Cinta Seumur Hidup Presdir Gu - Bab 195 Gu Mingcheng Cemburu dan Sedih

Gu Mingcheng mengatakan “Hei” sekali lagi, Jiang Shutong tetap tidak menjawabnya, benar juga, orang Jerman tidak mengerti bahasa Mandarin, mungkin ibunya juga tidak mengerti, lalu Gu Mingcheng mematikan telepon.

Sudahlah, lagipula sebentar lagi sampai dirumah, Xiao Qu pernah belajar bahasa Jerman, biarkan Xiao Qu yang berbicara dengan ibu anak ini.

Gu Mingcheng akhirnya menutup telepon.

Dia membawa anak itu ke Villa, memberikan teleponnya ke Xiao Qu, menyuruhnya menelepon nomor panggilan terakhir, mengatakan anaknya sudah ada dirumah, lalu menyuruh ibu dari anak ini menjemputnya besok, atau dia juga bisa mengantarnya kembali.

Dengan egoisnya Gu Mingcheng ingin mencoba agar anak ini tinggal semalam disini.

Ketika Gu Mingcheng menelepon Jiang Shutong sekali lagi, Jiang Shutong merasa gugup seolah-olah seluruh tubuhnya lumpuh total.

Sebenarnya setelah anak ini sampai ke tangan Gu Mingcheng, Jiang Shutong sudah merasa tidak gelisah.

Pada dasarnya —— anak ini adalah anaknya!

Sekali lagi hati Jiang Shutong berdegup kencang menerima teleponnya, dia tahu Gu Mingcheng mencoba mengantar anaknya, dia tidak melihat ada kecacatan dalam masalah ini, Gu Mingcheng tidak tahu dia adalah Jiang Shutong, barusan mungkin mengira dia tidak mengerti jadi langsung mematikan telepon.

Tetapi hati Jiang Shutong tetap ketakutan, takut hingga tidak bisa berkata-kata.

Setelah Jiang Shutong menjawab telepon, dia tidak mengatakan satu katapun.

Terdengar jelas suara seorang wanita yang sangat intelektual, “GutenTag——”

Pengucapan bahasa Jerman yang fasih dan sopan.

Bibir Jiang Shutong cemberut dan tidak bisa mengucapkan sepatah katapun.

Jiang Shutong tahu sekarang sudah hampir jam sepuluh, seorang wanita, tidak ada alasan untuk merasa sedih.

Wanita itu menggunakan bahasa Jerman menceritakan kejadian malam hari ini, mengatakan anak ini sekarang bersama dengan Gu, dia menyuruh Jiang Shutong tenang, dan Jiang Shutong bisa menjemputnya besok.

Jiang Shutong menjawab dengan bahasa Jerman, pikirannya sejak awal sudah terbang ke tempat lain, bukan karena anak sesederhana itu saja.

Telepon ditutup.

Kedua tangan Jiang Shutong bersandar pada bantal lateks

Dia tidak tahu apa yang dia takuti, apa yang dia harapkan, atau apa yang dia sembunyikan.

Hingga akhirnya dia menelepon Adam.

Ini bukan pertama kalinya dia menelepon Adam, tetapi kali ini, hatinya seolah-olah keluar dari sumur yang dalam, sangat lelah, tidak tahu bagaimana mengatakannya, setelah telepon tersambung, pikirannya kosong.

Adam bertanya padanya apa yang sedang terjadi!

“Adam, bisakah kamu membantuku, menjemput anakku besok. Jangan ungkit masalahku satu katapun.”kalimat Jiang Shutong ini, tidak seperti dia yang mengatakannya, barusan dia bersama dengan hatinya, bangkit dari sumur, bangkit dari kejadian empat tahun lalu.

Pada saat yang sama, ada rasa sakit yang terkubur di dalam hatinya dan banyak kenangan masa lalu yang jelas.

Masa lalu itu sejelas kemarin.

Tahun demi tahun di Frankfurt, tidak bisa mengikis masa lalu.

Semua itu tampak sangat jelas.

Adam bertanya kepada Jiang Shutong sebenarnya apa yang terjadi, Jiang Shutong menceritakan kejadian Ken menghilang, lalu bertanya kepadanya kapan tiba di China, bisakah memberitahukan kepada dia secara rinci waktu untuk menjemput Ken.

Adam sama sekali tidak keberatan, tetapi, dia memerlukan waktu sehari kemudian baru bisa tiba di China.

Jiang Shutong menjawab, jika begitu lusa baru pergi jemput, tolong jangan sebut nama “Jiang Shutong”.

Adam menyetujuinya tanpa bertanya apa-apa.

Jiang Shutong menarik nafas panjang.

Anak Gu Mingcheng tinggal bersamanya beberapa hari, seharusnya tidak akan ada masalah.

Kakinya lemas, hingga lupa mengambil bantal lateks, ketika berdiri baru merasakan keringat dingin di kepalanya.

Pelayan toko mengingatkan, dia baru saja mengambil bantal lateks ke rumah sakit, lalu menceritakan kejadian ini kepada ayahnya, tetapi dia menyembunyikan nama “Gu Mingcheng”, dan hanya mengatakan “Ada seseorang.”

“Kenapa kamu tidak segera menjemput anakmu kembali, malam yang panjang bisa ada kejadian tidak-tidak, sekarang banyak penculikan anak!” ucap Jiang Linian yang tampak cemas.

Jiang Shutong sedang memotong apel, kegelisahan ayahnya tidak mempengaruhinya sama sekali.

Kekayaan dia mencapai triliunan, uang penjualan anak bukan angka besar baginya.

……

Di Villa pegunungan.

Setelah Ken masuk ke rumah, dia sangat penasaran, dia sama sekali tidak pernah melihat rumah sebenar ini, “VOW!”

Gu Mingcheng mengerti ungkapan suara ini.

Barusan Gu Mingcheng keluar membeli barang untuk Xiao Qu, Xiao Qu barusan mengatakan kepada Ye Xia ingin memberikan sesuatu kepada gurunya, tetapi tidak tahu memberikan apa bagusnya, Gu Mingcheng yang duduk melamun disamping mengatakan dia akan pergi membelinya.

Tidak perlu merepotkan Presdir Gu pergi membelinya, Xiao Qu tentu saja segan, berhati-hati sampai ketakutan, Gu Mingcheng tidak mengatakan apa-apa, lalu pergi keluar, tidak sangka ketika kembali, dia tidak hanya membawa satu set gelas teh melainkan kembali dengan seorang anak kecil.

“Ternyata Presdir Gu menyukai porselen Rodin.”ucap Xiao Qu memandangi porselen yang halus.

Ken menatap Gu Mingcheng dengan heran.

Pandangan ini, Gu Mingcheng tidak mengerti mengapa.

Tapi kata-kata Xiao Qu menyakiti hatinya.

Porselen Rodin adalah kesukaannya, Gu Mingcheng tidak menyukainya.

Tatapannya beralih ke anak ini.

Anak ini, pintar dan lucu, tetapi tidak bisa berbahasa Mandarin.

Gu Mingcheng duduk di sofa single di sampingya, Xiao Qu dan Ken duduk mengobrol di sofa lebar karena tidak ada kendala bahasa diantara mereka.

Gu Mingcheng baru saja mengeluarkan sebatang rokok, Ken sudah menjulurkan tangan, membuat gerakan berhenti “Nosmooking!”

Gu Mingcheng mengerti kalimat ini, dia tidak bisa menahan tawa, meskipun dia terlalu banyak mengatur, Gu Mingcheng tetap meletakkan rokok itu, memandangi alis anak itu dengan hati-hati.

Semakin dilihat semakin penasaran, semakin dilihat semakin sakit hati.

Xiao Qu menanyakan siapa nama anak ini, pertanyaan umum tentang hobi dan lainnya.

Ken jawabnya, namanya Ken, berasal dari Jerman, hobi suka bermain catur.

Xiao Qu menerjemahkan kata-kata anak itu ke Gu Mingcheng, Gu Mingcheng sangat penasaran dengan ibu dari anak ini.

Tepat saat ini, Xiao Qu bertanya kepada anak kecil ini, dia belajar bermain catur dengan siapa.

“Adam.”jawab anak ini.

“Siapa Adam?”malam ini, anak ini setidaknya menyebutkan nama Adam sebanyak sepuluh kali, meskipun tidak mengerti bahasa Jerman, tetapi Gu Mingcheng mengerti nama orang, dan tahu pengaruh Adam kepada anak ini.

“Daddy!”jawab anak ini dengan gembira dan senang.

Gu Mingcheng juga mengerti kata ini.

Dia merasa dirinya seperti sedang bermimpi, bagaimana mungkin begitu kebetulan? Kebetulan anaknya? Itu tidak mungkin.

Anak ini terlihat berusia tiga tahun lebih, jika dihitung-hitung, seharusnya ketika baru pergi tidak lama sudah hamil, karena ketika dia pergi sedang menstruasi, dia tahu, bersama dengannya tidak mungkin hamil, dan ketika Jiang Shutong mengatakan sedang menstruasi, masalah kakeknya masih belum terekspos, dia tidak mungkin bisa membaca masa depan, tidak mungkin membohongi diri sendiri.

Jika benar anaknya, seharusnya setelah putus dengannya, tidur dengan pria lain.

Tetapi menurut pemahamannya tentang Jiang Shutong, ini sama sekali tidak mungkin terjadi.

“Kamu tanya anak ini, bagaimana jika aku bermain catur dengannya?”tanya Gu Mingcheng.

Ken menyetujuinya dengan cepat.

Waktu sudah malam, Ye Xia sudah tidur, tadi menelepon Gu Mingcheng, tidak lain karena sudah malam masih belum bertemu dengan putranya, jadinya tidak bisa tidur, Gu Mingcheng belum kembali dia sudah tertidur.

Ada perbedaan waktu tidur dengan Ken, dia tidak ngantuk, Gu Mingcheng pada dasarnya juga tidur malam, Xiao Qu harus menjadi translator jadi dia tidak pergi.

Meskipun kemampuan Ken bermain catur lumayan baik, tetapi dibandingkan dengan Gu Mingcheng masih kalah jauh.

Tetapi Gu Mingcheng yang sudah berusia 30-an, tidak mungkin perhitungan dengan anak tiga tahun.

Ketika Ken pergi mengarahkan bidak catur, Gu Mingcheng tersenyum dan menyentuh kepala Ken.

Xiao Qu menggunakan tatapan mengintip memandang Gu Mingcheng, tampaknya ini pertama kalinya, dia menunjukkan senyum seperti ayah yang baik, semenjak dia mengenalnya, ini pertama kalinya dia memiliki ekspresi santai.

“Paman sangat hebat ya!”gumam Ken, “Lebih hebat dari daddy ku.”

Xiao Qu menerjemahkan kata-katanya lagi.

Gu Mingcheng berpikir, “Kamu sangat mengagumi daddy kamu ya?”

“Tentu saja!”

Tampaknya, memiliki seorang anak kecil yang memuji seorang pria adalah sebuah kebanggaan.

Kebanggaan semacam ini tidak bisa dibeli dengan uang sebanyak apapun.

Setelah Jiang Shutong pergi, dia benar-benar menyadari rasa ketidakberdayaan di mana uang tidak berguna.

Wanita, anak——

Rasa sakit di hatinya.

Pada saat yang sama Gu Mingcheng sangat penasaran dan cemburu dengan “daddy”yang dimaksud Ken.

Teleponnya berdering, sebuah nomor dari Jerman, berbeda dengan nomor yang dipanggil Ken, dia mengangkatnya, suara seorang pria, jika tebakannya tidak salah, seharusnya pria yang dia cemburui.

Dia menyodorkan telepon ke Xiao Qu, setelah berbicara panjang lebar, dia datang meeting ke China, dan akan menjemput anaknya.

Xiao Qu heran, jelas-jelas malam ini anak ini keluar dengan ibunya, pertanyaan ini secara alami dia ajukan.

Adam mengatakan ibunya ada urusan, untuk sementara tidak bisa menjemput, selain itu, dia ingin video call dengan anaknya, Xiao Qu menutup telepon dan bertanya kepada Presdir Gu.

Bagaimanapun video call harus berteman di Wechat, Wechat Presdir tidak dapat ditambahkan sesuka hati oleh siapapun, tentu saja Xiao Qu harus bertanya kepada Presdir Gu.

Presdir Gu menyetujuinya.

Xiao Qu meletakkan teleponnya dan berkata, “Dua orang tua ini, kenapa reaksinya begitu santai menanggapi anak yang hilang ini?”

Telepon Gu Mingcheng berdering, Gu Mingcheng menerima video call, didalam video terlihat seorang dokter berjas putih berjalan di koridor rumah sakit.

Ada semacam ketenangan abadi dan santai, seolah-olah dia tidak peduli dengan apapun di dunia.

Dalam sekejap Ken mengambil telepon, berteriak dengan keras, “Daddy, kapan kamu datang ke China?”

“Daddy baru saja selesai operasi, baru saja keluar dari meja operasi, neuron pasien mati rasa, mempengaruhi aktivitas otak, lalu dioperasi mengeluarkan beberapa neuron.”ucap Adam sambil jalan.

“Neuron otak kiri atau neuron otak kanan?”ucap Ken berbaring di sofa dengan tangan di dagunya yang terlihat sangat imut.

“Otak kiri!”

“Apakah logika orang ini akan terpengaruh.”

“Secara teori iya, tetapi itu tergantung pada banyak hal. Aku akan kembali istirahat sebentar, besok terbang ke China, begitu sampai di China, aku akan menjemputmu, oke?”

“Ehn, terima kasih daddy. Tidak tahu Mummy pergi kemana.”

“Dia ada urusan. Sudah, cepat istirahat sana!”

Adam juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Gu Mingcheng dan Xiao Qu, anak ini sudah merepotkan kalian.

Nadi bicara yang santai dan tidak merendah.

Tidak tahu kenapa, Gu Mingcheng cemburu dan sedih.

Karena apa, dia tidak bisa mengatakannya.

Setelah wanita itu pergi, kecuali bagiannya, sebagian besar waktu dia dilewati dengan tenang, kali ini reaksinya sedikit tidak terduga.

Adam datang ke rumah Gu Mingcheng malam berikutnya.

Gu Mingcheng sengaja tidak kembali ke Fengcheng Internasional, dia menunggu pria yang bernama Adam.

Adam memiliki tinggi yang hampir sama dengan Gu Mingcheng, begitu juga dengan usianya.

Ken sangat senang melihat Adam, dia tahu Adam datang menjemputnya.

Ketika Adam hendak pergi, tiba-tiba dia bersandar ke kusen pintu dan bernapas dengan cepat.

Novel Terkait

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu