Wanita Pengganti Idaman William - Bab 161 Jangan Modus di Depanku

Bab 161 Jangan Modus di Depanku

Setelah mendengar kata-katanya, William merasa ironis dan tidak nyaman meskipun dia sudah tahu apa yang akan dikatakanya.

Dia menatapnya dengan dingin, dan mengangkat bibirnya dengan sarkasme.

"Jadi itu sebabnya kamu menungguku?"

Jeanne membuka mulutnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa. Dia berdiri di tempat yang sama, hanya menarik sudut bajunya dengan gelisah.

William melihatnya bersikap seperti ini, dia makin merasa tidak suka.

Rasanya seperti wanita ini sangat yakin bahwa dia akan setuju.

Matanya sedikit menyipit dan dia tersenyum lembut. "Apa kamu yakin aku akan membantumu kali ini?"

Jeanne menggigit bibirnya. Tepat ketika dia siap untuk mengatakan sesuatu, William membuka mulutnya lagi.

"Perusahan keluargamu sekarang ini seperti jurang maut. Tidak ada yang bisa menjamin keuntungannya kembalinya kalau berinvestasi . Apakah kamu berpikir aku sebagai pebisnis, akan melakukan investasi yang merugikan seperti itu?”

Tentu tidak.

Jeanne menjawab diam-diam di dalam hatinya, tetapi bahkan jika dia tahu, dia tetap harus memohon persetujuannya.

Kalau tidak, Julian tidak akan membiarkan ibunya pergi

"Meskipun krisis perusahaan keluargaku sangat serius sekarang, bagaimanapun juga perusahaan itu termasuk perusahaan besar. Dalamnya ada banyak bisnis. Jika perusahaan Sunarya dapat menggerakkan dana dan menggunakan bisnis ini sebagai syarat dan jaminan, walau akhirnya perusahaan keluargaku bangkrut. Minimal sebagian dalam bisnis perusahaan itu masuk ke dalam perusahaan Sunarya, jadi tidak akan ada kerugian bagi perusahaan Sunarya atau bahkan mungkin ada keuntungan. "

Dia mencoba yang terbaik untuk menganalisis keuntungannya dan berharap bisa membuat William berubah pikiran.

Tetapi ketika dia berbicara, ruang kerja itu malah menjadi sunyi.

Dia menatap William dengan gelisah dan hatinya makin tegang.

Aku tidak tahu apakah karena sangat gugup sehingga sakit perutnya yang dari tadi memang ada, mulai terasa lagi, bahkan terasa lebih sakit.

Dia mengigit bibir bawahnya berusaha menahan, dan keringat tipis keluar dari dahinya.

William tidak menganggapnya aneh, tetapi berpikir dengan hati-hati tentang apa yang baru saja dikatakannya.

Itu ide yang tidak buruk , William sependapat.

Tapi bukan hanya tidak buruk, dan bahkan………..

"Perhitungan dan analisamu memang bagus. Tampaknya masing-masing bisa mendapatkan apa yang dibutuhkan. Tapi begitu perusahaan Sunarya bertindak, itu sama saja memberi tahu orang lain kalau perusahaan Sunarya adalah bekingan perusahaan keluargamu."

Ketika dia habis mengatakan itu, setelah jeda sejenak, dia tertawa dan berkata, "Perusahaan keluarga Julian keluar dari krisis dan perusahaan yang mendukungnya mendapat nama baik. Ini rencana yang bagus, sekali tembak langsung dapat dua burung sekaligus. Siapa yang mengajarimu? Julian. "

Kalimat terakhir bukan keraguan tapi penegasan.

Jeanne mengerutkan kening, tahu bahwa dia telah salah paham.

"Tidak, itu ideku sendiri."

Dia menjelaskan dengan ringan, dan William mengangkat alisnya dengan ekspresi terkejut .

Itu benar-benar di luar dugaannya.

Jeanne tidak melihat perubahan di matanya. Setelah mengatakan itu, dia mengatur hatinya sebentar sebelum dia berbicara lagi. "Alasan mengapa aku mengatakan demikian adalah karena aku pikir perusahaan keluargaku bisa berakhir seperti ini, karena kesalahan Julian sendiri, dan aku pikir lebih baik bagimu untuk mendapatkan manfaat daripada diambil orang lain."

Dia mengatakan itu, dan alisnya berkerut lagi.

Rasa sakit di perut semakin buruk, sakitnya seperti diiris dengan pisau.

Tiba-tiba wajahnya menjadi pucat dan dahinya berkeringat dingin.

Sepertinya dia sudah tidak bisa tahan, dia terhuyung mundur tiba-tiba, dan kemudian jatuh terduduk.

"Apa yang terjadi denganmu?"

Ketika William mendengar suara dia jatuh dan melihatnya, dia melihat Jeanne mencoba berdiri dengan susah payah.

Dia langsung bangun tanpa sadar dan pergi ke Jeanne untuk memapahnya.

Jeanne terpana melihat William sudah berada di sampingnya.

Lalu dia menegakkan tubuhnya seolah-olah tidak ada yang terjadi.

"Tidak apa-apa."

Dia melepaskan diri dari bantuan William dan menggigit bibirnya dan berkata,

"Apa pendapatmu tentang apa yang baru saja aku katakan padamu?"

Dia berharap mendapat jawaban William, sehingga dia bisa memberi tahu Julian, sehingga ibunya tidak akan disiksa oleh orang itu.

William tidak puas dengan pikiran Jeanne yang selalu mementingkan kepentingan keluarganya sendiri.

"Meskipun aku adalah pengambil keputusan dalam perusahaan Sunarya, tetapi perlu mengeluarkan sejumlah besar dana, perlu berdiskusi dengan direksi dulu, masalah ini aku tidak bisa menjanjikan apa-apa untukmu sekarang, tetapi dapat dipertimbangkan."

Jeanne melihat penampilannya yang sewajarnya dalam berbisnis, tidak mencampurkan urusan pribadi dalam bisnis, dan Jeanne melihat ada jejak kehilangan yang tidak bisa ditutupi di matanya.

Tetapi dia dengan cepat menstabilkan pikirannya, menarik napas dalam-dalam dan menggigit bibirnya dan berkata, "Yah, aku harap kamu bisa mempertimbangkannya."

William mengangguk, Jeanne melihat situasinya, merasa tidak perlu lebih lama lagi disana, dan ingin segera meninggalkan ruang kerja.

"Kalau begitu aku tidak akan mengganggumu. Kembali ke kamarmu dan istirahat dulu."

Dia berbalik untuk pergi.

Namun, ketika dia melangkah keluar, rasa sakit di perutnya mencapai sarafnya, membuatnya susah bernafas.

Tiba-tiba, dia bahkan tidak memiliki kekuatan untuk berdiri, merasa melayang, seluruh badannya langsung jatuh ke belakang.

William memperhatikan gerakannya tapi tidak segera maju untuk membantu, tetapi berdiri diam.

Dia pikir wanita itu sedang modus dan berpura-pura supaya dia mau menyetujui permintaanya sekarang.

"Dasar wanita modus, jangan bermain trik di depanku, atau aku tidak akan mempertimbangkannya."

Dia memberi peringatan dengan nada dingin.

Di lantai, Jeanne tidak menanggapi.

Dia menunggu untuk waktu yang lama, mengerutkan kening.

Akhirnya, Wiliam melangkah kesana.

"Bangun."

Dia berjongkok dan mencoba menggerakkan tubuhnya.

Jeanne bergerak karena dorongan tangan William, dan wajahnya yang pucat langsung terlihat.

William langsung berubah wajahnya dan mencoba menepuk pipinya.

" Jessy, bangun."

Jeanne tidak ada respon. Matanya berkedip panik. Dia segera mengangkat Jeanne dan berjalan ke kamar. Pada saat yang sama, dia tidak lupa untuk meminta pembantu rumah tangga untuk memanggil dokter keluarga.

Tidak tahu berapa lama Jeanne akhirnya tersadar.

Dia melihat sekeliling dengan tatapan kosong dan tidak menanggapinya sesaat. Telinganya mendengar suara dingin William.

"Sudah sadar?"

Jeanne melihat ke belakangnya dan bibirnya yang tipis sedikit kaku setelah pingsan.

"Terima kasih telah membawa aku ke kamar."

William bergumam ketika dia melihat situasi Jeanne begitu.

"Sudah tahu sering sakit lambung, kamu seharusnya makan dengan teratur."

Dia menyipitkan matanya waspada. "Atau apakah kamu ingin mengambil keuntungan dari masalah ini dan menarik perhatianku sehingga aku dapat segera mengalokasikan dana untuk perusahaan keluargamu?"

Wajah Jeanne berubah suram ketika dia mendengar ini.

Tapi dia mengerti.

"Maaf, pingsan bukan niatku, dan aku tidak memikirkan sejauh itu. Terserah kamu yang memutuskan apakah akan membantu atau tidak. Bahkan jika kamu tidak membantu, aku juga tidak akan mengatakan apa-apa. Lagi pula, itu bukan kewajibanmu. "

Dia berdiri dan menatap William dengan tenang.

William balas menatapnya dan tidak senang dengan sikapnya yang mencoba menyangkal.

Tapi melihat wajahnya seputih kertas, bagaimanapun dia jadi tidak bisa marah.

Dia melangkah maju dengan hati gundah dan menyerahkan cangkir dan obat di tangannya.

"Minum obatnya dulu."

Jeanne tertegun dan ragu untuk menerimanya.

"Gimana? Makan juga tidak, sekarang obat juga tidak mau?"

Ketika William melihat Jeanne ragu untuk minum obat, dia mengangkat alisnya dan menggoda: "Bukankah tadi mengatakan tidak berpikir menggunakan penyakitmu untuk mengancam? Apa yang kamu lakukan sekarang?"

Jeanne melihat ke belakang, mengerutkan kening padanya dan akhirnya minum obatnya.

Ketika William melihatnya meminum obat dengan patuh, matanya menyipit. Tiba-tiba, dia memikirkan sesuatu dan berkata, "Dokter mengatakan kamu menderita penyakit lambung yang serius. Mengapa bisa begitu buruk? Kamu melakukan apa saja memangnya?"

Novel Terkait

Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
5 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
5 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu