Wanita Pengganti Idaman William - Bab 356 Nyawanya Tidak Berharga

Setelah Julian pergi, Hans yang berdiri disamping merasa ada yang tidak beres.

Dia merasa aneh, kenapa orang ini bisa selangkah lebih dulu darinya menemukan Jessy?

Dan juga bukankah katanya dia sangat menyayangi Jessy?

Melihat Nyonya muda yang tidak sadarkan diri, bukankah dia seharusnya tetap disini?

Dia berniat bertanya, namun melihat seluruh pikiran Presdirnya berfokus pada Nyonya muda, pertanyaan yang sudah berada diujung lidah ia telan kembali.

Namun ia teringat ada hal lainnya, sehingga mau tidak mau mengganggu.

“Presdir, dari sana sudah ada kabar, orang itu melarikan diri ke area gunung yang terpencil, pihak kepolisian sudah bekerja sama dengan kita memblokir seluruh gunung, sekarang sedang bersiap untuk menyisir gunung.”

William yang mendengar ucapan ini, wajahnya langsung menjadi serius.

“Perintahkan pada mereka untuk menangkap semuanya, satu pun tidak boleh ada yang lolos!”

Hans mengangguk menunjukkan mengerti, melihat William yang kembali fokus ke Jeanne, ia mengisyaratkan Moli untuk keluar.

Tadinya Moli tidak ingin pergi, namun tenaga Hans yang menariknya begitu kuat sehingga tidak kuat untuk melawan.

“Apaan sih?”

Moli keluar dari kamar, bertanya dengan nada kesal, disaat bersamaan menepis tangan Hans dengan kuat.

Hans langsung melepaskannya, berkata sambil tertawa kecil : “Kamu tidak peka sekali, entah bagaimana ceritanya kamu bisa sampai dipakai oleh Presdir.”

Hans berkata sambil melirik kondisi didalam kamar, berkata dengan nada kesal : “Tidak lihat kalau Presdir sekarang sedang tidak ingin didampingi? Belajarlah sedikit.”

Setelah melemparkan ucapan ini, dia tidak lagi mempedulikan Moli, berbalik lalu langsung pergi mengerjakan tugas yang diperintahkan oleh William.

Moli melihat Hans yang pergi, lalu melihat kedalam kamar, William mengelap tubuh Jeanne dengan lembut, rasa iri membuat wajahnya terlihat begitu kesal.

Bagaimana mungkin dia tidak peka, dia hanya berpura-pura tidak melihat ini semua saja!

Disaat bersamaan, rumah sakit keluarga Julian.

Jessy baru selesai melakukan pemeriksaan, ketika melihat Julian, ia merasa aneh.

“Ayah, kenapa ayah bisa berada disini?”

Julian melambaikan tangannya sambil berkata dengan ramah : “Tidak tenang dengan kondisimu, jadi sengaja datang untuk melihat keadaanmu.”

Jessy mendengar ini hatinya merasa sangat hangat, namun mengingat Jeanne yang hidup dan matinya masih belum jelas, ia bertanya dengan penuh rasa ingin tahu : “Ayah, bagaimana kondisi Jeanne sekarang?”

“Untuk sementara sudah melewati masa kritis, William sudah menjaganya disana, jadi tidak perlu khawatir.”

Julian menjawab dengan singkat, Jessy mendengar nama William, agak mengkerutkan alis namun tidak mempedulikannya.

“Baguslah jika tidak apa-apa, kalau tidak beberapa bulan kedepan akan menjadi rumit.”

Dia menghela nafas pelan.

Julian tahu apa yang sedang ia katakan, ia juga mengangguk menyetujui : “Memang, untungnya sekarang sudah aman semuanya.”

Ketika mengatakannya, Julian seperti teringat sesuatu, ia menatap Jessy dengan penuh kasih.

“Oh iya, kamu sudah periksa belum? Apa yang dokter katakan, bagaimana kondisi anak didalam perutmu?”

Mendengar pertanyaan ini, senyum penuh kasih seorang ibu terukir diwajahnya : “Tenang saja, anakku baik-baik saja, hanya sedikit luka luar saja.”

Ia berkata dengan wajah begitu picik.

Ketika mengingat Tianmin, kemarahannya sungguh memuncak.

Dia melihat dua orang pria berbaju hitam yang menjaganya, bertanya dengan dingin : “Apakah kalian sudah menyelidiki siapa orang yang menculikku?”

Pria berbaju hitam menatapnya dengan wajah dingin, tidak perlu dipikirkan juga bisa menerka apa yang ia pikirkan.

“Nona Jessy, Tuan berpesan, masalah ini anda jangan ikut campur, dia akan mengurusnya, ia meminta anda untuk segera kembali, jangan berada diluar negeri terlalu lama!”

Jessy mengkerutkan bibirnya, sedikit tidak senang.

Namun mengingat sifat orang itu, jika dia mengatakan akan mengurusnya maka pasti akan dia urus dengan tuntas.

Dan juga karena itu ia menarik kembali rasa tidak senang dalam hatinya, lalu mengangguk menyetujui ucapan pria berbaju hitam itu.

Dua hari berikutnya, angin berhembus diluar awan bergejolak.

Di dalam rumah sakit malah terasa begitu sunyi.

Jeanne yang keluar dari ruang operasi sudah tidak sadarkan diri selama satu hari satu malam, membuat William yang terus menjaga disampingnya begitu khawatir.

Untungnya ketika kesabarannya sudah diambang batas, Jeanne sadar.

Dia …. Masih hidup?

Jeanne sungguh tidak berani mempercayai semua ini, dia membuka mata lebar-lebar menatap langit-langit kamar, rasanya seperti terlahir kembali.

Dia tersadar dari lamunannya, berniat untuk bangun, namun lukanya malah tersentuh, membuatnya kesakitan sambil berdesis, air mata menggenangi matanya, tidak memperhatikan William yang memejamkan mata untuk beristirahat di sofa.

Dan William terbangun oleh suara desisannya.

Dia membuka mata dengan tajam, lalu melihat kondisi yang membuatnya senang juga sedih.

“Jessy, jangan bergerak!”

Dia berjalan kearah ranjang hanya dengan beberapa langkah besar, segera mencegah Jeanne yang ingin mencoba untuk turun dari ranjang sambil menekan tombol bantuan.

“Kamu mau apa?”

Jeanne melihat William, langsung tercengang.

“William……..”

Dia membuka suara dengan susah payah, ada rasa perih yang tidak tertahankan dalam hatinya.

William mendengar suaranya yang berat, juga matanya yang memerah, ia merasa sedih sampai bernafas saja perih.

“Aku ada disini, apa yang ingin kamu lakukan? Katakan padaku, aku akan membantumu.”

Dia berkata sambil merapikan rambut Jeanne yang berantakan.

Jeanne tidak mengatakan apa-apa, hanya merangkul William dengan erat.

Kedua tangannya yang lembut masih sedikit gemetar, seolah masih ketakutan.

“Tidak apa, tidak perlu takut.”

William mengira Jeanne masih merasa ketakutan karena penculikan yang ia alami sehingga tidak berhenti menenangkannya.

Ketika itu dokter datang.

William melihat dokter datang, langsung membujuk Jeanne.

“Jessy, kamu tiduran, biar dokter memeriksamu dulu.”

Jeanne belum sempat merespon, sudah langsung ditekan keatas ranjang dengan lembut oleh William.

Namun tidak ada yang tahu, ketika Jeanne ditekan keatas ranjang, membuatnya teringat kejadian dia didorong oleh ayahnya sendiri untuk menerima tusukan yang ditujukan untuk Jessy.

Ketika itu, ia berbaring seperti ini di atas tanah, sekujur tubuhnya sakit sampai tidak bertenaga sama sekali.

Jelas-jelas Julian juga Jessy berada tidak jauh darinya, namun tidak ada satu pun diantara mereka yang berpikiran untuk menyelamatkannya.

Dia memikirkan ini dengan hati begitu perih, membuat air matanya jatuh tidak tertahankan.

Apakah dimata mereka, nyawanya sama sekali tidak berharga?

William tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan sekarang, melihat air matanya yang mengalir tiada henti, juga tubuhnya yang meringkuk, terlihat sangat menderita, membuatnya ingin sekali menggantikannya.

Dan ketika itu hasil pemeriksaan dokter juga sudah keluar.

“Presdir, keadaan Nyonya muda untuk sementara sudah stabil, asalkan tidak ada infeksi, lalu perawatan jangka panjang, tidak akan ada pengaruh.”

Mendengar laporan yang dibacakan dokter, William merasa lebih lega sedikit.

“Maaf merepotkan.”

Dia berterima kasih dengan suara lembut, membuat dokter merasa tertegun, lalu berpesan beberapa kata pada perawat sebelum pergi.

Setelah menunggu mereka pergi, William melihat Jeanne yang berbaring diatas ranjang dengan suasana hati yang begitu hancur, dirinya merasa begitu sedih.

Dia melangkah maju sambil menggenggam tangan Jeanne, berkata dengan lembut : “Jessy, sudah tidak apa-apa.”

Namun siapa yang menyangka setelah Jeanne mendengar ucapannya, air matanya mengalir semakin deras.

“Ini semua salahku, aku bersumpah padamu, tidak akan ada lain kali.”

Dia membungkukkan badan menghapus air mata Jeanne, memeluknya dengan posisi yang tidak membuatnya sakit.

“Maaf, ketika kamu membutuhkanku, aku malah tidak bisa berada disampingmu.”

Jeanne mendengar permintaan maafnya, merasakan kelembutannya lagi, pelukannya yang hangat, membuat perasaan yang susah payah ia tahan meledak lagi, menangis semakin hebat.

“William, aku kira aku pasti akan mati, tidak akan bisa bertemu denganmu lagi………..”

Novel Terkait

Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu