Wanita Pengganti Idaman William - Bab 52 Diracuni

Bab 52 Diracuni


Jeanne pergi ke altar leluhur.


Beberapa pelayan setengah baya diperintahkan untuk mengikutinya, dan Jeanne ditekan, "Berlutut!"


Jeanne mendorong tangan mereka dan berlutut sendiri.


Wajahnya memerah penuh dengan penderitaan.


Para pelayan keluar dan menutup pintu.


Pintu berat itu ditutup dengan keras.


Udara dingin menghampirinya ...


Jeanne mendongak dan melihat cahaya redup-redup.


Berderet-deret, puluhan papan nama leluhur hitam tersusun rapi di depannya.


Jeanne tidak bisa menahan perasaan takutnya.


Waktu berlalu menit demi menit, sekitar setengah jam atau lebih, tiba-tiba suara "mencicit", pintu di belakangnya dibuka.


Jeanne terkejut, dan kemudian dia mendengar derap langkah kaki.

Dia melihat ke belakang dan melihat seorang pelayan muda menyelinap membawakan bantalan kearahnya.


Jeanne mengerutkan keningnya.


Pelayan kecil itu sambil mendekat dan memandang keluar dengan waspada.


"Nona muda, tuan muda minta saya memberikan Anda bantalan, cepat dipakai."


Jeanne tertegun dan menanggapi.


Pelayan kecil itu kelihatannya bersimpati dan mendukungnya. "Dilantai Dingin dan keras. Tuan Muda takut kamu akan jatuh sakit."


Jeanne tidak curiga, jadi dia segera meletakkan bantalan di bawah tubuhnya.


Dia memang difitnah.


Jeanne sangat tersentuh karena William mempercayainya dan mengiriminya bantalan.


Nyeri terasa ketika dia berlutut dan keringat keluar dari kepalanya.


Wajah Jeanne memucat, dan dia tidak bisa menahan diri untuk mengerang.


Keringat terus turun ke dahinya.


Jeanne bergegas menarik bantalan tadi.


Tanpa menunggu lama, dua pelayan lagi masuk ke dalam, kelihatanya galak.


Mereka memegang lengan Jeanne dan menekannya kebawah.


Ada jarum tersembunyi di bantalan ternyata!


"Lepaskan aku!"


Jeanne berjuang keras, tetapi kedua pelayan itu sama sekali tidak mau melepaskan cengkeramannya.


Hati Jeanne merasa dingin ...


Dia telah dijebak.


Rasa sakit yang menusuk tulang membuatnya merasa pusing.


Jeanne mengertakkan gigi mencoba bertahan, dan tubuhnya menjadi lemes.


Kedua pelayan terkejut melihat dia pingsan.


Mereka keluar terburu-buru.


William bergegas melangkah masuk ke altar leluhur.


Alisnya berkerut dan matanya redup dengan penuh kekhawatiran.


Mendorong dan membuka pintu, cahaya tiba-tiba menembus ke dalamnya.


William mendongak, melihat Jeanne terbaring di lantai.


"Jessy!" Dia berlari cepat. Baru berapa lama sudah membuat dirinya seperti ini?


Jeanne diguncang olehnya beberapa kali sebelum dia membuka matanya dengan susah payah.


"Apa yang terjadi denganmu?"


Wajah William yang selalu tenang dan kali ini menunjukkan kecemasan.


Dia melihat sekeliling dan melihat bahwa lututnya Jeanne tidak beres.


Di sana, berdarah, roknya ternoda merah sedikit.


William membantu melihat ke bawah. Dia merobek bantalan itu, masih ada lebih dari sepuluh jarum perak halus.


"Kamu bertahan ya."


Mata William suram. Dia membungkuk dan menggendongnya lalu berjalan keluar.


Langkahnya cepat, dan ada keringat di dahinya karena kecemasan. "Kak William."


Tiba-tiba ada suara datang dari sisi depan. Itu adalah suara Alexa.


Dia melihat William datang ke sini, dan dia mengikutinya dengan sengaja.


Siapa sangka, malah ketemu dia di tengah jalan.


Melihat Jeanne digendong oleh William, Alexa tiba-tiba terasa seperti ditusuk jarum.


Kukunya  tergenggam di tangan yang pucat, dan cahaya di matanya menggila.


Jessy, mengapa kak William menggendongnya seperti ini?


Tapi William bahkan tidak memandangnya.


Alexa berdiri memandangi punggung kedua org itu, matanya muram dan air mata menetes .


William terus berjalan kembali ke vila mereka.


Begitu dia memasuki pintu, beberapa pelayan ketakutan oleh pemandangan itu dan mundur beberapa langkah.


"Pergi dan jemput Dokter Bai kesini!"


Beberapa pelayan begitu ketakutan dan bergegas keluar.


Semua orang saling memandang.


Pagi hari tadi keluar dengan baik-baik,kenapa jadi begini?


Nona muda itu digendong kembali oleh tuan muda.


Setiap pelayan memikirkan spekulasi dan gosip yang melanda pikiran mereka, tetapi mereka semua menutup mulut mereka rapat-rapat.


Dokter Bai datang dengan cepat.


Dia sering menangani beberapa keadaan darurat untukWilliam.


Dia terbiasa dengan jalan, langkahnya bahkan lebih cepat daripada pembantunya beberapa langkah di depan.


William menempatkan Jeanne di tempat tidur besar di kamarnya dan duduk di sampingnya dengan wajah muram.


"Tuan muda!" Dokter Bai segera masuk dibawa oleh seorang pelayan.


Semua alat dan jenis obat sudah dipersiapkan. Dia  baru saja memeriksa putri tante ke empat hari ini.


William mengangguk dengan wajah dingin. "Tolong periksa dia."


Ketika Dokter Bai melihat ke tempat tidur, dia melihat Jeanne berbaring di sana, pucat dan kesakitan.


"Ada luka di lututnya."


William mengingatkan kepada dokter.


Jeanne hari ini mengenakan rok putih, dengan beberapa jarum perak masih tertancap di atasnya.


Wajah Dokter Bai tidak bisa menahan rasa kaget. Ini adalah pertama kalinya dia melihat metode beracun seperti ini.


Wanita di istana pada jaman kuno sering menggunakan cara ini untuk mendapatkan kekuasaan, dan mereka sering menggunakannya.


Saya tidak menyangka akan ada hal seperti itu pada jaman sekarang.


Dokter Bai menarik napas dalam-dalam. "Luka yang ditusuk jarum sangat sulit ditemukan. Aku akan memeriksa wanita muda ini terlebih dahulu."


Saat berbicara, dia mengeluarkan alat dari kotak obat dan dengan cepat memeriksa cedera di lutut Jeanne.


Lalu dia menekannya dengan ringan.


Jeanne mengerang getir.


Dokter Bai menghela nafas, "Ada beberapa jarum di dalam, aku akan mengeluarkannya sekarang. Jangan biarkan Nona muda berjalan untuk sementara waktu, untuk menghindari peradangan, yang dapat melukai otot dan tulang."


Dokter Bai kemudian meresepkan obat untuk Jeanne di atas kertas dan memerintahkan pelayannya untuk mengambilnya.


Setelah itu, dia mengatakan kepada William, "Ketika obatnya datang nanti, minum tepat waktu ,tiga kali sehari. Nona Muda akan tetap di tempat tidur untuk istirahat untuk beberapa hari kedepan."


Tinggal di rumah besar ini, Dokter Bai bisa tinggal begitu lama karena tahu apa yang patut ditanyakan dan apa yang tidak.


Ketika semuanya diatur dengan benar, dia mengucapkan selamat tinggal kepada William.


William mengangguk dan pelayan yang penuh perhatian itu langsung menyerahkan air hangat tanpa disuruh.


"Minumlah obatnya dulu."


William mengangkat tubuh Jeanne, memberinya makan pil dengan satu tangan, dan minum beberapa teguk air.


Jeanne mengerutkan kening dan menelan obat.


Dia paling takut minum obat pahit ini, tetapi sekarang dia harus meminumnya.


William terbiasa dengan penampilannya yang bersemangat. Tapi kali ini penampilannya yang sedang kesakitan menyebabkan amarah yang muncul di pikirannya.


Menunggu Jeanne tertidur, William keluar dari ruangan dengan wajah marah.

Novel Terkait

Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
3 tahun yang lalu