Habis Cerai Nikah Lagi - Bab 160 Aku Melihat Kekasihmu

Beberapa hari ini, suasana hati Bastian terus memburuk, bahkan makannya pun sangat dikit dan pikirannya pun kosong.

Melihat perubahan Bastian yang begitu besar, Susanti agak khawatir.

"Kak Bastian, ada apa denganmu beberapa hari ini? Mengapa kamu tidak makan?"

Siang hari datang lagi ke restoran untuk pasangan kekasih, Susanti telah membeli makanan untuk Bastian. Sedangkan Bastian sama sekali tidak makan.

"Tak apa-apa, aku tidak ada nafsu makan. Kamu makan saja."

Bastian langsung meletakkan sumpitnya dan terus memasang wajah melasnya.

"Bagaimana mungkin tidak makan? Kamu bukan anak kecil lagi, bisa-bisanya kesal kepada makanan."

"Bagaimana kalau aku yang menyuapimu? Ah...buka mulutmu!"

Susanti mengangkat mangkok dan sumptinya, lalu berlagak menyuapi anak kecil, bahkan seperti menjadikan Bastian sebagai bahan lelucon.

Bastian seketika dibuat tertawa olehnya, lalu tak berdaya dan bersiap mengambil kembali mangkoknya dan makan sendiri.

"Sudahlah, aku sungguh takut padamu."

"Aku sendiri saja yang makan. Kalau dilihat orang lain, mereka akan mengira diriku adalah idiot yang tidak bisa makan sendiri."

Susanti terkekeh pelan dan berkata, "Benar kalau begini. Kamu harus makan banyak."

Kelakuan Susanti yang aneh membuat Bastian yang murung kembali membaik.

Melihat Bastian yang makan begitu lahap, Susanti tidak tahu berapa banyak hari Bastian tidak makan. Bastian pasti ada masalah.

"Kamu beritahu saja kepadaku jika ada masalah. Aku adalah adikmu, ada apa yang tidak boleh diberitahumu?" tanya Susanti dengan perhatian, sambil memandang wajah Bastian.

Bastian meletakkan sumpitnya, wajahnya masih terlihat lesu. Ia berkata.

"Hari itu...aku hampir bertemu dengannya."

Susanti terdiam mendengar itu, hampir tidak bereaksi. "Siapa?"

Bastian tersenyum pahit berkata.

"Yeni. Aku hampir saja bertemu dengannya."

Mendengar ini, tubuh rampingnya Susanti gemetar pelan. Rasa cemburu mulai kembali membara. Ia sibuk bertanya.

"Kamu menemukannya? Mengapa tidak bertemu dengannya?"

Bastian menggelengkan kepalanya dan menghela berkata, "Ia pasti sudah melihatku, jadi kabur dan tidak ingin menemuiku, bahkan aku tidak mendapatkannya. Dan juga nomor teleponnya, aku menghabiskan banyak usaha untuk mendapatkannya. Tapi sekarang ia sudah menghapuskan nomornya. Ia pasti sengaja melakukan itu."

"Ia tidak ingin menemuiku, sama sekali tidak ingin. Aku tidak tahu apa yang sedang ia pikirkan..."

Bastian menunduk lagi. Perasaan yang awalnya membaik, seketika kembali murung lagi.

Susanti ikut murung setelah melihat Bastian begitu sedih. Ia mengangkat tangan kanannya dan meletakkan di tangan kiri Bastian yang dingin. Ia menghiburnya.

"Mungkin ia masih kesal kepadamu, atau mungkin ada alasan yang lain."

"Kamu jangan terlalu sedih..."

Bastian mengangkat kepalanya dan memasang senyuman pahit di wajahnya.

"Sudah dua bulan lebih. Aku merasa ia mungkin sudah memutuskan untuk memotong hubunganku dengannya."

"Aku tidak tahu apakah diriku harus lanjut mencarinya. Aku juga tidak tahu apakah anak di perutnya...masih ada atau tidak."

"Ia terus bersembunyi. Aku terus mencarinya, juga tidak berarti sama sekali."

Susanti menggigit pelan bibirnya dan berkata.

"Kalau kamu lelah, jangan cari lagi. Kalau ia sudah memutuskan untuk tidak bertemu lagi denganmu, sama sekali juga tidak berguna jika menemukannya lagi."

"Aku tidak ingin melihatmu sedih. Tapi keputusan apa yang kamu lakukan, aku akan mendukungmu."

Bastian memandang Susanti, lalu tersenyum pelan.

"Terima kasih, Susanti. Aku datang ke Kota Tajo begitu lama dan dirimu yang terus menemaniku. Adik sepertimu sungguh baik sekali."

Susanti tersenyum malu dan berkata, "Tentu. Aku ada kakak yang begitu baik kepadaku, aku juga sangat bahagia."

Bastian tertawa dan bertanya, "Aku dengar dari Pak Setiawan bahwa kamu minta ijin kerja besok. Apakah ada sesuatu?"

Susanti terkekeh dan berkata, "Tak apa-apa. Besok aku mau menemani Sasha lihat rumah di Perusahaan Real Estat Star. Keluarga mereka sedang bersiap pindah rumah. Di tambah beberapa hari ini aku terus lembur, jadi juga ingin istirahat seharian."

Bastian mengangguk.

"Memang harus istirahat. Jangan kelelahan karena pekerjaan."

......

Hari kedua telah tiba.

Susanti menemani temannya melihat rumah di Divisi Penjualan Perusahaan Real Estat Star di Distrik Sriwajaya.

"Sasha, kamu sudah selesai melihatnya? Aku merasa rumah-rumah Perusahaan Real Estat Star cukup bagus. Kamu bersiap beli daerah bagian mana?"

Saat siang hari, Susanti dan Sasha asal mencari restoran di dekat Perusahaan Real Estat Star.

"Hmm...Aku merasa ada beberapa rumah yang bagus, tapi aku masih harus membahasnya dengan orang tuaku." ucap Sasha.

Susanti memandang kearah Sasha dengan iri.

"Aku iri sekali dengan kalian, bisa-bisanya ganti rumah besar lagi. Tidak seperti diriku, hanya bisa menyewa rumah."

Sasha mendengar ini, langsung tersenyum.

"Kamu iri kepadaku? Aku dan Siska yang baru iri denganmu, memiliki kakak laki-laki yang begitu kaya."

"Kakakmu adalah Ketua Direktur dari Perusahaan Ninetop, apakah kamu kekurangan uang?"

"Dengan perhatian Pak Bastian kepadamu, tidak hanya rumah, bahkan rumah besar, ia pasti akan membelinya untukmu."

Mendengar ini, wajah Susanti memerah dan berkata.

"Aku dan Kakakku sudah seperti kakak beradik, tidak ada hubungan lain. Uangnya adalah uangnya. Aku sama sekali tidak menginginkan uang Kakakku."

Sasha tertawa genit dan berkata.

"Lihatlah kamu memanggilnya dengan begitu ramah. Jika kamu adalah kekasihnya, ataupun istrinya, bukankah uangnya juga menjadi milikmu juga?"

"Jaman sekarang tidak mungkin ada kata kakak adik lagi. Kita semua sudah dewasa. Sebelum menyatakan perasaan itu adalah kakak adik, belum tentu jika kamu menyatakan perasaanmu."

Susanti adalah orang yang mudah malu, bahkan sekarang wajahnya sangat merah. Ia menggerutu genit.

"Jangan asal berbicara! Aku pergi dulu ke toilet."

Setelah itu, ia berdiri dan pergi ke toilet. Setelah keluar dari toilet dan ingin kembali ke tempat duduknya, Susanti tiba-tiba bertemu dengan seseorang yang melewatinya.

Saat melihat dengan teliti, ia seketika terdiam di tempat.

"Yeni..."

Ia menarik nafas dan menatap wanita yang terduduk disana dengan tatapan tak percaya. Wajah wanita itu adalah foto Yeni yang ia lihat dari telepon genggam milik Bastian.

"Oh Tuhan, aku tidak salah lihat kan?"

Susanti menelan ludah, lalu sibuk mengeluarkan telepon genggamnya dan bersiap menghubungi Bastian.

Tapi di saat ia mengeluarkan telepon genggamnya, ia mematung.

Apakah ia sungguh haru menghubunginya? Wanita itu mirip dengan Yeni. Jika wanita itu sungguh adalah Yeni dan Bastia menemukan Yeni, lalu bagaimana dengan selanjutnya?

Selanjutnya jika Bastian dan Yeni berbaikan, lalu bagaimana dengan dirinya? Apakah Bastian masih bisa begitu perhatian kepadanya? Apakah setiap hari ia masih bisa menemaninya makan siang di restoran?

Jika Bastian memiliki kekasih, apakah ia masih peduli kepada dirinya?

Seketika Susanti tidak ingin menghubungi Bastian.

"Tapi ia begitu murung, begitu ingin menemukan Yeni, bagaimana aku boleh begitu egois..."

Susanti menarik nafas lagi, akhirnya mencari nomor telepon Bastian dan menghubunginya.

Setelah panggilan tersambung, di seberang sana terdengar suara Bastian.

"Ada apa, Susanti?"

Susanti mematung sangat lama dan tidak mengatakan apapun. Ia masih ragu, apakah dirinya harus memberitahu Bastian.

"Halo, Susanti?"

"Kak, sepertinya..." Susanti memandang kearah Yeni dan berkata, "Sepertinya aku melihat kekasihmu!"

Novel Terkait

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
5 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu