Wanita Pengganti Idaman William - Bab 196 Menghilang Selamanya Dari Hadapannya

Setelah kepergian Hans, William duduk di atas kursi kantor dengan wajah yang dingin.

Tidak peduli seberapa dalam orang ini bersembunyi, bahkan sampai lubang yang terkecil sekalipun, dia akan mencarinya sampai ketemu.

Jika tidak, kali ini targetnya adalah Jessy, lain kali tidak tahu akan ditujukan kepada keluarga Sunarya yang mana lagi.

Sedangkan saat dia mengutus Hans untuk melacak keberadaan orang itu sampai ketemu, di saat yang bersamaan Alexa juga sudah menerima kabar dari asistennya.

"Apa yang kau katakan? Kak William sampai sekarang masih belum menyerah untuk menyelidikinya?"

Dia memegang ponselnya sambil berkata dan merasa hal ini sulit dipercaya.

Segera setelah itu muncul rasa iri yang sulit ditutupi.

Kak William begitu memperhatikan hal ini pasti dikarenakan ini ada hubungannya dengan Jessy.

Saat memikirkan hal ini, dia tiba-tiba juga teringat akan perkataan yang dulu pernah diucapkan oleh Nyonya Thea.

Mereka berdua beberapa waktu belakangan ini sangat lengket bagaikan lem, jika terus dibiarkan seperti ini, apakah dia masih ada kesempatan untuk masuk di antara mereka?

Tiba-tiba hatinya penuh dengan kewaspadaan.

"Kau ambil sejumlah uang, lalu suruh beberapa preman itu untuk sembunyi dahulu beberapa saat."

Asistennya mengerti kemudian memutuskan sambungan telepon dan melaksanakannya.

Alexa melihat telepon yang barusan sudah diputus sambungannya, hatinya masih tetap merasa tidak tenang.

Dia harus melakukan sesuatu untuk mengalihkan perhatian Kak William.

Jika sampai diketahui olehnya, maka Kak William akan semakin membencinya, jika itu sampai terjadi, takutnya dia bahkan sudah tidak ada kesempatan untuk memohon pengampunan darinya.

Dia memikirkan bagaimana caranya untuk mengalihkan perhatian Kak William.

Tiba-tiba dia mendapatkan ide, sebuah rencana pelan-pelan terbentuk di dalam hatinya.

Dia mengambil ponsel dan menelepon ke satu nomor...

Malam itu, dia sedikit berdandan lalu mengendarai mobilnya dan pergi.

Tidak lama kemudian, dia berhenti di depan sebuah bar yang bernama KAISE.

Dia masuk ke dalam dengan wajah datar dan sama sekali tidak peduli kepada sekumpulan orang yang sedang menari di sana, dia segera pergi ke sudut ruangan.

Di sudut ruangan dia melihat seorang pria yang berpakaian mahal sedang duduk di sana.

"Bernard, lama tidak berjumpa denganmu."

Dia menyapa dengan dingin, setelah itu duduk di seberangnya.

Setelah Bernard melihatnya, matanya terlihat suram.

"Untuk apa kau memanggilku keluar?"

Bernard menilainya dengan tatapan waspada, biar bagaimanapun mereka berdua tidak kenal dekat.

Alexa tertawa dan berkata : "Apakah kau tidak ingin mendapatkan Jessy?"

Setelah Bernard mendengar perkataannya, matanya terlihat sedikit bercahaya.

"Apa maksud perkataanmu?"

Alexa bersandar di kursinya dan tertawa datar sambil berkata : "Aku tahu kalau kau menyukai Jessy, sedangkan aku menyukai William, ini adalah hal yang sudah diketahui oleh semua orang, aku ingin bekerja sama denganmu, aku akan membantumu untuk mendapatkan Jessy, setelah itu kau suruh Jessy untuk tidak mengganggu William lagi, lebih baik lagi jika dia bisa selamanya menghilang dari hadapan William."

Bernard mengerutkan alisnya.

"Apa kau sudah lupa kalau Jessy dan William sudah menikah."

Dia mengingatkannya, tidak diduga Alexa sama sekali tidak peduli akan hal ini.

"Terus kenapa? Jika kau percaya kepadaku, setelah lewat beberapa hari, dia sudah bukan nyonya muda di keluarga Sunarya lagi."

Bernard sangat terkejut, dia bertanya : "Bagaimana caranya?"

Alexa melengkungkan bibirnya dengan malu di bawah cahaya yang redup.

"Karena aku sudah mengandung anak Kak William."

Bernard benar-benar syok.

Tanpa menunggu dia kembali sadar, dia sudah mendengar Alexa lanjut berkata : "Dari awal memang aku yang disukai oleh orang tua kak William, terlebih lagi Kakek sangat mementingkan keturunan, tentu saja dia tidak akan mengijinkan anak dari keluarga Sunarya berkeliaran di luar sana, apa kau merasa keberadaan Jessy masih dibutuhkan?"

Bernard keluar dari keterkejutannya dan menatapnya dengan serius.

"Jika benar seperti itu, untuk apa kau mencariku untuk bekerja sama?"

Alexa melihatnya sambil tersenyum.

"Aku mencarimu hanya karena ingin memastikan tidak ada kesalahan saja, kenapa? Kau tidak setuju?"

Bernard terdiam, dia menatap Alexa sangat lama dan berkata : "Kau yakin tidak akan ada masalah apapun."

Begitu Alexa mendengarnya, senyuman di matanya semakin dalam, dia mengangguk dengan percaya diri.

"Tentu saja!"

"Jika begitu, maka aku akan percaya kepadamu sekali ini."

Akhirnya, Bernard mengangguk dan setuju dengannya.

.......

Di saat yang bersamaan, Jeanne sama sekali tidak mengetahui rencana mereka berdua.

Saat ini dia masih sibuk lembur di kantor.

Di saat dia sedang sibuk, telepon yang ada di atas meja berbunyi.

"William, kau meneleponku begitu malam, apa ada masalah?"

Benar, yang meneleponnya adalah William.

"Kamu masih di kantor?"

Dia bertanya dengan lembut.

Jeanne melihat barang yang setengah jadi di mejanya, dia menggelengkan kepalanya dan berkata : "Masih ada sedikit pekerjaan yang belum selesai, aku akan pulang agak sedikit malam."

Setelah William mendengarnya, dia menyipitkan matanya.

"Jadi kamu tidak makan malam lagi."

Bukan pertanyaan, tapi kepastian.

Jeanne mengulurkan lidahnya dengan malu : "Hehe....lupa karena terlalu sibuk."

William sudah tahu akan seperti ini, terlihat pandangan tidak berdaya dan sayang di matanya yang bahkan tidak disadari oleh dirinya sendiri.

"Kamu turun sekarang."

Jeanne tertegun mendengarnya.

"Kamu mau datang menjemputku?"

William tertawa dengan lembut dan berkata : "Aku sudah di bawah kantormu, aku kasih waktu 3 menit, aku mau melihatmu sudah ada di depan pintu."

Setelah selesai bicara, dia langsung memutuskan sambungan telepon.

Jeanne melihat teleponnya yang sudah diputus, meskipun dia merasa orang ini sewenang-wenang, tetapi hatinya terasa manis.

Dia segera membereskan pekerjaannya lalu mengambil tasnya dan keluar dari kantor.

Saat dia sudah duduk di dalam mobil, William langsung mengendarai mobilnya dan membawanya ke restoran.

Saat sedang makan, Jeanne sebenarnya sangat ingin bertanya kepadanya, kenapa dia bisa berpikir untuk datang menjemputnya.

Tetapi dia takut jika bertanya seperti itu dia akan terlihat terlalu percaya diri, wajahnya saat ini terlihat ragu-ragu mau bertanya atau tidak.

William melihat ekspresinya, dia bertanya : "Kenapa?"

Jeanne menggelengkan kepalanya : "Tidak apa-apa."

William tidak bertanya lagi, dia bertanya masalah kerja sama perusahaan.

Pada awalnya Jeanne masih melaporkan kepadanya hanya soal bisnis, tetapi begitu berbicara soal desain, dia langsung berbicara tanpa berhenti.

William adalah seorang pendengar yang baik, kadang-kadang dia akan memberikan satu atau dua saran, tetapi sangat berguna, sehingga membuat Jeanne bagaikan mendapatkan harta yang sangat berharga.

Saat mereka sudah sampai di rumah, Jeanne masih terus berbicara, dia menarik William dan mengajaknya bicara sangat lama, setelah itu dia baru menyadari kalau sudah sangat malam.

"Ternyata sudah semalam ini, aku mau pergi mandi dulu, besok pagi masih ada rapat."

Sambil berbicara, dia mengambil baju tidur lalu segera lari ke kamar mandi.

Tidak lama kemudian, dia sudah selesai mandi dan keluar dengan mengenakan piyama.

Meskipun piyamanya tertutup, tetapi tidak bisa menutupi keindahan tubuhnya, terutama sepasang kakinya yang telanjang, panjang dan putih.

Tentu saja satu-satunya yang merusak keindahannya adalah luka yang ada di kakinya.

Beberapa hari ini, luka di kakinya sudah semakin membaik, lukanya mulai mengering, tetapi kelihatannya akan meninggalkan bekas.

Saat William melihat bekas luka yang gelap itu, wajahnya terlihat muram.

Dia mengeluarkan salep dari dalam tas kerjanya dan memberikan kepadanya.

"Ini adalah salep untuk menghilangkan bekas luka, aku mengambilnya dari tempat dokter Nathan, katanya hasilnya lumayan untuk menghilangkan bekas luka, kamu harus ingat untuk mengolesinya setiap hari."

Jeanne mengambilnya, wajahnya terlihat sedikit terkejut.

"Dokter Nathan bukannya psikiater?"

"Memangnya kalau psikiater tidak bisa mengobati yang lainnya?"

William balik bertanya, membuat Jeanne tidak bisa berkata-kata lagi.

Melihat Jeanne tidak berkata apapun, dia menyuruhnya untuk segera mengoleskan salepnya.

Jeanne melihat salep yang ada di tangannya, lalu melihat lagi pria yang ada di depannya yang terlihat dingin tetapi hatinya hangat, dalam seketika, hatinya bagaikan meminum air madu, terasa sangat manis.

Saat dia sedang mengoleskan salepnya, tiba-tiba William seperti teringat akan sesuatu, dia menatap Jeanne dan bertanya kepadanya : "Oh iya, beberapa hari lagi adalah ulang tahunmu, apa kau sudah memikirkan ingin dirayakan seperti apa?"

Novel Terkait

Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu