Habis Cerai Nikah Lagi - Bab 386 Bukti untuk Mengancam Jansen

Saat ini di atas ranjang bundar di dalam kamar itu, terdapat seorang pria dan wanita yang sedang berpelukan sambil berciuman panas.

Tak lama kemudian, Jansen tiba-tiba menindih wanita itu dan mulai menjalankan olahraga panasnya.

Bastian seketika kehilangan kata-kata. Ia sendiri tidak sangka ia akan langsung menemukan adegan seperti ini. Pantas Jansen mengusir semua pengawal, ternyata ingin melakukan hal seperti ini. Jansen ini terlihat sangat bertenaga juga.

Bahkan Thomas sudah tercengang menyaksikan adegan itu dan ingin menggantikan posisi Jansen. Ia langsung mengeluarkan ponselnya dan membuka kamera untuk merekam adegan panas di dalam sana.

"Ah! Apakah kamu suka jika aku melakukan ini?"

Tiba-tiba terdengar suara Jansen dari dalam kamar.

"Kamu bilang aku lebih hebat atau Ayahku lebih hebat, hmm? Katakan!"

"T-tentu...kamu yang lebih hebat. Aduh, bapak itu sudah tua. Apakah ia masih berguna? Hmm!" Wanita itu juga menjawab dengan suara yang terputus-putus.

Alis Bastian terangkat setelah mendengar itu.

Pantas Jansen ini mengusir semua pengawal pergi, ternyata sedang bersama Ibu tirinya...

"Wah sialan! Anak durhaka ini..."

Bastian mendesah dengan emosi.

Jansen di dalam sambil melakukannya sambil berkata dengan puas.

"Hehe! Kalau orang tua itu mendengar kata-katamu ini, mungkin akan merasa sangat senang. Tapi ia sudah tua, masih saja menikmati wanita cantik. Ia sudah entah berapa banyak kali gonta ganti istri."

"Ah! Benar, cepatlah!" teriak istri Juvenal.

"Cepat apa? Kalau mau, kamu sendiri geraklah!"

Jansen menyeringai, lalu langsung membaringkan tubuhnya ke ranjang. Istri Juvenal baru saja bersiap duduk diatas, tiba-tiba raut wajah berubah, lalu teriak kencang.

"Ah!"

"Apa yang terjadi?"

Tanya Jansen sambil mengerutkan dahinya. Ia mengalihkan tatapannya kearah yang sama dengan istri Juvenal, lalu ia menemukan Bastian dan Thomas yang berada di depan jendela sana.

Saat ini Bastian tidak lagi bersembunyi, lalu terus memandang semua yang ada di dalam kamar.

"Boom!"

Otak Jansen seketika meledak, lalu berlagak ketahuan melakukan hal-hal senonoh. Sejak kapan balkon ini ada dua orang ini?

"Siapakah kalian berdua?"

Jansen langsung berdiri dari posisinya, lalu langsung memakai celananya dan bertanya sambil menunjuk Bastian.

Bastian dan Thomas membuka jendela tersebut, lalu pelan-pelan berjalan ke dalam. Setelah membuka tirai jendela, ia terkekeh berkata.

"Maaf, kita mengganggu kegiatan baikmu. Tapi kalian boleh menganggap kita berdua tidak ada kok. Silahkan lanjut."

"Betul. Kalian lanjutlah, aku masih merekamnya!" ujar Thomas sambil tertawa.

Istri Juvenal menyembunyikan dirinya di dalam selimut dengan erat, seperti seorang gadis polos yang terkejut. Sedangkan Jansen masih mengerutkan dahinya dan memasang wajah serius.

"Apakah kamu sedang berpikir aku melihat sesuatu yang tidak seharusnya dilihat dan entah bagaimanapun kamu tidak akan membiarkan kita pergi dari sini dengan hidup?"

Jansen bahkan belum membuka mulut dan Bastian langsung mengatakan pikiran Jansen.

"Kamu pikir kalian masih bisa keluar dari sini dengan hidup?" Jansen menyeringai dan sama sekali tidak menyembunyikannya.

"Aku tidak mau kamu yang memikirkannya. Aku mau aku yang memikirkannya. Aku pikir kamu tidak dapat melakukan itu."

Bastian berkata dengan nada bercanda.

"Aku sungguh penasaran, bagaimana perasaan Juvenal jika ia mengetahui anaknya sedang melakukan hal-hal senonoh dengan istrinya, hmm?"

"Posisimu sebagai penerus Geng Cahaya, apakah Juvenal masih bisa memberikannya?"

"Kamu!"

Raut wajah Jansen berubah, lalu menunjuk Bastian dengan kesal.

"Berani-beraninya kamu mengancamku!"'

Bastian tersenyum tipis dan tetap berdiri di tempat dengan memasang wajah yang sama sekali tidak takut.

"Sebenarnya apa yang ingin kalian lakukan? Mau uang?"

Jansen tidak langsung marah besar, melainkan menarik nafas dalam dan berusaha menenangkan diri sendiri.

Bastian terlarut dalam pikirannya. Sepertinya Jansen ini memang cukup hebat, lebih dewasa dan tenang dari Aldo dan Leonardo mereka.

"Tuan Muda Jansen, aku tidak terlalu suka dengan nada bicaramu dan sikapmu."

Bastian menyeringai dan berkata.

"Menurutmu, jika aku memberi rekaman tadi ke Juvenal, apakah ia bisa langsung membunuh anak durhaka sepertimu?"

Raut wajah Jansen menjadi kaku, lalu menggertak gigi dan berkata.

"Berapa banyak yang kamu inginkan? Kamu kasih tahu jumlahnya, aku akan segera memberinya kepadamu."

Jika bisa memanggil orang datang, Jansen sama sekali tidak perlu berbicara dengan Bastian. Ia tinggal langsung memanggil orang untuk menghajar Bastian hingga mati, lalu menghanguskan bukti rekaman tadi.

Tapi sayangnya ia sekarang berada di rumah Juvenal. Jika ia memanggil orang dalam situasi seperti ini, ia takut bukan Bastian yang mati, melainkan dirinya.

Berpikir sesaat, lalu Jansen berkata lagi.

"Aku bisa memberi berapa banyak yang kamu inginkan."

"Benarkah? Betapa gagahnya kamu. Kalau begitu, aku tidak sungkan lagi kepadamu. Bagaimana kalau aku menginginkan Geng Cahaya?" Alis Bastian terangkat pelan dan berkata dengan senyuman.

Bahkan ia sendiri pun tak sangka bahwa malam ini akan berjalan begitu lancar, tanpa harus menghabiskan tenaga untuk mendapatkan bukti yang bisa mengancam Jansen.

"Keinginanmu besar sekali. Apakah kamu bisa menguasai Geng Cahaya?" ujar Jansen sambil seringai.

"Aku sendiri tahu apakah diriku bisa menguasai Geng Cahaya atau tidak." Bastian dengan percaya diri berkata, "Aku juga tidak banyak cakap lagi denganmu. Aku mau kamu mematuhiku dan membantuku untuk mendapatkan Geng Cahaya."

"Aku jamin rekaman tadi tidak akan dibocorkan selamanya."

"Kamu gila ya?"

Jansen menatap sinis kearah Bastian.

Bastian menyengir, lalu berbalik badan berjalan ke luar.

Ia berjalan sambil berkata.

"Sebelum aku meninggalkan tempat ini, kamu hanya tersisa tiga detik untuk memikirkan ucapanku. Setelah tiga detik, apapun yang kamu katakan, aku tidak akan berhenti."

"Saat itu, kamu janganlah menyesal."

"Kamu..."

Raut wajah Jansen menjadi kaku lagi. Ia seperti ingin mengatakan sesuatu, sedangkan Bastian dan Thomas dengan santai berjalan ke luar kamar.

"Tiga..."

"Dua..."

......

Saat detik terakhir, Bastian kebetulan sudah tiba di depan pintu. Hanya perlu selangkah lagi, ia sudah sepenuhnya keluar dari kamar itu.

"Tunggu bentar!"

Dalam situasi yang panik ini, Jansen langsung berteriak untuk menghentikan langkah Bastian.

Langkah Bastian masih belum berhenti dan masih berjalan kearah luar.

"Aku menyetujuimu! Aku setuju! Cepatlah kembali!"

Jansen berteriak kencang dan Bastian akhirnya menghentikan langkahnya. Bastian pelan-pelan berbalik badan, wajahnya memasang senyuman dimana semuanya berjalan sesuai dengan rencananya.

"Kamu cukup kejam! Katakanlah, hal apa yang kamu ingin kulakukan?"

"Berlutut!"

"Apa?"

Jansen sama sekali tidak percaya dengan telinganya sendiri.

"Kalau kamu sudah setuju untuk mematuhiku, maka aku harus coba membuktikan apakah kamu adalah orang yang tidak bermuka dua?" ujar Bastian santai sambil menatap Jansen.

"Tidak ingin berlutut? Baiklah, sampai jumpa lagi!" ujar Bastian, lalu berbalik badan mau pergi lagi.

Terdengar suara "Dum!"

Lalu terlihat Jansen berlutut dengan keras di hadapan Bastian.

Ia menundukkan kepalanya dan terlihat sangat kesal. Rasa benci di dalam hatinya mencapai titik tertinggi di saat ia berlutut di hadapan Bastian.

Novel Terkait

Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
4 tahun yang lalu