Habis Cerai Nikah Lagi - Bab 150 Tidak Memakai Baju

Bastian naik taksi membawa Susanti kembali ke Vilanya

Setelah masuk ke rumah, Susanti belum juga sadarkan diri sepertinya sangat mabuk.

“kamu tidak bisa minum anggur, kenapa masih minum begitu banyak.”

Bastian menggeleng-geleng kepala, mengganti sandal Susanti dan menggendongnya langsung ke atas.

Tubuh Susanti yang kecil, membuat Bastian menggendongnya seperti menggendong anak kecil, sedikit berat pun tidak ada.

“ringan sekali, tumbuh dengan makan udara yaa......”

Bastian berucap dalam hati, dan membawanya ke kamar lain.

Dengan perlahan membaringkan Susanti di tempat tidur, Bastian berdiri dan menyelimutinya,tanpa diduga Susanti tidak melepaskannya dengan erat memeluk Bastian, dan berkata aneh-aneh:

“Kamu jangan pergi, jangan pergi!”

Ketika berbicara, dia bahkan menangis, tubuhnya bergetar.

Bastian tertegun sejenak, melihat Susanti begini, dia tahu Susanti pasti tidak memiliki rasa aman.

Sajak kecil kehidupan Susanti sangat susah, jadi ia jarang punya teman. Mungkin di sekolah dan setelah berkerja juga tidak ada orang yang benar-benar peduli dengannya.

Bastian terpikir Adelia Liu di Kota Cumarun dulu, Adelia juga seperti ini, tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari keluarga Liu. Jadi dia memiliki temperamen yang buruk tantu saja dia juga tidak memiliki rasa aman.

“aku tidak pergi, kamu cepet tidur. ”

Bastian menghela nafas lalu menghapus air mata Susanti di sudut matanya, seperti membujuk anak perempuan sendiri membujuk Susanti untuk tidur.

Sekitar setengah jam kemudian, Susanti akhirnya berhenti, Bastian baru bediri dan menutupi dengan selimut.

“akhirnya tertidur......”

Bastian merasa lega, dan berkata selamat malam lalu keluar dari kamar.

Dia berjalan ke arah sofa untuk duduk sebentar, awalnya mau istirahat sebentar lalu pergi mandi dan balik ke kamar untuk tidur, namun penselnya tiba-tiba berbunyi.

Dia mengambil dan melihat panggilan dari Levis manajer dari Klub lelang

“Manajer Liu, ada apa? Tanya Bastian.

“ tuan muda, Cakhra dan Jadrian mereka sudah meninggal.” Melalui telepon, nada suara Levis sedikit berat.

Mendengar ini Bastian tersenyum dingin:

“benarkah, sangat disayangkan, bantu aku kirimkan dua karangan bunga ke pemakaman mereka, aku tidak pergi.”

Levis terdiam dua detik dan berkata:

“tuan muda, polisi sekarang mencurigai kematian mereka ada hubungannya denganmu, karena Cakhra baru saja mati, dan asetnya telah dipindahkan atas namamu. Polisi sekarang....ingin menemuimu.”

Bastian dengan tenang bertanya:

“Polisi tahu identitasku yang sebanarnya tidak?

Ucap Levis : “tahu, aku yang memberitahu mereka. Aku takut mereka salah paham terhadapmu, jadi aku mengatakan bahwa anda berasal dari keluarga Yue di kota Juragan, putra Fendy Yue, jadi mereka tidak datang menangkapmu, tetapi meraka masih ingin anda membuat laporan.

Bastian mendengar ini dan tersenyum:

“boleh, kematian mereka tidak ada hubungannya denganku, tetapi aku tetap mengikuti penyelidikan polisi itu adalah kewajibanku.

“namun sekarang sudah larut malam, aku sedikit lelah, mau istirahat. Kamu beritahu mereka, besok siang aku pergi ke tempatmu, mengikuti aturan pekerjaan mereka.

Selesai berbicara, Bastian menutup telepon.

Dia berbaring di sofa berpikir tentang bagaimana menghadapi pemeriksaan polisi besok, tetapi dia tidak khawatir tentang apa pun. Karena dia berani melakukannya, dan tidak takut mengungkapkannya.

Memikirkan hal itu, rasa kantuk melanda, dia tidak pergi mandi, melainkan tertidur di sofa.

……

Keesokkan paginya bangun, Bastian menyalakan ponselnya dan melihat jam, sudah menunjukkan jam 10.

“tidur terlalu nyenyak.....”

Dia beranjak dari sofa, melihat rumah begitu sunyi, dia merasa bingungan, apakah Susanti belum bangun?

Bastian pergi ke toilet dan membasuh muka, bersiap naik ke atas untuk melihat.

Mungkin baru bangun agak sedikit linglung, dia lupa mengetok pintu, langsung memutar pegangan pintu dan masuk.

Di dalam kamar, Susanti sedang berdiri di atas kasur, yang sedang melepas pakaiannya tadi malam dan bersiap untuk mengganti piyaman.

Tubuhnya hanya tertinggal celana dalam berwarna ungu, selain itu tidak megenakan apa-apa lagi.

Tertiba pintu terbuka membuat Susanti kaku di tempat dan Bastian juga membeku.

Melihat keindahan yang luar biasa ini, langsung mimisan.

“Ahh!! ”

Bastian yang terkejut langsung keluar, dan cepat-cepat menutup pintu.

......

Bastian berdiri di pintu dengan wajah memerah segera ia meminta maaf kepada Susanti dari seberang pintu :

“Maaf ya Susanti, aku tidak sengaja, aku lupa mengetuk pintu!”

Kali ini dia sangat malu.

“cepat kamu turun!”

Suara panik Susanti muncul dari dalam

“oh, oke!”

Bastian berlari menuruni tangga, duduk di sofa dengan wajah merah sampai ke belekang leher.

Pemandangan tadi terngiang-ngiang di benaknya. Meskipun Susanti tidak tinggi, tapi postur badannya tidak begitu jelek bisa dikatakan sangat mungil dan lucu.

“astaga apa yang aku pikirkan.....”

Bastian menampar dirinya sendiri, lalu pergi ke toilet membasuh mukanya yang panas.

Di dalam kamar, Susanti memuluk kakinya duduk di ranjang, belum tersadar dari kejadian barusan.

Tiba-tiba dia merasakan sesuatu di bawah pantatnya, membuat pantatnya sakit. Dengan cepat mengambilnya dan melihat itu ternyata satu kotak kondom.

“ini......”

Susanti tercengang sambil memegang kotak kondom di tangannya, dia yakin bahwa ini bukan barangnya, dan tidak mungkin membelinya. Dari mana datangnya barang ini?

“Jangan-jangan.....”

Dia terpikir Bastian,wajahnya seketika memerah.

Tapi dia belum bisa memastikan, soalnya Bastian biasanya berprilaku sebagai pria terhormat bahkan tidak menunjukkan rasa suka terhadap dia. Bastian menganggap dia sebagai adiknya, dia juga menganggap Bastian sebagai kakak, Bastian tidak mungkin .....

“jangan-jangan Siska mereka.....

Susanti terpikir Siska,cepat-cepat memakai baju dan langsung menelepon Siska.

Setelah terhubung, terdengar suara tawa Siska.

“nyonya direktur sudah bangun ya? Bagaimana semalam, sakit tapi bahagia kan? ”

“hi hi! Kamu harus berterima kasih kepadaku tahu tidak!”

Susanti mendengar ini langsung tersadar, dan barang di tangannya ternyata Siska yang memberinya.

“Siska, apa yang kamu lakukan, bagaimana kamu bisa memberiku barang semacam itu!” ucap Susanti dengan marah.

Siska tertegun dan heran :

“kenapa, kamu tidak memakainya? Tidak pakai itu kamu bisa hamil, apakah kalian berencana memiliki anak di usia muda?”

Susanti merasa sudah kelewat batas, menyugar rambutnya dan berkata:

“apa yang kamu pikirkan, kami tidak terjadi apa-apa.”

“aku tuh adiknya, bagaimana kami bisa melakukan hal seperti itu. Kamu sungguh keterlaluan, buat malu saja!

Siska mendengar itu tiba-tiba terdiam, berkata:

“jadi kalian tidak melakukan apa-apa tadi malam? Susanti, kamu membuat aku dan Sasha kecewa, dan telah menyia-nyaikan sekotak kondom.”

“pria begitu baik kamu tidak mau, apa yang kamu pikirkan lagi, jangan-jangan kamu masih memikirkan Lucas.”

Dengan emosi Susanti berkata:

“buat kesal saja!”

Selesai berbicara, dia menutup telepon dan langsung menyimpan barangnya.

Lalu merias wajah di depan cermin berkali-kali

“begini tidak jelek kan, akankah dia menyukainya.....”

Sampai setangah jam susanti bercermin untuk merapikan dirinya, baru ada keberanian untuk keluar.

Novel Terkait

Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu