Habis Cerai Nikah Lagi - Bab 207 Biarkan Mereka Pergi!

Kata demi kata yang diucapkan oleh Yeni hari ini begitu menusuk dan menyakitkan.

Susanti membeku di tempatnya ketika mendengarkan perkataan dia, begitu juga dengan Bastian, air matanya menetes ke pipinya.

“Yeni, kamu...... kamu jangan bicara begitu, ini sungguh adalah sebuah kecelakaan. Kalau mau menyalahkan seseorang, kita hanya bisa menyalahkan orang yang menabrak mobil.”

Sarim pun merasa perkataan Yeni saat ini agak keterlaluan, dia segera berkata dengan lirih:

“Yeni, kita juga tidak ingin kecelakaan ini terjadi, Kak Bastian juga sangat sedih anak kalian gugur. Dia adalah ayahnya dan kamu adalah ibunya, aku pikir kita semua tidak akan mengalami rasa sakit yang dirasakan kalian berdua.

“Kamu tenangkan dirimu dulu, ya?”

Yeni yang mendengarkan perkataannya kemudian dia berkata sambil menangis:

“Aku sudah sangat tenang, aku hanya tidak ingin mempunyai hubungan apa-apa lagi dengannya, apa aku salah?”

Sembari berkata, dia menatap Bastian dengan tegas dan berkata:

“Aku yang sekarang hanyalah seorang wanita yang pernah mengalami keguguran, dan aku tidak pantas bagi Tuan muda keluarga Yue.”

“Dan kamu Bastian, ada banyak wanita yang mendampingimu, mengapa kamu menggangguku terus, aku sekarang bahkan tidak bisa menjaga diriku sendiri, jadi aku tidak bisa menjagamu.”

Yeni menunjuk Susanti dan berkata:

“Kamu minta dia untuk menjagamu saja, minta dia untuk menemanimu, dia membawakan makanan untukmu setiap hari. Dia tahu saat kamu tidak bahagia, dia tahu semua keluhanmu. Jika kalian bersama, bukankah itu yang paling masuk akal?”

Bastian benar-benar tertegun saat mendengarkan perkataan Yeni, bagaimanapun dia tidak menyangka bahwa Yeni akan sangat tak berperasaan dengan mengatakan kata-kata yang sangat kejam. Sesaat, Bastian tidak mengucapkan sepatah kata pun, seolah-olah hatinya telah digali dengan keras kemudian diinjak hingga akhirnya menjadi hancur dan patah.

“Yeni!” Susanti tampak sangat marah, dia menggertak giginya dan berkata: “Kamu sungguh keterlaluan!”

“Bagaimana kamu bisa berbicara seperti itu, aku dan kakakku hanya kakak adik saja, kamu jangan bicara yang tidak-tidak!”

Yeni menoleh dan menatapnya saat mendengar perkataannya, dia menyengir dan berkata:

“Kakak adik? Siapa yang tahu?”

Dia menarik senyuman di wajahnya sembari berjalan menuju ke hadapan Sarim, melihatnya sambil tersenyum dan berkata:

“Sarim, bukankah kamu menyukai aku?”

“Dulu aku sedang hamil jadi tidak ingin menyusahkan kamu. Sekarang anakku sudah gugur, aku tahu selama ini kamu adalah orang yang selalu memperlakukan aku dengan sangat baik, kamu sangat perhatian denganku. Aku bersedia bersamamu sekarang, apakah kamu masih ingin bersama denganku?”

Ketiga orang yang berada di kamar tersebut tertegun saat mendengarkan perkataannya.

Susanti memandang Yeni dengan tatapan menjijikkan, dia tidak menyangka bahwa Yeni baru saja kehilangan anaknya sudah ingin bersama dengan pria lain. Mungkin dia selalu mempunyai pendapat terhadap Yeni, dia tiba-tiba merasa bahwa Yeni sama sekali tidak pantas untuk Bastian, Yeni bukan wanita baik-baik.

Bastian juga menatap Yeni, tetapi di dalam lubuk hatinya hanya merasakan patah hati dan kekecewaan yang tak ada habisnya.

Mungkin Sarim menjadi salah seorang yang paling girang di antara mereka bertiga. Dia sudah pernah menyatakan perasaannya sekali kepada Yeni namun ditolaknya, tetapi dia tidak pernah menyerah untuk mengejar Yeni lagi. Dia bahkan sudah melupakan masalah Yeni yang tidak bisa melahirkan lagi, diraihnya tangan Yeni dan berkata:

“Aku bersedia, tentu saja aku bersedia!”

“Yeni, aku selalu ingin bersamamu dan menjagamu. Melihat kamu sangat menderita membuatku merasa sedih, melihat kamu kehilangan anakmu juga membuatku merasa sakit hati.”

“Kamu tenang saja, mulai saat ini aku pasti akan memperlakukan kamu dengan baik!”

Yeni tersenyum tipis saat mendengarkan perkataannya, kemudian dia berkata:

“Baiklah, antarkan aku pulang, aku tidak ingin berlama-lama di sini, aku tidak ingin melihat mereka.”

Sarim menganggukkan kepalanya berkali-kali, dengan cepat meraih tasnya dan memapah Yeni untuk bersiap meninggalkan rumah sakit.

Susanti yang merasa marah, dia menghalangi pintu masuk dan memekik:

“Yeni, kamu tidak bisa seperti itu!”

Sekujur tubuh Bastian gemetar, dia memarahinya tanpa mengangkat kepalanya:

“Susanti, jangan menghalangi mereka, biarkan mereka pergi!”

Susanti sulit memahami maksudnya dan menatap Bastian:

“Kakak!”

Bastian memukul kursi rodanya dengan keras dan menggeram:

“Biarkan mereka pergi!”

Susanti akhirnya menangis dengan suara tertahan dan melepaskan mereka, dia menggeserkan tubuhnya ke samping sembari menatap kepergian Yeni dan sarim.

Hanya tersisa Bastian dan Susanti di bangsal itu, Bastian menoleh keluar jendela tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Meskipun dia tidak dapat melihat ekspresinya, tapi dia dapat melihat dengan jelas tubuh Bastian yang sedang gemetar, Susanti tahu Bastian pasti sedang meneteskan air mata, hatinya telah hancur berkeping-keping.

Melihat Bastian sangat sedih, Susanti berjalan menghampiri Bastian dan menyandarkan kepala Bastian ke dalam pelukannya dan menghiburnya:

“Kakak, kamu tidak pantas bersedih untuk wanita seperti itu.”

“Biarkan saja dia pergi, dia tidak pantas untukmu.”

......

Setelah keluar dari rumah sakit, Yeni menaiki mobil Sarim, dan sarim menyetir mobilnya mengantarkan Yeni pulang ke rumahnya.

Sesampainya di rumah, Sarim seolah tampak seperti tuan rumah di rumah Yeni, dia menyimpan barang-barangnya dengan baik dan membantu merapikan rumahnya. Dia bahkan membuatkan makanan dan menyajikannya untuk Yeni dengan penuh perhatian.

“Yeni, makanlah, sudah beberapa hari kamu tidak makan banyak.”

Sarim berjongkok sembari menatap Yeni dan berkata.

Dia merasa sangat bersemangat sekarang karena dia telah mendapatkan apa yang diinginkannya, akhirnya dia bersama dengan Yeni. Tetapi dia tidak dapat menunjukkan kebahagiaannya saat ini, lagipula Yeni baru saja kehilangan anaknya, tidak pantas untuk terlalu bahagia.

“Aku tidak mau makan.” Wajah Yeni yang pucat hingga terasa agak menakutkan. Dia juga tidak seagresif seperti saat berada di rumah sakit barusan, nada bicaranya pun sangat lemah:

“Kamu sudah bekerja keras, Sarim, aku ingin beristirahat sebentar.”

Sarim yang melihatnya, dengan cepat dia mengatakan:

“Aku akan memapahmu ke kamar tidur untuk beristirahat, kamu istirahatlah dengan baik, tubuhmu terlalu lemah.”

Yeni melambaikan tangannya dengan lemah dan berkata:

“Aku ingin berbaring di sini saja, kamu pulanglah dulu, kamu juga kurang istirahat belakangan ini.”

Sarim merasa agak canggung dan berkata:

“Aku tidak apa-apa, sekarang aku adalah pacarmu, aku pasti akan menjagamu dengan baik.”

Yeni memaksa untuk tersenyum dan berkata:

“Aku juga tidak apa-apa, kamu tidak perlu mencemaskan aku, lagipula aku tidak hamil sekarang. Aku bisa menjaga diriku sendiri, aku cukup berbaring di sini dan beristirahat sebentar saja.”

Sembari berkata, dia membaringkan tubuhnya.

Sarim yang melihatnya merasa tidak enak untuk berbicara lagi. Dia tahu perasaan Yeni sangat sedih atas kehilangan anaknya, sangat normal jika dia ingin menyendiri.

“Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu, kalau kamu merasa tidak enak badan, jangan lupa kamu pasti akan menghubungi aku.”

Sarim membantu menyelimutinya dan berkata dengan penuh perhatian.

Yeni menganggukkan kepalanya dan menutup matanya.

Setelah beberapa saat mendengar suara pintu ditutup, Yeni membuka matanya lagi. Sarim sudah pergi, dan air mata yang sudah di tahan-tahan olehnya sepanjang jalan pada akhirnya kembali berlabuh di pipinya.

Seolah air matanya sudah tidak mampu untuk mewakili rasa sakit dan kesedihan dalam lubuk hatinya, dia menangis histeris hingga suaranya menjadi serak.

Beberapa saat berlalu air matanya telah membasahi bantalnya.

Tapi dia tidak menyadari bahwa Sarim masih belum meninggalkannya dan berdiri di luar pintu.

Sarim telah mendengar suara tangisan yang sangat menyayat hati dari dalam rumah, matanya pun memerah, dia yang semula berpikir mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu, tetapi setelah dipikirkan berulang kali, akhirnya dia mengurungkan niatnya dan menurunkan tangannya kembali.

Novel Terkait

The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
5 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu