Wanita Pengganti Idaman William - Bab 26 Ancaman

Bab 26 Ancaman
Keluar dari tempat Jeanne-William - suami istri itu, nyonya Thea dan Alexa dengan cepat kembali ke rumah lama.

Alexa sepertinya terkena dampak besar dari masalah Jessy yang sebenarnya adalah Long.

Sejak kembali dari rumah baru itu, Alexa hanya terus duduk di sofa tanpa bicara sepatah katapun.

Pembantu di sana juga semua menahan nafas mereka, takut mereka membuat putri kesayangan nyonya Thea marah. Seluruh ruang tamu jadi hening tanpa suara. nyonya Thea menghela nafasnya karena melihat situasi ini, ia tak bisa menahan diri untuk mendekat dan menepuk-nepuk punggung tangan Alexa dan mencoba menghiburnya.

“untuk masalah ini, menurutku kita sudah tidak bisa menghentikan William lagi. Kalau Jessy memang mau kerja di kantor, ya sudah biarkan saja dia.”

Membicarakan masalah ini, nyonya Thea juga sama sekali tidak tenang. Tapi dari dulu sikap William itu selalu menepati kata-katanya, mau tidak mau ia juga harus menyerah dan mengikuti kata-kata William.

“kamu juga jangan patah hati karena masalah ini, kamu begitu hebat. Menurutku, kamu tidak lebih buruk dari si Long itu. Kalau tidak tunggu saja sampai perusahaannya sudah selesai didirikan, kamu ikut juga masuk dan kerja di sana.”

“kalau kalian kerja bersama-sama, kesempatan untuk bertemupun jadi banyak.” nyonya Thea menghibur dengan suara lembut, semua yang ia katakan seperti tepat kena ke lubuk hati Alexa.

Mata Alexa terlihat sedikit berbinar, hanya saja di dalam lubuk hatinya ia masih tidak puas. Ini si Jessy, sejak kapan ia menyembunyikan kemampuannya sendiri? Tanpa disangka Jessy mampu membuat desain, yang bahkan dapat menarik perhatian begitu banyak profesional?

Hal ini membuat hati Alexa merasa agak tidak yakin, terutama karena ia sudah membantu dan memuji lawannya sendiri. Saat ia mencaritahu soal Jessy dulu, kenapa bisa tidak ketahuan ya? Cara berpikir ini membuat Alexa sangat tidak tenang.
……
nyonya Thea dan Alexa datang dengan penuh semangat, perginya juga, terburu-buru. Seperti angin, berhembus sebentar dan dalam sekejap sudah hilang tanpa jejak.

Namun Jeanne itu sikapnya juga fleksibel, ia tidak terlalu memasukkan sikap mereka ke dalam hati. Hanya saja nafsu makannya terganggu, membuat ia ingin mengambil buku dari rak buku untuk menghabiskan waktunya.

William melihat sisi wajah Jeanne yang diam dan serius, dalam hatinyapun tiba-tiba muncul rasa bersalah.
“Jessy!”
“ya?” tangan Jeanne yang sedang mengambil buku seketika terhenti, membelokkan badannya dan melihat ke William, terlihat kalau William hanya berdiri saja di sana, menatap Jeanne secara langsung. Tatapan matanya agak rumit, tanpa sadarpun ia mengernyitkan alis matanya.

William membasahkan bibirnya lalu berkata, “jangan kamu masukkan ke dalam hati ya, untuk masalah yang tadi, aku tidak seharusnya mencurigai kamu.”

Jeanne melihat William dengan kaget, ia tidak menyangka kalau William seterus terang ini. Awalnya Jeanne kira orang hebat seperti William itu kalau ada masalah apapun, cuma merasa kalau itu salah orang lain saja.

Tapi untuk masalah ini, mau kena ke siapapun pasti akan menimbulkan kecurigaan. Apa lagi dengan riwayat Jessy sebelumnya, sesungguhnya terlalu banyak kasus. Apalagi yang sebenarnya bisa desain kan Jeanne, bukannya Jessy。

“tidak masalah.” Jeanne menjawab sambil tertawa pada William, menunjukkan tampang kalau ia tidak memperdulikan masalah tadi.

Hal itu membuat William mengernyitkan alis, ia masih tidak merasa lega di dalam hatinya. Willian kemudian menatap Jeanne sebentar, sampai merasa kalau ia benar-benar tidak masalah, baru William bisa tenang.

“masalah pergi kerja ke kantor itu, kamu pikirkan lagi ya.” kata William
“baiklah.” Jeanne dari awal memang sudah punya niat, ia juga tidak menolak. Cepat atau lambat Jeanne juga tetap harus mencari pekerjaan, apalagi kalau masuk ke perusahaan keluarga William prospeknya sangat bagus.

William terhenti sejenak sebelum berkata, “kalau begitu aku pergi ke kantor dulu ya.”

Jeanne terdiam, ini William mau menyapa aku ya?

Jeanne mengangguk ke arah William, baru saja melihat mobil William yang berangkat, tiba-tiba telepon genggamnya berdering.

Tapi setelah kejadian tadi itu, dengan jelas Jeanne merasakan kalau sikap para pembantu padanya, sudah agak berbeda. Seperti, seperti berubah banyak jadi baik. Sambil naik ke lantai atas Jeanne sambil menerima telepon, “halo?”

“ini aku!” suara Julian yang dingin terdengar dari telepon itu.

Mendengar suara Julian, Jeanne tanpa sadar mengernyitkan alisnya, memegang telepon genggamnya jauhan sedikit dari telinganya, “oh kamu? Ada masalah apa?”

“sikap macam apa kamu ini, siang ini keluar dan bertemu denganku, ada masalah yang mau aku bicarakan denganmu.” Julian sepertinya sangat tidak senang. Jeanne langsung jadi tegang, ia sangat tidak bersedia untuk bertemu dengan Julian.

Setiap kali bertemu kalau bukan memperingati Jeanne untuk tahu diri, pasti mengancam Jeanne. Tapi sekarang masalah hidup dan mati mamanya, semua berada dalam tangan orang tersebut, mau tidak mau Jeanne tetap harus pergi.

Setelah beberapa saat, Jeanne baru berkata, “baik, di lokasi mana.”
“Restoran Clove, nomor kamar 111, jangan telat!” selesai bicara, Julian langsung menutup telepon.

Suara tut.. tut... berulang kali terdengar, Jeanne mengambil nafas dalam-dalam. Tidak tahu kenapa, sudah jelas mereka saudari kembar, tapi Julian selalu tidak sabaran sama Jeanne.

Berkali-kali dikecewakan, Jeanne sejak awal sudah menaruh harapan apapun lagi pada Julian. Waktu berjalan dengan sangat cepat, dalam sekejap mata sudah hampir siang saja.

Jeanne turun lebih awal setelah memakai bajunya, dan pergi ke ruang makan di lantai satu.

“Nona muda sudah mau makanannya disajikan sekarang?” pembantu tersebut bertanya dengan agak ingin tahu, waktu dari setiap orang di rumah ini makan, semuanya sesuai jam tertentu dan siklusnya berulang. Tapi hari ini tanpa disangka-sangka Jeanne malah satu jam lebih awal.
“ya.” Jeanne menjawab, meskipun sebentar lagi ia mau pergi makan-makan。

Tapi Jeanne sedikitpun tidak terburu-buru, dengan perlahan ia selesai menyantap makan siangnya, baru pergi ke tempat ia janjian dengan Julian.

Kalau makan bersama Julian, antara nanti pisah karena tidak senang, atau akan menahan amarah. Sama sekali tidak ada kesempatan untuk makan sampai kenyang. Jeanne yang sudah berpengalaman, mengambil langkah awal pencegahan duluan.

Sampai saat Jeanne sampai ke ruang VIP nya, Julian sudah berada di sana. Sudah banyak makanan yang Julian pesan, memenuhi satu meja, letak dan warna makanannya sangat rapih dan lengkap.

Ini pesta apa gimana?

Alis mata Jeanne tanpa sadar ia kernyitkan, ia langsung melihat ke arah Julian yang duduk di kursi utama, “ada urusan apa kamu mencariku?”

Jeanne yang langsung bertanya ke masalah intinya tidak membuat Julian bingung, ia langsung bertanya, “aku dengar belakangan ini William sedang mendirikan sebuah perusahaan baru?”

“benar kok, memang, ada masalah apa?”

Jeanne tidak menyangka kalau Julian akan tiba-tiba menanyakan soal William, ia agak bingung dan curiga.

Harus diketahui bahwa dulu setiap Julian memanggil Jeanne untuk bertemu, pasti karena ia mau mengingatkan Jeanne akan situasi yang sesungguhnya, jangan merebut apa yang jadi milik Jessy. Atau jangan sampai ketahuan apalah, kali ini malah tanpa disangka bertanya soal William. Namun impresi Jeanne pada Julian adalah ia orang yang hanya melakukan sesuatu kalau ada keuntungannya.

Apapun yang Julian tanya, pasti ada tujuannya. Apalagi Julian yang saat ini di hadapan Jeanne tanpa disangka tidak mengeluarkan emosinya pada Jeanne, suasana hatinya seperti sangat tenang. Hati Jeanne berdegup dengan sangat kencang, tangannya yang ada di sisinya tanpa sadar ia kepalkan dengan kencang.

Hanya saja tidak tahu Julian kali ini mau berbuat apa lagi, hati Jeanne jadi was-was, takut dirinya sendiri tak hati-hati dan jatuh ke posisi yang tak menguntungkan.

Julian mengiyakan, malah dengan santai ia mengambil sepotong lauk dan berkata, “aku ingin membeli saham dari perusahaan ini.”

Apa? Hebat sekali dia kalau bicara. William baru saja mau mendirikan perusahaan, Julian sudah mendapatkan informasi soal itu, bahkan mau ikut jadi pemegang sahamnya juga. Ditambah lagi menurut pemahaman Jeanne terhadap Julian, pasti ia bukan hanya ingin memegang saham sesimpel itu saja.

Cih, Julian itu sangat meninggikan dirinya atau ia benar-benar mau menggunakan statusnya sebagai ayah mertua. Menghadap ke sorot mata Jeanne yang nampak terkejut, Julian menambahkan satu kalimat lagi, “kamu harus ingat untuk membicarakannya ke William, keuntungan harus tetap mengalir di antara keluarga saja.”

Novel Terkait

Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu