Wanita Pengganti Idaman William - Bab 374 Masih Mempedulikannya

Hari itu, Moli menelepon tuannya.

“Ada apa?”

Begitu telepon tersambung, suara William yang dingin terdengar dari balik telepon.

Moli mendengar suara yang terdengar begitu jauh, seketika hatinya merasa sangat sedih.

“Tuan…”

Dia bergumam, ucapan yang sudah diujung lidahnya malah terasa sulit untuk diucapkan.

William mendengar suara dari balik telepon dengan alis mengkerut.

“Ada apa?”

Dia bertanya sekali lagi, ada nada tidak sabar didalamnya.

Moli mengatur kembali suasana hatinya yang berantakan, lalu bertanya : “Aku ingin tahu apakah orang itu akhirnya tertangkap?”

William tidak menyadari nada bicaranya yang berbeda, menjawab dengan nada standar : “Masih belum, masalah ini kamu tidak perlu ikut campur, istirahatlah yang benar.”

Moli mendengar ucapannya yang penuh perhatian, hatinya yang perih terasa hangat, dia belum sempat mengucapkan terima kasih, William sudah mematikan telepon.

“Aku masih ada urusan, jika ada yang diperlukan langsung hubungi Hans saja, dia akan membantumu mengaturnya.”

Moli mendengar ucapannya yang dingin, melihat lagi telepon yang sudah diputus, hatinya merasa bimbang.

Kenapa tuannya bersikap seperti ini padanya?

Ini tidak benar!

Pasti wanita itu yang mengadu domba hubungannya dengan tuannya ketika terluka.

Kalau tidak tuannya tidak mungkin begitu dingin padanya, dulu dia selalu bertanya bagaimana kondisinya ketika sedang terluka.

Dia tidak rela, dia harus merebut kembali perhatian tuannya.

Setelah berpikir-pikir, ia menekan bel dan memanggil suster.

“Aku mau keluar dari rumah sakit!”

Ketika perawat datang, dia langsung meminta dengan bersikeras.

“Tapi luka anda belum sembuh total, masih perlu dirawat untuk diperiksa!”

Karena perawat piket tahu hubungannya dengan William, tdak berani menyinggungnya, malah membujuknya dengan nada sabar.

Namun ia tidak bisa mengatasi tekad Moli yang kuat.

Perawat tidak berdaya, hanya bisa menghubungi Hans yang bertanggungjawab.

“Kamu tunggu dulu, setelah aku menelepon presdir aku akan memberimu jawaban.”

Hans tidak berani sembarangan mengambil keputusan, setelah berpesan pada dokter, ia bertanya pada Willam.

“Presdir, Nona Moli meminta untuk pulang dari rumah sakit, namun dokter bilang lukanya belum sepenuhnya sembuh, menurutmu kita harus bagaimana mengatasinya?”

Begitu William mendengar ini, langsung mengkerutkan alis.

“Kenapa dia bisa berpikir seperti itu?”

Hans mengangkat tangan, menunjukkan kalau dia tidak tahu.

William melihat kondisi ini, memijat alisnya dengan tampang pusing : “Berikan ponselnya padaku, biar aku coba tanya.”

Di rumah sakit, Moli mengetahui dokter menghubungi William, hatinya merasa tidak tenang, bahkan terasa agak menanti-nanti.

Ketika ia menerima William yang bertanya, hatinya tidak bisa menutupi rasa yang bergejolak.

Lihat, bukankah tuan muda masih mempedulikannya.

William tidak tahu dia sedang menanti, ketika Moli menerima ponsel, William langsung bertanya : “Kenapa mau keluar dari rumah sakit?”

Moli menjawab sambil tersenyum : “Sekarang Mogan masih belum mengutus orang untuk datang, rumah tidak ada orang yang menjaga, aku tidak tenang.”

William mengkerutkan alis.

Moli tidak bisa melihatnya, namun dalam keheningannya dia bisa merasakan rasa tidak senangnya.

“Tentu saja, alasan lainnya karena aku tidak suka aroma rumah sakit, tuan, mohon setujui permohonanku.”

Hingga akhir, dia berkata dengan sedikit nada manja anak gadis.

Hanya saja William tidak bisa mendengarnya.

Setelah terdiam sejenak, akhirnya menyetujui.

“aku sudah mengerti, aku akan mengatur orang untuk datang menjemputmu.”

Moli mendengar ini, senyum diwajahnya langsung mengembang.

“Terima kasih tuan.”

William tidak mengatakan apapun, setelah mematikan telepon langsung pergi mengatur.

Siang harinya, Moli kembali ke kediaman Sunarya.

Ketika Jeanne melihat Moli muncul di kediaman Sunarya, agak terkejut.

“Kenapa kamu pulang?”

Ketika Moli mendengar ucapan ini, merasa tidak senang, ia langsung menjawab dengan pedas : “Kenapa? Aku tidak boleh pulang?”

Jeanne mendengar ucapannya yang begitu pedas, langsung mengkerutkan alis.

“Bukan itu maksudku, maksudku, luka ditubuhmu, dokter mengijinkanmu pulang?”

Ketika Moli mendengar pertanyaan ini, dia seperti teringat pada sesuatu, mengangkat dagunya dan berkata dengan nada pamer : “Tadinya dokter tidak menyetujui, namun aku mengatakan pada tuan kalau aku tidak suka rumah sakit, tuan langsung mengijinkanku pulang.”

Bagaimana mungkin Jeanne tidak bisa mendengar nada pamer dalam ucapannya, meskipun merasa tidak nyaman, namun dia tetap tidak peduli.

Karena dia tahu William sama sekali tidak memiliki maksud lain untuknya.

“Oh, kalau begitu kamu istirahat saja dengan benar.”

Dia menjawab dengan ekspresi datar, berbalik lalu kembali ke kamar.

Moli melihat Jeanne yang pergi dengan santainya, kesal sampai menggertakkan gigi.

Dia sudah berkata sampai seperti itu, wanita ini sama sekali tidak marah, kelihatannya dia tidak terlalu mempedulikan Tuan, kelihatannya dia menikah dengan Tuan karena hartanya.

Dia berpikir seperti ini, pemikirannya tentang wanita ini menjadi semakin kuat.

Jeanne sama sekali tidak mengetahuinya.

Dia kembali ke kamar dan fokus kedalam pekerjaannya.

Setelah malam, ketika William pulang, keduanya makan malam bersama.

Siapa yang menyangka Moli yang baru saja masuk kamar untuk beristirahat langsung muncul di ruang makan.

“Tuan.”

Moli menahan rasa sakit dari lukanya, lalu duduk dimeja makan.

“Kenapa kamu keluar? Bukankah sudah menyuruhmu beristirahat dengan baik?”

William melihatnya, langsung mengkerutkan alis.

Moli ditanya oleh William sampai ekspresinya menjadi kaku.

“Aku bosan di kamar, ketika mendapat kabar anda pulang, berniat untuk makan bersama anda.”

Dia berkata dengan sangat hati-hati, karena takut William menunjukkan ekspresi tidak suka.

Untungnya William hanya mengangguk dengan wajah datar.

Dan juga karena hal ini, membuat ekspresi hati-hati diwajah Moli berubah menjadi kebahagiaan.

“Oh iya, aku juga meminta juru masak membuatkan sup ginseng, tuan setiap hari begitu lelah, anda butuh asupan gizi.”

Setelah dia mengatakannya, ia melambaikan tangan kepada kepala pelayan seperti seorang nyonya majikan.

“Kepala pelayan, sajikan sup ginseng untuk Tuan.”

Jeanne mendengar ini, langsung mengkerutkan alis.

Dia langsung melirik kearah William.

William seolah tidak merasakan apapun yang tidak beres, malah merasa ada yang aneh dengan tatapan matanya.

“Kenapa?”

Jeanne menggeleng dengan wajah tidak berdaya.

Meskipun pria ini tidak mendengar ada yang aneh dalam ucapannya.

Dan tepat disaat ini, kepala pelayan membawa sup ginsengnya keluar.

“Tuan, anda coba cicipi, ini saya buat sendiri dengan api kecil tadi siang.”

“Niat sekali.”

William menjawab dengan datar, namun tidak ada niat untuk meminumnya, malah berpesan pada kepala pelayan : “Ambikan satu mangkuk untuk nyonya muda.”

Kepala pelayan mendengarkan perintah dan segera pergi mengambilkan sebuah mangkuk.

“Kamu minumlah, sebelumnya kamu kehilangan banyak darah, pasti tubuhmu sekarang lemah sekali.”

Jeanne melihat sup ginseng didepannya, ada rasa haru yang menderanya.

Dia mengangkat sup didepannya sambil tersenyum lalu meminumnya dalam satu tegukan sampai habis.

Ketika ia meletakkan mangkuknya, ia reflek melihat kearah Moli.

Dia melihat ekspresi Moli yang buruk sampai tingkat maksimal.

Beraninya wanita ini meminum sup ginseng yang sengaja ia siapkan untuk tuannya!

Entah karena dia sudah tinggal dengan William terlalu lama atau bukan, ketika Jeanne melihat ekspresi Moli yang kesal, tiba-tiba ada perasaan ingin mengisenginya.

“Rasanya lumayan, kelihatannya juru masak benar-benar bersungguh-sungguh memasaknya.”

Dia menatap kepala pelayan dengan wajah kagum, namun membuat senyum diwajah Moli hampir tidak bisa dipertahankan.

Namun William tidak menyadarinya, namun melihat Jeanne suka meminumnya, berkata sambil tersenyum : “Rasanya lumayan, besok minta juru masak lanjut membuatnya, kebetulan tubuhmu juga butuh asupan nutrisi.”

Jeanne langsung membeku.

Meskipun ia tidak menghindari obat tradisional yang dimasak, namun jika meminumnya setiap hari, membuatnya teringat jamu yang setiap hari diantarkan dari rumah Nyonya Thea itu, seketika kepalanya langsung menjadi gatal.

Novel Terkait

My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
3 tahun yang lalu