Wanita Pengganti Idaman William - Bab 27 Kelemahannya

Bab 27 Kelemahannya
Julian melibatkan banyak orang seperti ini, ia pasti merencanakan hal besar. Jeanne mengernyitkan alisnya, membuka mulutnya dan bertanya, “berapa banyak saham yang kau mau?”

Mendengar pertanyaan Jeanne, Julian meletakkkan sumpitnya dan berkata, “tiga puluh persen.”
“tiga puluh persen?” Jeanne balik bertanya saking tak percayanya, saham sebanyak itu, William mana mungkin setuju. Tidak usah bicara soal William, misalkan saja Jeane membuka bisnis sendiri dengan susah payah.
Seorang asing datang dan bilang mau persenan sebanyak itu, Jeanne pasti juga tidak akan membolehkannya.
Julian, pikirannya benar-benar liar ya. Hanya saja Julian tidak membalas kata-kata Jeanne, ia malah balik bertanya, “aku dengar kamu bisa desain? William juga sampai mau merekrutmu, kerja sebagai desainer di perusahaannya?”
Sorot mata Julian sedikit tersirat ketidaksenangan, sepertinya juga karena Jeanne tidak memberitahu hal ini padanya.
“kalau iyapun kenapa?” Jeanne menjawab dengan datar, ia memang tidak merasa kalau ini ada hubungannya dengan Julian? Hal ini juga baru diketahui orang lain kemarin. Tapi ya masalah sepribadi ini saja, tanpa disangka si Julian bisa tahu juga.
Jangan-jangan, Julian mengirim mata-mata di rumah william? Nampaknya ia sendiri tidak terlalu tenang.
Terpikirkan hal itu, Jeanne tanpa sadar mengerynitkan alisnya. Perasaan diawasi oleh orang lain itu tidak terlalu mudah ia terima, terutama karena tidak tahu orang yang mengawasi itu ada di mana.
Julian sama sekali tidak menggubris keanehan pada Jeanne, ia lanjut bicara, “karena kamu bisa desain, pakailah bakatmu itu untuk berjuang, aku percaya William pasti akan setuju denganmu. Apalagi cuma masalah beberapa saham saja.”
Julian malah bicara dengan sangat enteng, Jeanne mengangkat matanya, melihat Julian yang sangat tenang. Hanya saja di bagian paling dalam mata Julian ada kegilaan yang tak bisa ditutupi. William memang jenius dari keluarganya, pebisnis terkenal yang menguasai seluruh ibukota.
Karena William mau mendirikan perusahaan, sudah pasti menghasilkan untung secara stabil dan tidak rugi. Apalagi bisnis desain yang sudah jelas, modalnya sedikit, pendapatannya banyak. Ditambah juga dengan dukung perusahaan keluarga william, mau dipikir bagaimanapun sudah pasti sebuah transaksi yang sangat menguntungkan.
Jeanne tertawa dingin dalam hati, sudah berumur setua ini masih mau berpikir yang aneh-aneh? Dia kira bisa dapat untung tanpa kerja keras?
Melihat Julian yang tidak mau bicara soal hal lain, Jeanne juga malas basa-basi sopan dengan Julian di sini, langsung saja ia mengambil tasnya dan pergi.
Baru saja tangan Jeanne memegang gagang pintu, ia sudah dipanggil Julian, Jeanne menoleh ke arah Julian dan bertanya, “masih ada masalah yang lainnya?”
”tidak ada masalah lain, kan kamu sudah datang juga, setidaknya makan saja dulu, baru pergi. Saat Jessy ada di sini, ia sering menemaniku makan.” Julian menatap ke arah Jeanne tanpa ekspresi, matanya yang panjang itu tidak nampak tak berisi perasaan sedikitpun.
Jeanne tertawa dingin dan berkata, “aku kan bukan Jessy, aku jugak tidak perlu ada di sini, dan pura-pura punya perasaan mendalam dan memerankan ayah dan putrinya denganmu. Apalagi di sini tidak ada orang luar, kamu juga tak perlu khawatir ada orang yang melihat.” makan bersama Julian, Jeanne takut ia diracuni sampai mati.
Selesai bicara Jeanne membuka pintu dan langsung keluar dari ruangan VIP itu, bisa emosi dia kalau tinggal lebih lama lagi di ruangan itu.
Julian, Julian bahkan tak bilang menggunakan Jeanne, untuk membantu Jessy menstabilkan posisinya di rumah William, tanpa disangka ia masih mau menyuruh Jeanne meminta dan mendapatkan saham perusahaan William.
Gimana juga Jeanne harus bilangnya, gimana juga orang lain akan menilai dirinya? Sesuai dugaan memang ia tidak bisa berharap pada ayah berdarah dingin seperti Julian. Hanya sayang saja sekarang demi mama, Jeanne malah terpaksa menahan diri dan membiarkan Julian bertindak sesukanya.
Emosi yang mengumpul dalam hati, seperti tumbuh rumput dalam hatinya, perasaan.seperti ini membuat hati Jeanne semakin gundah dan tidak tenang. Di otaknya terus muncul wajah pucat sakit mamanya.
Di setiap saat ia selalu mengingatkan Jeanne untuk bertahan, dan terus bertahan. Di jalan besar banyak mobil yang berlalu-lalang tanpa henti, Jeanne mengangkat tangannya dan menekan dahinya, berkata pada supirnya, “antar aku ke rumah sakit.”
Supir tersebut menjawab menyetujui sejenak, hanya saja ia dalam hati merasa agak aneh, nona muda yang sehat wal afiat mau apa pergi ke rumah sakit?
Jeanne sudah lama sekali tak menemui mamanya. Rumah sakit yang Julian urus untuk mamanya, adalah rumah sakit besar yang lumayan berkelas tinggi di seliruh kota, sangat mudah dicari.
Turun dari mobil, Jeanne langsung masuk ke rumah sakit. Meskipun dengan seperti ini sangat mungkin terlihat oleh orang lain, tapi entah kenapa Jeanne selalu merasa hatinya tidak tenang.
Jeanne tahu jalan dengan baik menuju kamar rawat, tapi setelah membuka pintu dan mau masuk ke dalam. “Cari siapa ya?” keluarga pasien di kamar itu berjalan keluar, dengan tampang terkejut ia menatap Jeanne.
Jeanne mengambil beberapa langkah mundur, melihat lagi papan nama kamar rawat, alisnya ia kernyitkan. Jelas-jelas mama dirawatnya di kamar ini, melihat keluarga pasien di kamar itu yang menunggu penjelasan Jeanne, Jeanne buru-buru berkata dengan rasa bersalah, “maaf, aku mungkin salah masuk. Aku cari pasien yang dulu dirawat di kamar ini, ia keluargaku.”
“kami tidak kenal pasien yang sebelumnya dirawat di sini.”
Orang itu lanjut berbicara, “tapi aku dengar di lantai ini kamar rawat inap VIP semuanya pasien dokter Vince, mungkin saja kamu bisa mencari dan bertanya padanya.”
Jeanne menjawab “terima kasih ya.” setelah Jeanne keluar ia langsung mencari dokter Vince itu. Dokter Vince itu tak asing baginya, dulu Julian pernah bilang yang mengobati mamanya itu dokter Vince.

Jeanne panik sekali, buru-buru bertanya tentang lokasi kantor dokter Vince.
“sekarang ini, dokter Vince belum keluar dari ruang operasi.” seorang suster menahan Jeanne, “kalau anda mau bertemu dengannya, buat janji dulu untuk esok hari saja.”
“aku benar-benar mencari dokter Vince karena ada masalah penting.”
Jeanne mendorong suster itu, mamanya menghilang, masih suruh dia menunggu saja, “aku putrinya Julian, dokter Vince pasti kenal aku.” suara ribut di koridor sangat kencang, Jeannepun sangat tidak sabar.
“biarkan saja dia masuk” suara laki_laki yang terpelajar terdengar dari ruang diagnosis. “tapi dokter Vince, anda baru saja keluar dari ruang operasi.”
Setelah itu pembicaraan mereka sudah tidak terdengar jelas oleh Jeanne, sekalinya bisa lepas dari penahanan suster itu, Jeanne langsung menerobos masuk.
dokter Vince sangat sibuk, saat Jeanne pergi ke sana kebetulan ia baru kembali setelah mengecek pasien.
“siapa kamu?” dokter Vince mengernyitkan alis, sudah jelas ia agak tidak senang dengan kedatangan tiba-tiba Jeanne tanpa janji awal.
“aku Jeanne, putri dari pasien anda di kamar rawat Lily. Aku datang melihat mamaku, tapi di kamar rawat tidak ada dia.” Jeanne berkata dengan penuh kekhawatiran.
dokter Vince kembali mengernyitkan alisnya, seorang suster di sisinya menjawab, “oh ternyata kamu ya, tapi mamamu bukannya dari dulu sudah pindah rumah sakit?”
“mana mungkin? Mamaku pindah rumah sakit, kenapa aku bisa tak tahu?” Jeanne kaget dan marah, “bagaimana bisa kalian seenaknya sendiri dan memindahkan pasian ke rumah sakit lain, juga tidak memberitahu keluarga kami sama sekali.”
Suster itu jadi agak tidak senang larena kata-kata Jeanne, dengan marah ia berkata, “di rumah sakit kami ada begitu banyak pasien, tidak mungkin cuma mengurusi kamu saja kan. Ditambah lagi, semua kan papa kamu yang pindahin sendiri, kami juga tak punya hak untuk menghentikan keinginan pihak keluarga pasien.”
“ti, tidak mungkin, kenapa ia melakukan itu?” amarah dalam hati Jeanne membara sampai ke atas. Mamanya itu dari dulu kelemahannya. Melihan kondisi itu dokter Vince melihatnya dengan kaget, dengan serius ia bicara, “memang benar papamu yang datang dan memindahkannya, kamu bisa telepon dan bertanya padanya, mungkin saja ia belum sempat memberitahu kamu.”

Novel Terkait

Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu