waktu ini kamu diam dan tingal rumah William baik-baik saja. Kalau sampai ketahuan, jangankan aku, kamu saja tidak akan hidup dengan baik, kamu harus pikirkan itu baik-baik sendiri.” Jeanne tidak bisa mengeluarkan kata-kata lagi saking marahnya, tangan yang ada di sisi tubuhnya ia kepalkan sangat kencang sampai terlihat berwarna merah.
Kenapa ya Jeanne belum terpikir kalau ternyata benar, Julian itu sengaja menyembunyikan mamanya.
“pokoknya kalau kamu bisa membujuk William, membiarkan aku jadi pemegang saham perusahaan baru, aku bisa mengurus kamu untuk bertemu mamamu sebulan sekali.” Julian sok hebat, seakan-akan membiarkan Jeanne bertemu dengan mamanya, sudah bagaikan sedekah saja.
“kamu lagi mengancamku?” Jeanne bertanya dengan kesal, sebenarnya apa yang sudah ia lakukan, sampai bertemu papa yang seperti Julian itu. “kenapa kamu bisa berpikir seperti itu, kamu bisa anggap ini sebagai sebuah transaksi.” Julian berkata di ujung telepon satunya, “kamu bisa pikir baik-baik, lagian hal ini tidak ada ruginya juga buat kamu, penyakit mamamu bahkan bisa mendapat pengobatan yang lebih baik.”
Wajah Jeanne pucat pasi, Julian sudah berhasil menyerang Jeanne, ia menutup teleponnya dengan kesal, sepanjang perjalanan suasana hatinya sangat hancur.
Saat berjalan masuk ke rumah, aura Jeanne sudah sepenuhnya berubah. Melihat Jeanne yang tampak seperti itu, beberapa pembantu buru-buru mengambil beberapa langkah mundur, takut kena marah Jeanne.
Jeanne juga tak ingin mempedulikan mereka, langsung kembali ke kamarnya dengan penuh emosi.
Emosi yang terpendam dalam hatinya akhirnya bisa ia keluarkan, Jeanne melempar bantal dengan ganas untuk beberapa kali, “akh——” emosi terpendamnya akhirnya terlepaskan, Jeanne sepenuhnya terkapar di ranjang. Jeanne memandang ke langit-langit, ia juga sudah jauh lebih tenang.
“bagaimana aku harus mulai bicara?” Jeanne menghirup nafas dalam-dalam, bagaimanapun demi mama ia harus menstabilkan Julian dulu. Jeanne menjernihkan tenggorokkannya, membayangkan skenario saat malam nanti William pulang.

“William, itu, ka, kamu bisa nggak kasih 30 persen dari saham perusahaan baru ke papaku?”
“William aku mau diskusikan suatu hal denganmu, perusahaan baru pasti butuh sedikit dukungan modal kan ya. Papaku itu mau beli sahamnya 30 persen.”
“William, itu papaku mau ikut jadi pemegang saham perusahaan barumu, ia cuma mau saham 30 persen saja.”
......


“aduh, tidak bisa, tidak bisa!” Jeanne mengacak-acak rambutnya saking stres, mau bagaimanapun ia bicara, ia selalu merasa nada bicaranya ada yang salah.
Dengan harapan yang sudah pupus Jeanne merangkak dari atas ranjang, Jeanne menyeret langkahnya berjalan kemudian duduk di depan rak bukun ia menyalakan lampu balkon, sekaliam ia membolak-balikkan naskah-naslah desain yang ada di tengah meja itu.
“sudahlah, mending aku koreksi sampai selesai dulu sisa naskah desainnya.” Jeanne sambil berpikir sambil mengangkat pensil yang ada di sampingnya, dengan detil ia mengoreksi desain tersebut.
Saat seluruh pikirannya sudsh terlarut dalam naskah desain itu, suasana hatinya juga perlahan-lahan semakin tenang.
Malam hari saat William pulang dan makan malam, Jeanne menyerahkan naskah desain yang sudah selesai dikoreksi seperti menyerahkan barang berharganya pada William dan bertanya, “kamu lihat dulu, apa ada saran yang mau kamu kasih?”
Jeanne sangat percaya diri pada hasil karyanya. Sesuai dugaanpun William melihatnya dengan konsentrasi penuh, semakin lama ia melihat senyuman di ujung bibirnya semakin mendalam, “lumayan juga! Tidak ada bagian yang perlu diubah lagi.” William mengesampingkan naskah desain itu, dan tersenyum pada Jeanne, “belakangan ini kamu sudah kerja keras.”
“tidak kok, hanya beberapa lembar desain saja.” kedua tangan Jeanne menahan sagunya, dalam hatinya ia terus berunding bagaimana membicarakan soal permintaan Julian pada William.
Sudah hampir keluar mulut kata-kata itu malah tidak bisa Jeanne lontarkan, ia terpaksa bertanya, “aku lihat kamu belakangan ini sibuk sekali, bagaimana pembangunan perusahaan yang baru?”
“lokasi perusahaan sih sudah siap, aku rencananya mau mengambil sebagian pekerja dari kantor pusat, sisanya tinggal merekrut beberapa desainer saja deh” William juga tidak berpikir banyak, “sebenarnya tidak ada terlalu banyak kerjaan yang perlu disiapkan.” Jeanne menganggukkan kepalanya, kelihatannya memang persiapan William sudah kurang lebih jadi.
Julian memang maunya mengambil keuntungan yang sudah ada saja, sepertinya mau diomongin bagaimanapun tak akan bisa. Awalnya ingin mencaritahu pun segera dipendam dalam hati.
Setelah selesai makan, William pergi bekerja di ruang belajar, Jeanne langsung kembali ke kamar tidur.
Saat William kembali dari ruang belajar, Jeanne sudah tertidur pulas. Tidak berani mengganggu Jeanne, William dengan hati-hati tidur di sisinya.
Siapa sangka di tengah malam, Jeanne merasa ada rasa sakit di perutnya, keringat dingin bercucuran dari dahinya yang putih. Ia berbalik badan dan duduk di ranjang, kemudian buru_buru lari ke toilet.
Celana dalamnya sudah ternodai cairan warna merah, Je, Jeanne baru datang bulan?
Setelah mengurus sebentar, Jeanne mencari lagi sebuah kain alas, menaruhnya di bagian ia tidur.
“kamu kenapa? Perutmu sakit?” William dari dulu tidurnya memang tidak pulas, barusan gerakan Jeanne terlalu panik, membuat William terbangun. Karena ditanya William tiba-tiba seperti itu, Jeanne agak canggung, dengan terbata-bata ia menjawab, “a, aku mungkin lagi datang bulan.”
“……”William terdiam.
Jeanne berbaring tanpa suara, baru pertama kali ia memberitahu laki-laki soal ini, hatinya jadi merasa malu.
Beberapa hari yang lalu mereka berdua baru saja dipanggil kakek, Jeanne bisa merasakan kalau William agak buru-buru mau punya anak. Kalau begini baguslah, sudah datang bulan juga. Mau punya anak gimana.
Jeanne agak takut ketahuan, ia mengintip sedikit ke arah William, melihat William yang tidak nampak tidak senang. Masih harus lihat lebih jelas lagi, eh Jeanne malah mendengar William bicara, “tidak apa sudah sana cepat istirahat.” Jeanne menganggukkan kepalanya, merangkak ke atas ranjang secara perlahan.
Baru saja ia rebahan sebentar, perasaan sakitnya itu kembali menyerang. Jeanne membolak-balikkan badannya berulang kali, tapi bagaimanapun rasa sakitnya tidak bisa hilang, wajahnya pucat pasi.
Jeanne bolak-balik badan terus, William juga agak tidak senang, kemudian ia mengangkat tangannya dan menyalakan lampu kamar.
William siap-siap bangkit berdiri dan pindah ke kamar tamu, supaya pekerjaan William esok hari tidak terganggu. Siapa sangka saat ia bangun, ia menyadari ada yang salah dengan kondisi Jeanne.
“Jessy?”William mendekat menarik badan Jeanne ke arahnya. Melihat kedua tangannya memegang erat perutnya, wajahnya juga putih pucat, ia mengusap wajah Jeanne dan tanpa ia sangka wajahnya terasa sangat dingin bagai es, seketika itu juga ia khawatir dan bertanya, “kamu sebenarnya kenapa?”

Novel Terkait

The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu