Habis Cerai Nikah Lagi - Bab 379 Main Main Dengan Nyawa

“Aldo Wu, lebih baik kita bertaruh saja.”

Bastian tiba tiba mengeluaran pistol, 6 ruang pistol didalamya dia isi satu peluru.

“Apakah kamu tau permainan turntable Rusia?”

Dia berjalan sampai sofa di sebelah sana, tertawa, mengatakan:

“Aku lupa jika kamu adalah tuan dari Geng Cahaya, kamu mungkin tidak pernah memainkan permainan berbahaya seperti ini.”

“Tapi kamu pernah mendengarnya kan?”

Saat ini Aldo Wu sudah pucat pasi. Meskipun dia tidak perah memainkannya, tapi permainan mematikan seperti ini juga setidaknya pernah dia lihat di dalam film.

Di dalam pistol dimasukkan satu peluru, permainan dilakukan bergiliran, setelah satu pemain melakukan gilirannya, maka giliran pemain lain, begitu seterusnya. Pemain harus mengarahkan pistol ke kepala mereka, kemudian menarik pelatuk pistol.

Yang terkena tembakan tentu saja keluar dari permainan, tentu saja mereka otomatis kalah. Yang berani bermain sampai terakhir, dan yang tidak terkena tembakan maka dialah pemenangnya.

Permainan menyeramkan seperti ini hanya mereka yang memiliki keberanian luar biasalah yang berani memainkannya. Jika kalah maka kepalanya akan meledak karena pelatuk yang ditarik oleh tangan sendiri.

“Berani memainkannya?”

Bastian meletakkan pistol diatas meja, wajahnya masih menunjukkan senyum tenangnya.

“Kamu....”

Aldo Wu menjadi gagap, menatap Bastian penuh kekesalan.

Dia tidak ingin memainkan permainan mematikan yang mengandalkan keberuntungan seperti ini. Dia adalah tuan muda dari Geng Cahaya, kenapa harus memainkan permainan berbahaya seperti ini.

Tapi jika tidak bertaruh, bawahannya menyaksikan hal ini, jika dia menolak Bastian, memalukan sekali rasanya!

Dan juga, Bastian itu tidak waras, jika tidak melakukan apa yang dia inginkan, mungkin dia akan meledakkan kembali bom di gedung ini.

“Kak... Mainlah, ada kesempatan walau setengah.”

Laonardo wu berjalan mendekat kepadanya, berkata tidak berdaya.

“Kenapa tidak kamu saja, brengsek malah menyuruhku!” Aldo Wu kesal hingga memukul kepala Leonardo Wu.

“Baiklah, menarik sekali, aku bertaruh kepadamu.”

Aldo Wu duduk di depan Bastian, berkata dingin:

“Apa taruhannya?”

Bastian tertawa lebar, mengatakan:

“Kamu benar benar menarik, jika aku kalah maka tentu saja aku akan mati saat itu juga.”

“Orangku tidak akan meledakkan bom, dan juga kedua rekaman itu akan jatuh ketangan kalian.”

“Jika kamu kalah maka kamu mati. Semua orang orangmu, bahkan Leonardo Wu, maka akan berada dalam genggamanku. Tentu saja, kamu bisa mengaku kalah sekarang juga, tunduk dan patuh kepadaku, setidaknya kamu bisa mempertahankan nyawamu.”

“Bagaimana?”

Aldo Wu yang mendengar hal itu wajahnya langsung pias, berkata:

“Baiklah, aku setuju, aku sudah hidup selama ini tapi baru pertama kali bertemu orang segila dirimu.”

“Jujur saja, aku kagum kepadamu, tapi aku tidak akan mengaku kalah dengan mudah, mulailah!”

Bastian menganggukkan kepalanya, mengambil pistol, mengarahkannya ke kepalanya sendiri.

“Permainan ini aku yang menyarankannya, maka aku juga yang akan memulai.”

Setelah mengatakan itu tidak terlihat keraguan sedikitpun di wajah Bastian, pelatuk tertarik begitu saja.

“Klaaakk!”

Kali ini tembakan kosong.

“Kelihatannya keberuntunganku lumayan juga, giliranmu.”

Bastian tersenyum, melemparkan pistol diatas meja kepadanya.

Aldo Wu meraih pistol, wajahnya sudah penuh dengan keringat dingin.

Dia bukan orang segila Bastian, bahkan keteguhan hatinya tidak setangguh Bastian. Permainan ini mengandalkan keberuntungan, jika peluru keluar dari dalam pistol, maka dia akan mati, bagaimana mungkin dia tidak ketakutan.

“Kenapa diam, mulailah, apa kamu takut, jika takut maka mengalah saja.”

Jasper Wu yang melihat reaksi yang ditunjukkan oleh Aldo Wu mulai menertawakannya.

“Brengsek, diam!” Aldo Wu memaki, “apa aku pernah merasa takut?”

Setelah mengatakan itu dia mengeratkan giginya, gemetaran menarik pelatuk.

“Klaak!”

Kembali tembakan kosong.

Wajah Aldo Wu menunjukkan seringaian puas:

“Keberuntunganku lumayan juga, giliranmu!”

Dia kembali melemparkan pistol kepadanya.

Kali ini bahkan Leonardo Wu bisa merasakan kepanikan kakaknya, tawanya bahkan sampai terdengar gemetaran, saat dia menarik pelatuknya tadi bahkan dia sudah takut hingga akan menggila.

“Sialan, lebih baik tembakan kali ini ada peluru keluar dari dalam pistol yang akan membunuh si gila brengsek itu!” Aldo Wu memaki dalam hatinya.

Bastian menerima pistol yang disodorkan kepadanya, tanpa ragu langsung menarik pelatuknya.

“Kllaaak!”

Tembakan kosong kembali!

Seketika ekspresi di wajah Aldo Wu terlihat pucat pasi, sekarang tersisa 3 tembakan, selanjutnya adalah gilirannya.

Tiga tembakan terakhir, di dalam pistol ada satu peluru, bahkan tembakan kosong sudah ditembakkan sebelumnya. Bagaimanapun juga kesempatan tembakan kosong itu juga sudah menipis.

Pada saat ini, jangankan dia, Patrick bahkan sampai berkeringat dingin karena khawatir akan Bastian. Jika giliran selanjutnya Aldo Wu masih selamat, maka Bastian akan berada dalam bahaya.

“Klaakkk!”

Aldo Wu kembali menarik pelatuknya.

Kali ini dia tertawa puas:

“Kelihatannya keberuntunganku lebih baik dari keberuntunganmu, masih tersisa dua tembakan, apa kamu berani melanjutkan permainan ini?”

Saat mengatakan itu dia sudah menyodorkan pistol kepada Bastian, tatapannya sangat puas diatas penderitaan Bastian.

Dia tidak percaya jika peluru ada di tembakan terakhir.

“Kak Bastian, jangan bermain lagi! Kita tidak perlu bermain permainan seperti ini dengannya!” Jasper Wu sudah tidak bisa bersikap tenang lagi.

Jika di tembakan selanjutnya Bastian mati, maka siapa yang akan menjadi sandarannya, kedua kakaknya ini pasti tidak akan membiarkannya begitu saja.

“Iya benar tuan, jangan bermain lagi!” Warner Zhao juga mulai gelisah, dia mencoba untuk mengingatkan.

Bastian mengambil pistol, tersenyum tipis berkata:

“Permaian ini aku yang sarankan, jika aku mengaku kalah maka akan sangat memalukan.”

Setelah mengatakan itu dia mengarahkan pistol di kepalanya, berkata pelan:

“Hidup dan mati sudah ditakdirkan!”

Setelah mengatakan itu dia langsung menarik pelatuknya.

Dalam waktu itu, semua orang juga dibuat cemas hingga sesak napas. Tembakan kali ini menentukan hidup dan mati.

“Klaaakk!”

Tidak terdengar suara tembakan, itu masih tembakan kosong!

Ekspresi di wajah Aldo Wu langsung pasi, pupilnya menyusut, bahkan dia tidak bisa berdiri dengan tegak.

“Bagaimana bisa seperti ini!” Leonardo Wu berteriak.

Bawahan Aldo Wu terlihat semakin pias, Aldo Wu sudah kalah, peluru ada di tembakan terakhir. Dia bisa mengaku kalah, dan bisa juga menerima tembakan itu, dia tidak memiliki pilihan ketiga.

“Hahah! Tembakan terakhir, kak, kamu ingin mengaku kalah atau menerima resikonya!”

Jasper Wu kembali tertawa lebar.

Bastian melemparkan pistolnya, berkata pelan:

“Kelihatannya keberuntunganku sedikit lebih baik darimu, Aldo, saranku, lebih baik tidak usah memainkan tembakan terakhir.”

“Kamu membunuh dirimu sendiri rasanya sangat menyedihkan.”

Aldo Wu menatap pistol disamping kirinya, tubuhnya sudah gemetaran sampai dia terdiam cukup lama.

“Kak, kenapa tidak mengatakan apapun?”

Bastian menatapnya.

Tiba tiba Aldo Wu menerima pistol itu, dia tidak mengarahkan ujung pistol ke kepalanya, melainkan kepada Bastian.

“Mimpi jika ingin aku mengaku kalah, aku tidak ingin main lagi!”

Wajah licik Aldo Wu terlihat jelas”

“Apa yang akan kamu lakukan jika aku tidak main lagi? Kamu bodoh sekali, kamu tidak seharusnya memberikan pistol ini kepadaku, cepat serahkan rekaman itu!”

Melihat pemandangan itu Jasper Wu dan Warner Zhao mulai memaki:

“Kak, brengsek! Kamu curang!”

“Apa kamu laki laki, memalukan sekali!”

Aldo Wu malah memaki balik:

“Diam! Apa kamu pikir aku akan sebodoh itu, atas dasar apa aku memainkan nyawamu dengan kalian!”

Bastian sepertinya sudah menduga jika dia akan bersikap seperti ini, dia tidak cemas sedikitpun, langsung berkata kepada bawahan Aldo Wu:

“Bos kalian bermain curang, aku menjadi tidak senang.”

“Dia sedang mamaksaku meledakkan bom di tempat ini, dia bisa saja menembakku, tapi setelah itu, orangku pasti akan meledakkan semua bom nya, kalian selesaikan saja bagaimana baiknya.”

Novel Terkait

You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
5 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu