Wanita Pengganti Idaman William - Bab 136 Sudah Pernah Beri Kamu Kesempatan

Bab 136 Sudah Pernah Beri Kamu Kesempatan

Jeanne yang mendengar dering HP, tiba-tiba menghela nafas lega.

“Aku angkat telepon sebentar.”

Katanya pada Ivan sambil tersenyum.

Saat dia ingin mengeluarkan HP, wajah Jeanne berubah.

Karena ini telepon dari William.

Sesaat, dia merasa bersalah, lalu membelakangi Ivan mengangkat telepon.

“Ya…ada apa?”

Tanya dia, untuk sesaat orang yang di telepon diam sesaat baru berkata.

“Sekarang kamu dimana?”

Juga tidak tahu bersalah atau tidak, begitu Jeanne mendengar ini, tangannya gemetaran.

“Aku lagi diluar, ini baru mau pulang.”

Jawab dia dengan penuh ragu, orang yang ada di telepon kembali diam sesaat.

“Ya kah? Dengan siapa?”

Selang kemudian, suara William terdengar dingin, dan membuat Jeanne gelisah.

“Hhhmm…sama ayah”

Jeanne ingat sebelum keluar rumah, dia berbohong.

William yang mendengar ini, pancaran tatapan dingin dari matanya semakin parah.

Dia menyipitkan mata melihat dua orang dari luar mobil, tanpa berkata apa-apa menutup telepon.

Jeanne yang melihatnya mematikan telepon, mengerutkan kening, entah kenapa ada semacam perasaan tidak tenang, tanpa sadar, tidak jauh dari mereka, ada mobil Maybach hitam parkir dipersimpangan jalan.

Dan orang yang duduk di dalamnya adalah William.

Wajahnya begitu suram hingga bisa meneteskan air mata, tekanan udara di sekitar menurun drastis.

Bagai musim dingin, yang mampu membekukan orang hingga mati.

Hans yang duduk di depan mobil, gemetar ketakutan.

“Presiden, menurutku ini mungkin saja kebetulan, mungkin saat nyonya muda mau pulang ketemu dengan teman.”

Dia ingin meredam aura dingin orang ini, dan berusaha membantu Jeanne beri penjelasan.

Baru saja selesai bicara, dia mendapat tatapan dingin dari Presiden.

“Seingatku rumahku ada di selatan, ini pusat kota kan?”

“Eiih…mungkin nyonya muda lagi makan dengan ayahnya diluar.”

Hans berusaha keras memberikan penjelasan.

William berkata dengan dingin: “Kalau memang seperti yang kamu bilang, dia tidak bersalah, kenapa barusan berbohong, apa pria itu mirip Julian?”

Hans di skakmat hingga tidak bisa berkata apa-apa.

Selang lama kemudian, baru menatap William dengan tatapan aneh.

“Presiden, apa anda sedang cemburu?”

William tertegun, setelah sadar, matanya penuh dengan amarah dan berkata: “Ku lihat kamu malam ini banyak bicara, akhir-akhir ini tidak banyak kerjaankah?”

Hans yang mendengar ancaman dalam kalimat ini, dengan cepat menutup mulut menggelengkan kepalanya

William berkata “Pulang.” dengan dingin.

Setelah itu, dia sekali lagi melihat pria yang ada diluar, matanya memancarkan adanya bahaya.

Dan Jeanne tidak tahu semua ini.

Dia tertegun melihat HP, hingga akhirnya Ivan lah yang memecahkan kesunyian ini.

“Terjadi masalah ya? Ku lihat wajahmu tidak begitu baik.”

Dia melihat Jeanne penuh dengan khawatir, perasaan yang terpancar dari matanya tidak tersembunyikan.

Dia tidak punya waktu untuk memikirkannya, saat ini dia hanya ingin kembali.

Feelingnya memberitahunya, ada yang tidak beres dari sikap William.

“Tidak apa-apa, sudah malam, keluargaku khawatir denganku, menyuruhku segera pulang.”

Ivan yang mendengar ini, tatapan matanya penuh dengan kekecewaan.

Tapi dia tetap tersenyum dengan gentle sambil berkata: “Kalau begitu ku antar, sudah malam, kamu perempuan, pulang sendiri bahaya.”

Mana mungkin Jeanne membiarkannya mengantarnya pulang, ini pasti akan ketahuan.

“Tidak usah, aku naik taxi saja.”

Dia berkata, mengingat teman baiknya, minta tolong satu hal: “Aku mungkin sudah tidak sempat ketemu Shanon, bisa tidak tolong antarkan dia pulang? Dia sendirian disini, tidak tahu jalan, aku khawatir dengan dia.”

Mendengar dia berkata demikian Ivan tidak bisa menolak, hanya bisa berkata: “Boleh, nanti ku bantu kamu antarkan dia, next time kalau ada waktu, kita kumpul lagi.”

“Baiklah, kalau ada waktu, kita kumpul lagi.”

Jeanne mengiyakan, sambil pamit naik taxi pulang kerumah.

Tidak sampai setengah jam, dia sudah tiba dirumah.

Dia membayar uang taxi, melihat lampu depan rumah terang menderang, dan menarik nafas dalam-dalam lalu masuk.

“Nyonya.”

Pengurus rumah melihatnya, dan menyambutnya dengan hormat.

Jeanne menjawab dengan menganggukkan kepala.

Awalnya dia berencana untuk naik langsung, dan tidak tahu sedang berpikir apa, tiba-tiba dia berhenti.

“Pelayan, William sudah pulang?”

“Tuan muda sudah pulang dari tadi , sekarang mungkin di kamar.”

Jeanne menundukkan kepalanya, sambil berpikir ke atas.

Hanya saat dia berdiri di depan pintu, tidak segera membuka pintu, seperti ada sedikit keraguan.

Selang kemudian, dia mengambil napas dalam-dalam dan membuka pintu.

Dalam kamar yang besar terlihat William bersandar di jendela minum alkohol dengan kesepian.

Alkohol kuning pucat, di sertai dengan pancaran sinar glamor dari luar.

Ditambah dengan tampang rupawan William, ini memang godaan yang sempurna.

Jeanne kehilangan akal sejenak, sebelum sadar kembali.

Matanya berkedip dengan penyesalan dan berkata, “Aku pulang.”

William yang mendengar itu, berhenti menggoyang gelas alkohol.

Dia menengadah menatap wanita yang ada di depan pintu, dan juga tidak tahu apa yang dipikirkan, tersenyum dan berkata: “Senang main di rumah ayahmu?”

Gerakan Jeanne yang menaruh tas terhenti sejenak.

Dia mengingat kebohongan yang ia buat, lalu membuatnya menjawab dengan kaku: “Lumayan.”

“Benarkah? Aku tidak kesana, ayahmu tidak bilang apa-apa?”

Tanya William sekali lagi, yang tidak melihat wajah tegangnya.

Kalau Jeanne tidak begitu gugup, pasti bisa merasakan tatapan dingin darinya.

Sayangnya dia terlalu gugup, jadi tidak menyadarinya.

“Oohh…ayah tahu kamu sibuk, jadi tidak bilang apa-apa.”

Dia terus berbohong.

William terus menatapnya tanpa henti.

Dia sudah beri kesempatan pada wanita ini, tapi dia masih saja membohonginya!

Wanita memang punya banyak trik!

Mengingat ini, amarahnya naik sampai ke dada.

‘Pong’ bunyi, dia meletakkan gelas alkohol.

Jeanne terkejut dengan tindakannya.

Dia memandang pria di depannya dengan cemas yang penuh dengan amarah, dalam sekejap tatapannya penuh dengan keraguan dan gugup.

Pria ini tidak menemukan sesuatu kan?

Dia berpikir sesaat, lalu menggelengkan kepala.

Kalau pria ini tahu dia membohonginya, sudah dari awal dia marah, dan tidak seperti ini.

Tepat saat dia bimbang, William bangkit, melewatinya dari samping dengan wajah tegang.

Jeanne melihat bayangannya pergi, tanpa sadar bertanya: “Sudah malam, kamu mau kemana?”

William pergi tanpa membalikkan badan sambil berkata.

“Kerja.”

Jeanne mengerutkan kening, dan merasa aneh.

Secara logika, William tidak tahu dia berbohong, kenapa tanpa sebab marah padanya?

Apa karena dia pulang larut malam?

Tapi begitu dia telepon, dia segera pulang, bahkan tidak pamit baik-baik dengan Shanon.

Benar-benar susah ditebak!

Jeanne mengerutkan mulut, dan mengambil pakaian di ujung tempat tidur lalu pergi ke kamar mandi.

Pada saat yang sama, dia merasa lega.

Bagaimanapun, ini sudah aman.

Hanya saja kedepannya tidak tahu kapan bisa ketemu dengan teman-teman menggunakan identitas Jeanne.

Novel Terkait

My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
3 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu