Wanita Pengganti Idaman William - Bab 192 Selama Dia Mengakuiku, Itu Sudah Cukup

Bab 192 Selama Dia Mengakuiku, Itu Sudah Cukup

Jeanne menatapnya, lalu mendengarkan perkataannya yang menusuk, dan dia pun melupakan niat untuk menyapa.

Dia tahu, meskipun dia yang memanggil orang lain, Marina juga belum tentu akan memberinya muka.

Tapi kenyataannya seperti itu, Marina bahkan selalu tidak menghiraukan sapaannya.

Dia berjalan ke hadapan Jeanne, pandangan matanya penuh dengan rasa kasihan, sudut mulutnya menekuk dan meringis.

“Kenapa? Bisu ya, atau terkejut sampai tidak bisa berbicara?”

Dia berjalan mengitari Jeanne dengan pandangan menghina, lalu sekali lagi tertawa kecil dan berkata : “Bisa jadi, dalam urusan menyapa dan menghormati orang saja kamu tidak bisa menandinginya, masih berkhayal mau dibandingkan dengan Sierra, sepertinya kamu ini tidak tahu diri. ”

Mendengar perkataan tersebut, alis Jeanne berkerut.

Tepat pada saat dia ingin membalas perkataannya, Marina sepertinya teringat akan sesuatu, lalu memandanginya sambil tertawa.

“Lihat, kamu bukan hanya tidak tahu diri, tapi juga tidak tahu malu.”

Mendengarnya, raut muka Jeanne seketika mengeras dan tidak bisa menahan diri untuk memperingatkan : “Tante, jaga ucapanmu.”

“Oh, begitu saja sudah marah ya? Atau kamu merasa kalau ucapanku itu benar?”

Marina bukannya berhenti malah semakin lancang.

“Tapi kurasa yang aku ucapkan itu masuk akal lho, lihatlah dirimu sendiri, sudah lama menikah ke keluarga Sunarya, kecuali ayahku mengakuimu, siapa lagi yang mau mengakuimu? Belum lagi sekarang ada muncul seorang pengganti.”

Jeanne menatapnya.

Marina juga tidak peduli, dia terus saja dengan sengaja berbicara : “Dipikir-pikir lagi benar juga yah, dirimu yang seperti ini, cepat atau lambat pasti akan dibandingkan dengan orang lain, bisa dibilang kamu itu bodoh, masih berharap untuk mendampingi keponakanku, sama sekali tidak realistis.”

Jeanne ingin tertawa mendengar dia berbicara sendiri seperti itu.

“Realistis atau tidak aku tidak peduli, yang aku pedulikan adalah yang penting William mengakuiku, maka aku tidak akan tergantikan oleh siapapun.”

Dia balas tertawa, malah terlihat bangga dan puas di hadapan Marina.

Dia teringat kalau sebelumnya dia sudah 2 kali memberi pelajaran pada perempuan jalang ini, tapi malah ditegur oleh William dan itu pun masih belum cukup, uang sakunya pun tidak diberikan, membuatnya waktu itu tidak berani keluar rumah.

Dalam sekejap teringat kembali dendam lamanya, amarahnya langsung muncul.

“Lancang kamu, beginikah sikapmu ketika berbicara dengan orang yang lebih tua? Hari ini akan aku beri pelajaran kamu dasar orang tidak berguna, tidak tahu sopan santun.”

Selesai bicara, dia mengangkat dan mengayunkan tangannya kuat-kuat. Plaakkk, terdengar suara tamparan, dia menampar wajah Jeanne.

Pipinya yang semula putih langsung memerah dan bengkak, samar-samar mulai terlihat memar biru.

Bukannya Jeanne tidak ingin menghindar, tapi luka di kaki menghambat gerakannya, jadi dia hanya bisa diam saja menerima tamparan tersebut.

Marina juga tidak mengira kalau Jeanne tidak menghindar, lalu jatuh berlutut.

Sambil berlutut Jeanne menyerang balik dengan mendorongnya, karena kaget dan dia tidak berdiri dengan baik, dia langsung jatuh terlentang di tanah.

“Jessy, berani-beraninya kamu mendorongku, kurang ajar sekali kamu!”

Dia berdiri dan menatap Jeanne dengan emosi membara.

Jeanne tidak takut sama sekali, malah menyahut dengan suara dingin : “Siapa yang main tangan duluan, bukannya Tante sendiri yang mulai duluan, aku hanya melindungi diri !”

Marina tidak peduli akan hal tersebut, dia yang emosinya memuncak langsung menerjang ke arah Jeanne

Jeanne tentu saja tidak bisa menghindar, dia diserang sampai jatuh dan di belakangnya ada tangga paviliun, lalu dia jatuh berguling-guling di tangga, dahinya terbentur sudut anak tangga.

“Aduh, ….”

Dia hanya keburu mengucapkan sepatah kata, lalu pingsan tak sadarkan diri.

Marina melihat orang itu terbaring tak bergerak di tanah, juga ada tetesan darah, barulah emosinya perlahan mereda, tapi sekaligus mulai panik.

Dia tak tahan untuk mendekat lalu menggunakan kakinya untuk menyentuh Jeanne.

“Dasar pelacur, jangan pura-pura mati disini, cepat bangun.”

Jeanne terbaring di tanah tetap tak bergerak, tidak ada reaksi sama sekali.

Melihatnya diam tak bergerak, Marina pun mulai gelisah.

Dia memandang ke sekeliling untuk memastikan, lalu pergi meninggalkan tempat itu dengan muka yang pucat.

Saat malam, William pulang dan mendapati Jeanne tidak ada dirumah, ditelepon juga tidak diangkat, lalu dia bertanya pada kepala pembantu rumahnya.

“Dimana nyonya muda, apa kamu melihatnya?”

“Apakah nyonya muda tidak ada dikamar?”

Kepala pembantunya malah terlihat lebih terkejut, dan balik bertanya.

William mengerutkan alis : “Kamu seharian ini tidak melihat Nyonya muda sama sekali?”

Kepala pembantunya menggelengkan kepala.

Wajah William berkerut gelisah, hatinya tidak tenang.

Di benaknya terlintas gambaran kejadian ketika beberapa waktu yang lalu ketika Jeanne mengalami musibah, lalu dia buru-buru berkata : “Cepat suruh para pembantu kita pergi mencarinya.”

Kepala pembantu menyadari mungkin nyonya muda telah menghilang, dia langsung mematuhi perintah tersebut dan menyuruh orang untuk pergi mencari.

Seiring dengan kepergian kepala pembantunya, William juga tidak tinggal diam.

Dia mengeluarkan handphonenya lalu menelepon ke rumah dan juga kantor, tapi jawaban yang didapatnya sama, tidak ada satupun yang melihat Jeanne

Kakeknya menebak sepertinya ada masalah, lalu menyuruh semua orang berkumpul di rumah utama, dan bertanya dengan detail kepada William.

“William, apa yang terjadi? Mana Jessy? Bukankah dia baik-baik saja kenapa bisa tiba-tiba menghilang? Sekarang sudah ada kabar belum?”

Dia memandang William dengan gelisah dan khawatir lalu menanyakan serentet pertanyaan kepada William.

Raut wajah William terlihat berat, tapi dia dengan sabar menjawab semua pertanyaan satu per satu.

“Masih belum ketemu, aku sudah mengutus semua orang untuk pergi mencarinya.”

Mendengar hal ini, raut wajah kakek langsung berubah.

Tepat pada saat dia mau berbicara, Kepala pembantunya masuk dengan tergopoh-gopoh

“Tuan muda, tuan besar, nyonya muda sudah ketemu.”

William langsung berdiri, raut mukanya penuh dengan kekhawatiran : “ketemunya dimana, lalu bagaimana keadaannya sekarang?”

Kepala pembantu menjawab : “ketemunya di taman, tapi dia terluka, sekarang sedang ditenangkan di kamar.”

Mendengar Jeanne terluka, hatinya langsung tergerak : “cepat panggil dokter kesini.”

Selesai bicara dia langsung pergi ke rumah baru tanpa pamit dengan anggota keluarga yang lain.

Kakek yang melihat dia terburu-buru pergi, ditambah lagi kepala pembantu bilang ada luka, membuatnya khawatir lalu bergegas ikut kesana.

“Kita juga pergi lihat.”

Kepala pembantunya melihat tuan besar pergi, dia pun ikut pergi juga.

Nyonya Thea dan Marina juga mendengarnya, raut wajah mereka langsung terlihat tidak senang.

“Benar-benar cari masalah!”

Nyonya Thea bersungut-sungut, Marina agak merasa bersalah.

Tidak lama kemudian, semua orang telah berkumpul di rumah baru.

Dokter juga sudah sampai, dan telah membantu menyadarkan Jeanne.

Dia tertegun melihat banyak orang berkumpul di dalam rumah : “Kakek, Papa dan Mama, kalian semua kenapa ada disini?”

William memandang dia dengan kening berkerut, terutama melihat pipinya yang memar, dia berkata dengan suara dingin : “Sebenarnya ada apa ini? Kenapa kamu bisa terluka dan pingsan di taman? Lalu, luka di wajahmu itu bagaimana ceritanya?”

Mendengar pertanyaan tersebut Jeanne teringat kejadian di taman.

Pandangannya menyapu ke kerumunan orang di depannya, seakan-akan Marina masih berusaha mengancamnya, lalu sudut mulutnya menekuk dan tertawa dingin.

“Kalian seharusnya bertanya kepada Tante, aku juga tidak tahu apa kesalahan yang aku perbuat, hingga membuatnya melihatku seperti langsung seperti orang kesurupan, padahal aku hanya menjelaskan sepatah kata saja, dia langsung memukulku.”

Seiring dengan perkataannya, semua orang memandang ke arah Marina.

Kakek David bahkan tidak ragu langsung memarahi : “Marina, apakah yang dikatakan oleh Jessy itu benar? Kamu yang melakukannya?”

Marina terkejut sekaligus marah, dia langsung menyahut membela diri.

“Ayah, dia itu hanya asal bicara saja, jangan dengarkan dia, dia selalu tidak senang terhadapku, sendirinya tidak tahu bagaimana bisa terluka malah menuduhku !”

Novel Terkait

Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu