Wanita Pengganti Idaman William - Bab 100 Sudah Sejak Awal

Bab 100 Sudah Sejak Awal


Jeanne yang melihat Merry jadi terdiam sejenak.


“Merry, kok jadinya kamu sih?” meskipun kemarin Jeanne demam dan menggigil,, tapi samar-samar ia masih mengingat, orang yang kemarin mengantarnya ke rumah sakit itu William. 


“kemarin tuan muda terus menjaga anda, karena di perusahaan ada masalah, baru ia pergi, apa nona muda mau mencari tuan muda?”


Merry menceritakan situasi kemarin secara singkat, membuat hati Jeanne yang mendengarnya dilanda perasaan. William pria itu tanpa disangka mengurus Jeanne selama sehari semalam. Tidak tahu kenapa, di dalam batin Jeanne ada rasa terharu yang tak bisa diungkapkan.


“tidak perlu lah, karena ada urusan juga di perusahaan, tidak usah mengganggu William.” Jeanne menggelengkan kepala dan menolak.


Merry mengangguk, segera setelahnya ia mengkhawatirkan kesehatan Jeanne lagi: “kalau begitu nona muda sudah baikan belum, kalau ada yang masih sakit harus kasih tahu ya.”


Jeanne tertawa dan menjawab: “aku hanya demam saja, mana mungkin aku semanja itu, makan obat pereda panas saja pasti masalahnya selesai. “


Mendegar kata-kata Jeanne, Merry juga tak bisa berkata apa-apa lagi. Malah di kediaman utama rumah William sana, nyonya Thea sudah mendengar kabar kalau Jeanne sakit, dan William yang bahkan mengurusnya sehari semalam, tak bisa dipungkiri ia agak ragu-ragu.


Mau bagaimanapun, Thea itu mertuanya Jessy, sekarang Jessy sakit, ia sebagai orang yang lebih tua seharusnya pergi menjenguk, beri perhatian, supaya tidak jadi bahan omongan orang. Tapi Thea juga tidak tulus dari hati berpikir seperti itu, karena itu ia tidak bisa mengambil keputusan, akhirnya ia bertanya kepada Marina yang datang untuk mengajak ngobrol Thea. 


“Marina, apa menurut kamu aku sebaiknya ke rumah sakit menjenguk Jessy?” mendengar pertanyaan Thea, Marina tertawa sinis tidak setuju.


“buat apa menjenguk, sudah jelas dua hari yang lalu ia masih sehat walafiat, mana mungkin dalam sekejap langsung sakit, mana sakitnya separah itu, sekali lihat juga tahu itu pura-pura saja.” selesai bicara, mata Marina terlihat sangat tidak suka.


Setelah nyonya Thea berpikir-pikir lagi ia merasa ada benarnya juga kata Marina, ia membatalkan pikirannya untuk pergi menjenguk.


Sore hari, Jeanne bosan sekali diam di rumah sakit, ia juga merasa kalau tidak ada masalah besar dengan kesehatannya ia menyuruh Merry mengurus prosedur keluar rumah sakit.


“tapi dokternya bilang harus dicek sehari lagi, takutnya penyakit nona muda kambuh lagi, ditambah lagi tuan muda juga sudah memberi perintah, tanpa persetujuan tuan muda, tidak boleh membiarkan nona muda keluar rumah sakit.” Merry agak merasa kesulitan saat menjawab.


Jeanne jadi kehabisan kata-kata mendengar jawaban Merry. Cuma demam biasa saja, tanpa disangka harus rawat inap di rumah sakit. Jeanne melihat ke Merry, dalam hatinya ia tahu anak itu tak mungkin membantah perintah William, jadi ia berencana menunggu sampai malam, William datang dan bicara sendiri kepadanya. 


Malam hari, William datang ke rumah sakit. 

“sudah sadar?” melihat Jeanne yang ada di ranjang rumah sakit, ia bertanya dengan perhatian: “apa masih ada yang terasa sakit?”


Jeanne menggelengkan kepalanya.

“sudah tidak ada yang terasa sakit, rasanya aku sudah mendingan kok, tidak perlu dicek lagi dan dirawat inap.” Jeanne bicara sambil takut William akan menolak, ia bicara dengan nada bicara membujuk: “aku benar-benar tidak suka infus rumah sakit, kalau kamu tidak percaya, boleh suruh dokter datang ke sini dan memeriksa, kalau memang tidak masalah, kita keluar saja dari rumah sakit.”


Melihat Jeanne seperti itu, William akhirnya tidak menolak, ia memberi tanda pada Merry untuk mencari dan memanggil dokter. Faktanya memang sesuai dengan apa yang Jeanne katakan, demamnya sudah reda, sementara ini tidak ada masalah apapun.


Namun sebenarnya ada hal yang Jeanne belum kasih tahu ke William, meskipun demamnya sudah turun, tapi kepalanya masih agak pusing. William tidak tahu, karena sudah diberitahu kalau kesehatan Jeanne tidak bermasalah lagi, ia membawa Jeanne pulang ke rumah mereka.


Saat turun dari mobil, tidak tahu juga kenapa, tiba-tiba sakit kepala Jeanne semakin parah, membuat Jeanne yang siap-siap turun dari mobil, saat itu tidak dapat berdiri dengan stabil kemudian jatuh ke arah depan.


Kalau bukan karena tangan dan mata William yang refleks cepat dan langsung menahan tubuh Jeanne, saat itu Jeanne sudah bersentuhan mesra dengan tanah.


“ini yang kamu bilang sudah baikan?” suara dingin dan berat William terngiang di kepala Jeanne.


Mendengar pertanyaan William, Jeanne meringkuk, seperti merasa bersalah, dan tidak bersuara.


William melihat Jeanne, menghela nafas dingin, segera setelahnya menggendong Jeanne masuk ke rumah. Tidak sangka kalau baru masuk pintu rumah sudah mendengar suara tawa senang dari ruang tamu kediaman utama sana.


William tanpa sadar menghentikan langkah kakinya dan melihat ke arah suara tersebut, ia mendapati Alexa sedang bicara sesuatu dengan nyonya Thea dan juga Marina, mereka bertiga tertawa bersama-sama. Saat itu juga ada pembantu yang menyadari keberadaan William, ia menyapa dengan hormat. 


“tuan muda.” 

Seiring dengan sapaan tersebut, ketiga orang yang awalnya bercanda tawa di ruang tamu memalingkan kepala dan melihat ke arah pintu masuk. Saat mereka melihat William menggendong Jeanne, senyuman di wajah mereka seketika itu juga hilang.


Terutama Alexa, awalnya kalimat yang sudah terlontar dari mulutnya, tak dapat ia selesaikan.


“kak William……” Alexa melihat William dengan ekspresi sedih, lebih sakit mata lagi karena pemandangan di depan matanya itu.


Saat itupun Jeanne menyadari keberadaan mereka, ia sadar diri kalau berada di pelukan William tidak terlalu pantas rasanya.


Baru saja ia bersiap memberi kode ke William untuk menurunkannya, terdengar ejekan dari Marina di telinganya. 


“wah lemah sekali ya, kalau tidak tahu pasti mengira kena penyakit serius apa gitu.” mendengar hal itu, nyonya Thea juga sangat tidak senang.


Biasanya putranya sibuk sekali setiap harinya, sudah cukup lelah, sekarang ia harus lari sini sana hanya demi Jessy wanita itu.


“cih, kenapa dulu tidak pernah terlihat kalau dia lemah?” Thea ikut mencela.


Mau didengar bagaimanapun Jeanne tahu ketidakpuasan mereka, raut wajahnya jadi muram.

Jeanne meraba bibirnya dan berkata: “William, turunkan saja aku.” 


William mengamatinya sekilas, tapi malah tidak bergerak. Ia kemudian melihat ke arah nyonya Thea dan sekitarnya, mengabaikan kata-kata mereka barusan, berkata dengan nada dinginya “ma, tidak ada masalah, aku cuma mau gendong Jessy pulang saja.” selesai bicara, William juga tidak menunggu reaksi nyonya Thea apa ia benar baik-baik saja, langsung menggendong Jeanne pergi berjalan ke arah rumah baru.


Seiring dengan kepergiannya, wajah mereka bertiga semua jadi muram. Terutama raut wajah Alexa, sudah ada pada puncak terburuknya.


nyonya Thea menarik kembali tatapannya, melihat keanehan pada Alexa, tidak tahu juga bagaimana ia harus menghibur, hanya bisa menenangkan dan berkata: “Alexa, ini hanya untuk sementara, jangan dimasukkan ke hati.”


Alexa paham maksud dari kata-kata nyonya Thea itu, ia menggertakkan giginya dan menjawab: “tante Thea tidak usah khawatir, aku bisa mengerti.” meskipun berkata seperti itu, tapi api cemburu yang membara di hati Alexa, sudah seperti mau membakar dirinya sendiri sepenuhnya.


Kalau bukan demi menjaga image Alexa di depan tante Thea, ia pasti sudah meledak-ledak dari tadi. Marina juga dapat melihat soal Alexa yang menahan diri diam-diam.


Mata Marina berputar, tersenyum dan berkata: “sudahlah, kak, kita tak usah bicarakan hal-hal yang menghancurkan kesenangan itu, Alexa sudah susah payah kembali ke sini, kita jangan duduk di sini saja, ayo jalan-jalan ke luar denganku, bisa menghilangkan pikiran mengganjal juga.” 


Alexa tahu kalau pada saat itu ia butuh pengalih perhatian, kalau tidak ia akan mudah sekali meledak jadi ia juga tidak menolak. Kalau untuk nyonya Thea, lebih tidak bisa bilang jangan lagi pada mereka.


Thea tahu perasaan Alexa pasti terpengaruh sedikit banyak dari kejadian tadi itu, ditemani Marina, umur mereka kan mirip-mirip, hubungannya juga baik, membiarkan Marina menemani dan menghibur pasti dapat membuat Alexa lebih lega. Mereka diantar oleh pandangan nyonya Thea pergi ke taman bunga belakang.


Segera setelahnya, Marina melihat ke sekitar dan memastikan tak ada orang, tiba-tiba menghentikan langkahnya dan menggenggam tangan Alexa. 


“Alexa, aku paham perasaanmu, tenang saja, aku pasti akan membantu kamu merebut kembali William.” 

Mendengar kata-kata itu, raut wajah Alexa agak tidak bisa ditebak


Alexa sengaja bicara pura-pura sudah putus asa: “kalau memang benar bisa direbut kembali, sudah sejak awal......”

Novel Terkait

Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu