Unplanned Marriage - Bab 382 Dia belajar kedokteran

Ketika hari sudah sore, Fernand mengadakan acara konferensi pers, menjernihkan masalah pesta di salah satu bar, dan malamnya dia di tahan oleh Michael dalam kamar, kemanapun tidak boleh pergi.

Dua hari yang penuh gejolak telah berlalu, di pihak Fernand akhirnya menjadi tenang, mumpung Michael lagi sibuk di luar, dia mengendarai mobil pergi ke rumah keluarga Tsi.

Namun kali ini keluarga Tsi tidak membiarkan dia masuk ke dalam, hanya mengutus orang untuk memberitahu satu hal, Lavenia sudah pergi ke luar negeri untuk sekolah, jika memang dia punya niat maka tunggu Lavenia sampai dewasa, jika tidak ada niat maka anggap saja hubungan dia dan Lavenia telah berakhir.

Perhatian Veronica terhadap gosip ini masih belum sepenuhnya terlepas, dan masih merasa lelah beberapa hari ini. Setelah Fernand sudah lebih tenang baru dia kembali lagi, boleh dengan identitas Cornelius namun sejak kini jangan bertemu dengan Lavenia lagi.

Agak lama Fernand berdiri di luar pagar besi, dengan sepasang mata jernih yang penuh dengan ketidakpahaman.

Sebenarnya seberapa besar lukanya, hingga Lavenia membuat keputusan untuk sekolah di luar negeri.

Mendadak dari belakang terdengar suara batuk kecil, Wenny membuka pintu pagar dan keluar, saat melihat Wenny Fernand menjadi canggung, dengan suara rendah berkata:”Maaf, aku ... ...”

“Lavenia juga bukan karena masalah ini pergi ke Inggris.” kata Wenny menatap Fernand, lanjutnya, ”Sebenarnya dari awal papa sudah mendesaknya untuk sekolah lagi, dia tidak mau pergi karena kamu. Namun kamu jangan merasa bersalah, dia belajar kedokteran.”

Mendengar kata kedokteran, membuat Fernand tersenyum pahit.

“Masalah hari itu, Lavenia ingin aku menjelaskan padamu.” tambah Wenny lagi.

Wenny dengan sederhana menjelaskan masalah malam itu, “Lavenia ingin sekali kamu bisa sembuh, dengan begitu bisa baik-baik bersamamu. Dan dia mengabaikan itu adalah bagian dari kepribadian dan membuatnya terluka. Tapi Kak Cornelius ……”

Mendengar nama Cornelius, membuat Fernand sedikit ragu, agak lama baru mendehem kecil, tidak tahu apa yang sedang dipikirkan olehnya.

“Kak Cornelius, masalah kamu ini juga cuma sementara.” Senyum Wenny, “Namun ini juga pilihanmu sendiri, kami tidak bisa memaksamu. Lavenia bilang, dia tahu kamu tidak begitu menyukainya, dan dulu kamu terpaksa untuk bersamanya, saat itu dia merasa sangat bersalah, pas sekarang orang yang dia suka tidak menginginkannya lagi, dia juga tidak akan mengganggumu lagi. Dan ini adil untukmu.”

“Tidak.” tukas Fernand tiba-tiba.

Wenny melongo, “Apa yang tidak.”

“Aku bilang ... ...tidak terpaksa.”

Fernand sangat jelas, dia sendiri bukannya tidak ada perasaan pribadi terhadap Lavenia, jika tidak ada maka masalah yang terjadi antara mereka berdua menjadi sebuah intimidasi .

Asal tahu saja mereka pernah baring di ranjang bersama, berdua saling bergelut beberapa jam, ini mana mungkin disebut memaksa.

Sama-sama mau dan suka, dan selama dalam proses menjalin hubungan, pelan-pelan dia sudah yakin untuk memutuskan agar bersama Lavenia.

Meskipun usianya masih muda, namun sifatnya masih cocok untuk dijadikan istri.

Apalagi dia adalah satu-satunya gadis dengan kepribadian yang disukai olehnya.

Hanya saja Fernand tidak menduga, hanya karena ingin membantu dia untuk sembuh, tapi dia malah mencampakkan Lavenia.

Wenny mendengar penjelasan Fernand, lalu tersenyum, “Jika kamu ada perasaan terhadapnya, maka tunggu dia dua tahun lagi, ini juga harus melihat ketulusan kamu, benar tidak?”

Sepeninggal Fernand, Wenny melakukan panggilan interlokal untuk Lavenia, dan menanyakan apakah dia betah di sana.

Lavenia mengatakan masih oke, Renaldi mengenalkan dia beberapa senior, sekarang lagi sengit-sengitnya les bahasa inggris, lalu akan mulai untuk ikut tes masuk.

Dari suaranya terdengar suasana hati Lavenia sudah baikan, meskipun jauh di negeri orang, tidak bisa menerima sindiran dari dalam negeri, membuat kehidupannya segera membaik.

Biarpun begitu, Wenny masih perlu mengatakan beberapa hal, setidaknya dia harus punya harapan tinggi untuk kehidupannya sekarang, “Lavenia, hari ini Kak Cornelius datang.”

“Hah.” Lavenia terdiam, namun dia cepat bereaksi kembali, “Kakak Bai .... ...apakah dia di sana ada masalah?”

“Tentu saja, sekarang reputasinya tidak sebaik dulu, dengar-dengar juga kehilangan beberapa kontrak iklan.” Wenny juga merasa Fernand sangat kasihan, jika saja kepribadian malamnya tidak membuat keributan, maka dia tidak akan seperti ini.

Tentu saja, sifat orang yang di malam itu sebenarnya juga dia, hanya saja untuk menghindari dunia maka terbentuk karakter kasar lainnya, namun itu sedikit sewenang-wenang, Wenny tersadar kembali dan lanjut bicara dengan Lavenia:”Dia hari ini baru sempat untuk datang, dia bilang padaku akan menunggumu dua tahun.”

Lavenia tanpa daya menghela napas, “Dua tahun. Apa yang akan terjadi.”

“Dua tahun lagi kan sudah waktunya memasuki usia untuk menikah, dasar gadis bodoh.” Wenny tertawa kecil, “Aku lihat Kakak Bai kamu ini seorang yang pegang janji, dia sendiri yang bilang akan menikahimu, pasti akan dia lakukan, kepribadian yang itu tidak akan membuat kesalahan lagi, dia minta kamu tenang saja.”

Lavenia menggigit bibir, dengan erat memegang ponselnya, dan bilang ke kakaknya, agar menyampaikan kepada Fernand, jika benar-benar tulus menyukainya, maka tunggu saja dia. Jika tidak, maka sekarang adalah waktu yang tepat untuk berpisah.

Lavenia masih tidak ingin memakai tanggung jawab ini untuk mengikat Fernand.

Apalagi waktu dua tahun ini, siapa yang tahu apakah akan muncul orang lain dan membuat dunia ini berubah.

Dia tidak punya percaya diri bisa mempertahankan pria seperti itu.

Setelah meyampaikan masalah ini, Wenny menemani mamanya di rumah selama dua hari hingga semangatnya kembali baru meninggalkan rumah dan kembali ke Dennis.

Beberapa hari ini dia dan Dennis termasuk tenang, ada kalanya harus bersyukur mereka bukan orang yang terkenal di khalayak umum, jika tidak akan seperti Fernand, mungkin saja dia dan Dennis dari awal sudah tamat.

Karena masalah Lavenia, dia sudah beberapa hari tidak pulang ke rumah Dennis, untuk itu dia mengendarai Audi merahnya untuk menjemput Dennis pulang kerja.

Bilangnya pulang kerja, tapi faktanya juga tidak termasuk pulang kerja.

Hari ini Dennis pergi melakukan profesinya sebagai pakar feng shui, memakai jas tiongkok yang tersimpan lama, tangannya membawa sebuah kompas yang katanya mempunyai sejarah ratusan tahun, pergi ke rumah seorang kaya raya untuk melihat feng shui.

Wenny mengikuti arah jalan yang di kasih tahu oleh Christian dan menyusuri jalan bukit, berhenti di depan sebuah vila. Dia melihat sekeliling dari dalam mobil, pemandangannya benar menyenangkan, terutama vilanya, hampir sama dengan rumah Marco rumah keluarga Tsi.

Kelihatan sekali sangat mahal dan elite.

Harus lapor dulu baru bisa memasuki daerah vila ini, untuk itu Wenny tidak masuk, dia membuka pintu mobil dan memutar beberapa kali, lalu menemukan sebuah pohon dari kejauhan.

Pas lagi musim panas menjelang gugur, pohon dengan daun lebat berwarna merah, pemandangan yang indah membuat dia mengeluarkan ponsel dan mengambil beberapa foto, sembari kirim ke Dennis, “Paman kecil, coba tebak aku lagi di mana.”

Dennis sementara tidak peduli padanya, mungkin dia lagi sibuk sekarang.

Wenny putar badan dan kembali ke mobil, dalam hati pikir jika nanti tidak sibuk, akan bersama Dennis untuk menikmati dedaunan pohon tersebut, dia menoleh dan melihat seberkas sinar, dia ragu dan mengernyitkan dahinya, namun dilihat lagi sudah tidak ada, dan berpikir itu hanya perasaannya saja.

Setelah kembali ke mobil, agak lama kemudian dia menerima balasan dari Dennis : segera.

Wenny tersenyum, lalu dengan riang mengangkat ponsel dan melihat foto di dalamnya, dia banyak curi mengambil foto Dennis, ada yang selagi kerja, ada yang cuma bayangan yang berdiri di jendela, tentu saja juga foto punggung yang lagi mandi.

Bentuk badan Dennis benar-benar sangat bagus.

Kebiasaan hidup yang baik selama ini, membuat dia kelihatan baru berumur tiga puluhan, tidak meninggalkan sedikitpun jejak usia di wajahnya, dan matanya yang membuat orang terpesona.

Tapi justru di ponsel tidak ada foto berduaan dengan Dennis, lalu dia membuka-buka foto di media sosialnya dan menemukan fotonya sewaktu kecil yang di gendong oleh Dennis.

Wenny mengaduh pelan, merasa sangat malu, pas Dennis lagi menuju ke mobil, melihat Wenny yang entah sibuk apa lagi melihat ponsel sambil tersenyum sendiri.

Dengan pelan dia mengetuk jendela mobil.

Wenny seketika mengembangkan senyum yang sangat manja, membuka pintu lalu menghamburkan diri dan melingkarkan tangannya ke leher Dennis, “ Paman kecil... ...”

Dennis dengan spontan meletakkan tangannya ke pinggang Wenny, melihat dia seperti seekor kucing yang rebah di dadanya, membuatnya tidak bisa menahan senyum, “Kamu hari ini mengapa bisa ada waktu untuk menjemputku.”

“Sudah beberapa hari tidak ketemu, kamu tidak kangen denganku.” kata Wenny dengan bibir cemberut, lalu baru tertawa terkekeh setelah mendapat tebusan satu kecupan, “Untungnya masalah Lavenia sudah diselesaikan, setelah menemani mama beberapa hari aku baru keluar. Aku juga tidak tega membuat paman kecilku berpuasa agak lama.”

“Omong kosong.” tukas Dennis mencubit hidungnya.

“Aku masih punya rencana untuk punya bayi!” gerutu Wenny, sambil duduk di samping jok sopir, agar Dennis duduk di depan bagian setir, lalu menunjuk pohon yang di depan, “Paman kecil, aku ingin pergi melihat daun pohon itu!!

“Baik. Duduk yang tenang. Jalan bukit agak sedikit curam.” kata Dennis lembut.

Suasana hatinya hari ini lagi baik, setelah melihat feng shui mendapatkan satu amplop tebal, cukup dipakai untuk keperluan jajan Wenny satu tahun ini. Kini uangnya sendiri juga dia tidak ingin urus sendiri, semua diserahkan pada Wenny.

Sebenarnya dia juga tahu Wenny tidak seperti Lavenia, ada kalanya Wenny tidak punya kesadaran, uang yang ada di tangannya dalam beberapa hari akan dibelanjakan, untungnya dia pandai mendapatkan uang.

Namun sejak terjadi masalah Hanny, Wenny sudah lebih mending, tidak hanya hemat akan uang sendiri, juga sudah mulai memikirkan pengeluaran keperluan rumah tangga, sudah cocok berperan sebagai istri berbudi dan ibu yang pengasih.

Wenny asyik dengan ponselnya sambil melihat foto lama, dan terkikik sendiri dari tadi.

Dennis yang mengendarai mobil dengan penasaran bertanya, “Apa yang kamu lihat.”

Wenny menunjukkan foto mereka berdua ke depan Dennis, “Paman kecil, kamu lihat kamu benar seorang pedofil.”

Wajahnya berubah begitu melihat foto tersebut.

Wenny mengaduh pelan ketika mobil menikung, tubuhnya terjerembap ke dada Dennis, ketika sadar dari kagetnya ternyata mobil sudah berhenti di depan pohon tersebut.

Novel Terkait

Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu