Wanita Pengganti Idaman William - Bab 464 Tidak Akan Berani Mengulang Kesalahan Yang Sama Lagi

Jeanne menatap Jessy lekat, ia menatap Julian dengan tidak berdaya, dalam benaknya terus terngiang ucapan yang pernah dikatakan Julian.

Apakah sekarang mereka mencarinya untuk mengakhiri perjanjian mereka?

Mengingat ini, wajahnya perlahan menjadi pucat.

Terutama ketika ia mengingat mulai detik ini mungkin dia tidak akan bisa bertemu William lagi, hatinya seperti tercabik-cabik, bahkan untuk bernafas saja susah.

Julian dan Jessy melihat semua perubahan ekspresinya.

“Sedang apa kamu berdiri disana? Apakah perlu aku mempersilahkan kamu duduk dulu?”

Jeanne tersadar dari lamunannya, ia mengetatkan bibirnya lalu duduk didepan mereka, berkata dengan tegar : “Katakanlah, apa yang kalian inginkan lagi?”

“Tenang saja, kali ini mencarimu bukan untuk bertukar posisi, jika sudah menentukan satu tahun maka harus ditunggu sampai waktunya tiba.”

Jessy menatap Jeanne sambil berkata seolah sudah melihat semua isi hatinya.

Jeanne menahan nafasnya, khawatir apa yang ia pikirkan terbaca oleh mereka, berpaling lalu bertanya pada Julian, “Apa yang kamu mau dariku?”

Jessy menyipitkan mata, tanpa menunggu reaksi dari Julian, ia menjawab terlebih dahulu : “Tidak melakukan apapun, aku hanya ingin tahu kondisimu akhir-akhir ini, hanya saja melihatmu begitu tegang, kenapa, takut aku menarikmu kembali?”

Dia menatap Jeanne sambil mengangkat alis, membuat Jeanne merasa seperti ditelanjangi.

“Bagaimana mungkin, aku sedang mengkhawatirkan ibuku, dulu kita sudah mengatakannya, aku menggantikanmu, kamu mengobati ibuku sampai sembuh.”

Jeanne berlagak tegas dan membalas.

Jessy menatapnya dengan tatapan serius, “Tenang saja, jika kami sudah menyetujuinya, tentu saja akan menepatinya, sebenarnya aku harus berterima kasih padamu karena sudah membantuku memperbaiki hubunganku dengan keluarga Sunarya, bahkan membuat William memperhatikanku jauh dari yanng kubayangkan.”

Nafas Jeanne cepat, ia menatap Jessy dengan lekat, ada rasa sakit yang sulit diucapkan dengan kata-kata sedang menggerogoti hatinya.

Ada perasaan dipermainkan ketika ia mendengar ucapan Jessy ini.

Itu merupakan peringatan kalau istri William Sunarya merupakan Jessy, dan bukan Jeanne.

Dia menarik nafas dalam, menekan perasaan yang bergejolak dalam hatinya, ia tersenyum dan berkata : “Kamu memang harus berterima kasih padaku, namun aku harap rasa terima kasih ini bisa dilimpahkan kepada ibuku, sisa waktu kerja sama kita sudah tidak banyak lagi, namun kondisi kesehatan ibuku terlihat tidak ada perubahan apapun.”

Dia bisa merasakan kalau kedua ayah dan anak ini sedang mengujinya, ia menjawab dengan begitu lancar, seolah semua yang ia lakukan demi kerjasama mereka, dan menekan perasaannya pada William dengan keras.

Namun meskipun begitu, perubahan ekspresinya ketika datang tadi sudah tertangkap oleh Julian juga Jessy dan membuat mereka menemukan celahnya.

Keduanya saling bertatapan, masih ingin menguji, namun Jeanne sudah bisa menebak tujuan mereka, ia tidak berencana berlama-lama disana, ia takut semakin banyak ia bicara akan semakin banyak salah yang ia lakukan.

“Jika tidak ada urusan yang lainnya, aku pergi dulu, hari ini aku menghindari orang suruhan William, aku takut William akan bertanya sehingga harus kembali lebih awal untuk bersiap-siap.”

Jeanne menggunakan nama William, Julian dan Jessy mau tidak mau melepaskannya.

Jeanne berjalan sampai keluar villa baru memuntahkan semua nafas yang tertahan olehnya ketika didalam sana.

Ia berpikir sepanjang jalan sampai ke kamarnya, duduk diatas ranjang sambil memikirkan Jessy yang berada di villa itu, kelihatannya kepulangannya kali ini untuk jangka waktu yang cukup panjang.

Meskipun Jessy mengatakan kalau kerja sama mereka tetap akan berlangsung sesuai perjanjian, namun membayangkan beberapa bulan kemudian dia harus meninggalkan William, semua kebaikan juga kelembutannya bukan lagi menjadi miliknya, bahkan dia mungkin tidak akan pernah mengetahui kalau dikehidupannya pernah ada seseorang yang bernama Jeanne.

Ketika itu, ia sungguh tidak sanggup lagi menahan semuanya, ia tengkurap di ranjang dan menangis sejadi-jadinya.

Air mata yang mengalir keluar dari sudut matanya membasahi seluruh sarung bantalnya.

Setelah beberapa saat, tangisannya perlahan berhenti, berganti dengan senggukan yang tidak teratur.

Sampai sudah waktunya William pulang kerja, Jeanne baru bangun dari ranjang dan merapikan dirinya.

Hanya saja karena tadi dia menangis terlalu hebat, matanya menjadi agak bengkak, meskipun sudha dikompres pun tidak bisa langsung hilang bengkaknya.

“Sudahlah, jika ditanya aku bilang saja mataku bengkak karena alergi.”

Jeanne menepuk pipinya sambil menggerutu keluar dari kamar mandi.

Setelah 10 menitan, William kembali.

“Kenapa matamu?”

Begitu ia pulang, yang ia perhatikan paling pertama merupakan mata Jeanne yang merah dan bengkak.

“Tadi siang aku keluar sebentar, karena kemasukan debu di jalan sehingga sedikit iritasi.”

Jeanne membuat alasan untuk menutupinya, lalu mengganti topik pembicaraan, “Air untuk mandi sudah aku siapkan, sana cepat mandi.”

William menatapnya dalam, namun ia tidak menolak niat baiknya, berbalik lalu langsung masuk ke kamar mandi.

Setelah dia selesai mandi, ia lalu memanggil Moli ke ruang kerjanya, “Hari ini Nyonya muda pergi kemana, lalu bertemu siapa?”

Mata Moli langsung bersinar, ia menjawab dengan jujur, “Saat siang, Keluarga Julian ada mengutus orang untuk menjemput Nyonya muda, namun Nyonya muda tidak membiarkanku ikut, aku juga tidak tahu apa yang terjadi padanya disana.”

William mengkerutkan alis, ia berkata dengan penuh rasa kesal : “Bukankah sudah kukatakan berkali-kali, tugasmu adalah mengikuti Nyonya muda, selangkah pun tidak boleh jauh darinya?”

Moli merasa kesal juga malu, ia menegaskan sekali lagi : “Tuan, tapi Nyonya muda yang tidak membiarkanku ikut.”

William menyipitkan mata dan menatapnya dengan tegas, “Moli, aku percaya meskipun Nyonya muda tidak membiarkanmu ikut, kamu juga punya ratusan cara untuk membuatnya tidak menyadari kalau kamu mengikutinya, intinya adalah sikap kamu yang bermasalah.”

“….”

Moli tidak sanggup membalas.

Wajah William menjadi tegas, dan berkata dengan serius, “Akhir-akhir ini sikapmu dalam bekerja sangat mengecewakan, jika kamu tidak menyukai pengaturanku, sekarang juga aku akan menyuruh Mogan mengutus orang untuk menggantikanmu, kamu kembali ke posisi awalmu.”

“Jangan!”

Moli menolak dengan panik, dia tidak ingin meninggalkan William, namun ia juga tidak rela mengakui kesalahannya, “Tuan, kali ini merupakan salahku yang tidak berpikir terlalu jauh, aku mengira kalau Nyonya muda kembali ke rumah ayahnya sehingga tidak berbahaya, aku tidak akan berani mengulang kesalahan yang sama lagi.”

William tidak merespon, membuat Moli semakin panik.

Dan tepat disaat seperti ini, Jeanne mencari sampai ke ruang kerja.

“William, kamu sudah selesai belum? Makanan sudah dihidangkan di meja makan.”

“Iya, aku akan segera turun.”

William bangkit dari meja kerjanya, ketika melewati Moli, langkahnya terhenti, “Nanti agak malaman pergi ke ruang hukuman untuk menerima hukumanmu, jika sekali lagi terulang, kamu langsung keluar negeri tanpa perlu kuperintahkan lagi.”

Setelah mengatakannya, ia berjalan kearah Jeanne dengan ekspresi begitu hangat.

Moli melihat mereka berdua turun bersamaan sambil bergandengan tangan, amarah dalam hatinya kembali tersulut, kebencian dalam matanya siap membakar semua yang ditatap olehnya, ingin sekali ia membuat sebuah lubang besar di tubuh Jeanne.

Di ruang makan, Jeanne dan William makan dengan begitu damai.

Setelah pelampiasannya tadi, Jeanne merasa pikirannya sedikit lebih terbuka.

Waktunya yang tersisa sekarang sudah tidak banyak, setiap hari berikutnya, dia ingin melaluinya dengan baik bersama William, ia ingin berusaha mengumpulkan kenangan indah bersama William sebanyaknya, agar ia bisa mengenangnya seumur hidup.

Namun siapa yang menyangka, ia baru saja memutuskannya, William sudah akan merusaknya.

“Aku besok mau ke negara G untuk dinas, masih belum bisa dipastikan berada disana untuk jangka waktu berapa lama.”

Jeanne terkejut, “Dinas lagi?”

William mengangguk, “Ada sedikit masalah di negara G, perlu aku yang datang langsung dan mengawasinya secara langsung.”

“Kalau begitu……. Bolehkah aku ikut denganmu? Tenang saja, aku tidak akan membuat masalah untukmu.”

Novel Terkait

Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu