Wanita Pengganti Idaman William - Bab 85 Jangan Pisah

Bab 85 Jangan Pisah


Kakek melihatnya, berkata dengan dingin: "Meskipun hari ini adalah ulang tahun Alexa, kamu harusnya menghindari kecurigaan, pas kamu di luar negri, tentang kamu dan Jessy, orang lain tidak ada yang tahu, Makanya aku juga diam, sekarang kamu disini, di sisi Jessy, harusnya kasih orang tahu, dia istri kamu”

Selesai bicara, dia melihat wajah Alexa, sekali lagi berkata: "Kamu juga, Jessy adalah kakak iparmu. Itu adalah fakta, tidak ada yang bisa berubah. Aku harap kamu bisa lebih hati-hati nanti di keluarga Sunarya.”


Setelah mendengarkan ini, Alexa tampak pucat, tampak sangat jelek.


Pikirannya seperti habis secerah matahari, sekarang gelap seperti malam.


"Kakek, aku tahu, berikutnya aku akan hati-hati."


Dia mengertakkan gigi dan matanya jengkel.


Selama pria tua ini hidup, dia selalu mengurus kenyamanan dan membantu wanita pelacur itu.


Kalo bukan karena dia yang memilihkan, wanita kakak William sekarang adalah dia!


Dia marah di hatinya, tetapi tidak tampak di permukaan.


Kakek berpikir bahwa dia sudah cukup dinasehati, menoleh ke William.

William menoleh ke Jeanne, kemudian berkata : "Saya akan lebih memperhatikan nanti."


Kakek puas dengan anggukan itu.


"Ini yang terbaik."


Sehabis bicara, Kakek menyerahkan tangan Jeanne ke William, dan berkata :”Jessy, malam ini baik baik sama dia, jangan pisah”


Jeanne agak bingung, hatinya menangis dan tertawa sekaligus, dan menjawab: "Ya kek."


Kemudian, dia mentapa William.


Sayangnya, William tidak memiliki ekspresi apapun.


Entah bagaimana, perasaan di hatinya samar-samar hilang.


Kakek tidak memperhatikan ekspresi mereka, menatap tangan kedua orang itu, sambil tersenyum: "Mantap, Kalian pergi nyambut tamu, Aku mau ketemu Deric dan lainnya, Alexa juga bareng aku ayo, kenalkan aku sama orang tuamu”

Alexa mendengar ini, dan tidak ada alasan untuk menolak, dia hanya bisa pergi dengan keengganan.


Untuk sementara, hanya Jeanne dan William yang tersisa.


Jeanne memandang William dengan tatapan dalam, menjilat bibirnya dan berkata: "Itu..kalo kamu sibuk, kamu pergi aja, tidak perlu dengerin kata-kata kakek”


William meliriknya.


"Oh, Kata-katamu bagus, dibelakang, Kamu tahu gimana cara mengeluh dengan kakek”


Jeanne mendengar ini dan alisnya berkerut.


"Apa maksudmu? Kamu pikir aku ngadu sama kakek?"


Willliam menjawab dengan dingin: "Kamu harusnya tau, aku disini, ketemu dengan orang tua Alexa, itu untuk menghormati mereka”.


Jeanne mencibir, dan hatinya sedikit marah.


Dia tahu semua orang disini tadi punya pikiran sama, dia tidak percaya pria ini tidak sadar.


Alasannya hanya seperti untuk membela dirinya sendiri, dan justru menuduhnya.


Dia menarik tangannya kembali dan berkata : "Aku benar-benar minta maaf. Sepertinya keberadaanku telah mengganggu hal-hal baikmu. Lanjutkan aja urusanmu."


Setelah itu, dia pegi dan tidak kembali.


William memandangnya marah dan pergi, tetapi tidak menyangka dia akan sangat marah seperti ini.


Tepat saat dia ingin menyusulnya, terdengar bisikan-bisikan


"Hei, apa yang baru saja terjadi? Bukankah Tuan William berpasangan dengan Nona Alexa? Ada apa William dengan wanita tadi, kelihatanya bertengkar."


"Paling bukan apa-apa, Cuma wanita yang mau panjat sosial. William kan sudah sama Nona Alexa, wanita seperti tadi mana mungkin dengan dia."


"Iya betul, di ibukota, semua wanita juga mengejar Wiliam, sudah rahasia umum. Dia paling barusan ditolak."


Kata-katanya penuh ejekan, dan hati William langsung membeku.


Dia secara tidak sadar pergi mencari Jeanne, tetapi Jeanne tampaknya telah pergi jauh, ke orang-orang di kerumunan tidak lagi terlihat.


Dia kesal pada dirinya sendiri, karena baru saja sadar dan merasakan terhadap apa yang kakek rasakan.

Dia juga merasa sikapnya pada Jessy barusan juga sudah kelewatan.


Saat dia masih mencari Jeanne, tidak terpikir bahwa anggota keluarga yang sudah jadi bagian keluarga Sunarya tidak dianggap, Hanya mampu memarahi dirinya sendiri.


Jeanne, tidak peduli, dia tidak mau memikirkannya.


Setelah pergi, dia pergi ke ruang dansa.


Lagipula dia tidak terlalu suka pesta seperti ini, ditambah dia tidak dianggap disana, akhirnya dia mengambil minuman anggur dan membawanya ke halaman belakang, melihat ke bulan sambil menikmati indahnya malam.


Suara angin berembus sepoi-sepoi, dedaunan di pohon berdesir lembut, semua tampak begitu sunyi


Kemarahan yang menyertai hatinya juga sudah tenang.


Saat dia menutup matanya dan duduk di kursi panjang, sebuah suara datang.


"Aku sudah mendengarnya."


Suara yang tiba-tiba muncul, mengejutkan Jeanne.


Dia secara tidak sadar menoleh dan melihat bahwa orang itu adalah Bernard, dan dia tidak bisa menahan sakit kepala.


Kenapa orang ini datang?


Bernard tidak tahu hatinya sedang sedih, melihatnya, seperti ada rasa cinta di matanya


"Jessy, apakah ini yang kamu inginkan?"


Jeanne ditanyai di depan wajahnya.


Masih menunggu jawabannya, Bernard tampak melihat melalui dia dan melanjutkan: "Tidak diakui oleh orang-orang, dan tidak diakui keluarga Sunarya, inikah yang kamu mau?”


Jeanne mendengarkan dan berjalan, tidak sadar tersandung batu karena terlalu gelap


Bernard menarik tangannya, membantu nya kembali berjalan, dia sedikit enggan berkata dengan tenang: "Bernard, perhatikan kata-katamu, aku di keluarga Sunarya sangat nyaman, ini jalan yang sudah kupilih, jadi tidak ada pilihan lain,aku pasti mentaatinya. Perasaanmu seharusnya jangan dibawa ke aku, jika ini dilihat orang akan jadi masalah "


Bernard terobsesi dengan dia, ingin merasa kesal tetapi tidak bisa.


"Jessy, kenapa kamu menipu dirimu sendiri seperti ini? Dari awal William tidak mempedulikanmu!"


Mulut Jane terdiam


Dia tahu bahwa William tidak peduli padanya, tapi dia hanya untuk menaati pria tua itu.


Bernard memandangnya dan tidak berkata apa-apa, menarik napas dalam-dalam dan terus membujuk: "Jessy, dengarkan aku, aku berbeda dari William, hatiku cuma untukmu, orang seperti itu, kamu betul-betul tidak mau peduli padanya? "


Jeanne mendengarkan kata-katanya dan semakin lama tidak nyaman, dan merasa bahwa sebaiknya membiarkannya pergi, jika tidak segalanya akan menjadi buruk, dan dia dengan cepat bangkit dan menyela.


"Bernard, ini urusanku, kamu tidak usah campur tangan!"


Ketika dia ingin pergi, tangannya ditarik oleh Bernard.


"Jessy, kenapa hatimu begitu mati?"


Jeanne memandangi pergelangan tangan yang dipegangnya, alisnya berkerut, dan dengan cepat membukanya, dan dia juga memucat wajahnya: "Bernard, apakah kamu harus membuat semua orang memenuhi keinginanmu?"


Bernard mendengar teguran dingin ini dan akhirnya tenang.


Dia menatap Jeanne dan bergumam: "Maaf, aku terlalu terbawa suasana."


Bibir Jeanne, menatapnya dengan suara dingin: "aku harap ini yang terakhir."


Setelah kata-kata selesai, dia berbalik dan pergi, meninggalkan wajah Bernard yang kesepian.


Tak satu pun dari mereka sadar di sudut gelap taman. Seorang pelayan sedang memegang ponsel dan mengambil gambar dua orang yang baru saja berpegangan tangan.

Novel Terkait

Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
4 tahun yang lalu