Unplanned Marriage - Bab 383 Sangat menyesal

Dennis membantunya melepaskan sabuk pengaman, lalu melonggarkan tempat duduknya agar cukup tempat untuk duduk berdua, baru menarik Wenny duduk di atas pangkuannya, dan memukul keras pantatnya, “Lihat kamu masih berani ngomong macam-macam!!!”

“Aduh, sakit.” Wenny meringis, “Aku kan cuma bercanda denganmu?”

Dennis tidak berhenti, memukul beberapa kali lagi pantatnya.

Wenny awalnya merasa sakit, namun tepukannya lama-lama menjadi lebih pelan, dan tiba-tiba entah mengapa timbul niat genitnya untuk membuat permainan.

Dia menggoyangkan pantatnya, dengan manja berkata:”Paman kecil, coba kamu pukul lagi.”

“Bilang aku pedofil, apa kamu seorang masokis?” ucap Dennis sambil memukul pantatnya lagi, hingga membuat tubuh bagian atas Wendy ikut bergetar, meringis kesakitan lalu menggosok-gosok pantatnya sendiri, lalu menatap Dennis dengan tatapan matanya yang bening.

Biasanya Wendy tidak akan menatap Dennis seperti itu.

Mengapa ketika melihat Dennis perasaannya segera muncul.

Ternyata benar, Wenny dengan malu-malu bergumam, “Kalau benar, iyakan saja. Lihat saja siapa yang kejam, aiya paman kecil bagaimana ini, setelah beberapa hari berpisah ternyata aku yang tidak sanggup menahannya lebih lama.”

Dennis benar-benar di buat ketawa oleh gumaman Wenny, dia baru ingin menjawab, Wenny menundukkan kepalanya, suara juga berubah manja, “Paman kecil, aku belum pernah mencobanya di dalam mobil. Bukankah ada sebaris puisi yang mengatakan menghentikan mobil untuk menikmati pemandangan?”

“Itu hanya karangan kamu saja.” Melihat hidung mancung dan bibir kecil Wendy sangat menggoda perasaan Dennis.

Dia masih ingin menahan.

Melakukannya di atas bukit dia merasa , benar-benar... ... aneh.

Dia sudah berumur, sungguh tidak bisa berbuat gila lagi.

Namun Wenny tidak peduli, sepertinya ingin menarik Dennis untuk ribut, dia masih muda dengan semangat berkobar-kobar, dengan tindakan anak muda yang membabi buta.

Wenny sudah menggulung roknya hingga keatas, bagian bawah sudah tidak tertutup lagi, dengan keadaan seperti itu dia merangkul kepala Dennis, dan membenamkan jari-jarinya ke rambut Dennis.

Sebuah ciuman mendarat di atas bibir merah Wenny, dia menarik napas dan merasa nyaman hingga menggigit bibirnya, di halangi oleh kaca jendela, pas cahaya matahari jatuh menerpa ke tubuh putihnya, begitu anggun, terlihat sangat seksi.

Wenny sendiri mencari kesenangannya, dengan terengah-engah menahan desahannya, namun kadang terdengar juga, yang membuat jantung orang berdetak cepat.

Setelah dia beraksi sebentar lalu dia membawa tangan Dennis ke pinggangnya, dengan suara lembut, “Paman kecil... ...”

Dennis memejamkan mata untuk menikmatinya, suara sahutan saat ini juga terdengar bergetar.

Wenny memegang wajahnya, menurunkan pinggangnya dan mulai mencium bibirnya, dalam hati berkata berikan aku satu anak, aku ingin seorang anak.

Pemandangan dalam mobil sangat bagus, pemandangan luar mobil juga menyenangkan.

Akhirnya mereka berdua selesai dalam waktu hampir sejam, Wenny menurunkan gulungan roknya, lalu mengambil tisu agar Dennis bantu untuk membersihkan.

Ketika Dennis bantu membasuhnya, dia dengan malu merapatkan pahanya, akhirnya Dennis juga tidak minta dia bergerak, dengan suara yang lembut berkata :”Tidak apa-apa, sudah selesai melakukan baru merasa malu.”

“Pintunya terbuka tentu saja malu! Angin berhembus masuk!”

Dennis berdiri di bagian pintu, kedua kaki Wenny terjulur sampai ke luar pintu, terasa dingin karena hembusan angin dan wajahnya memerah malu.

Perasaannya beda antara dalam mobil tertutup dan terbuka, kalau dengan pintu mobil terbuka rasanya sangat aneh.

“Bukit ini biasanya tidak akan ada yang datang.” ucap Dennis sambil menunjuk sekelilingnya, “Jangan kha... ...”

Baru saja ingin mengatakan jangan khawatir, matanya melihat ke kaca belakang, tiba-tiba matanya menyipit, lalu langsung mengejar ke arah belakang.

Wenny terkejut, langsung merapatkan dan memasukkan kaki ke dalam mobil, di telinganya tertangkap suara Dennis berkata “jangan lari”, dia mengernyitkan dahinya, segera menurunkan roknya dan lompat keluar.

Di jalan bukit terlihat bayangan hitam seorang pria berlari sambil membawa kamera, kecepatan lari Dennis tidak lambat, hanya saja orang itu larinya lebih cepat.

Apakah itu sinar yang tadi dia lihat?

Wenny dengan segera reaksi kembali, dengan pelan dia menampar wajahnya sendiri, sangat menyesal, tidak seharusnya dia begitu teledor! Harusnya saat itu dia lebih waspada.

Ternyata setelah beberapa hari menganggur di rumah, membuatnya melepaskan sikap waspada.

Wenny tahu sekarang tidak ada gunanya dia ikut mengejar, dia kembali ke mobil dan merapikan bajunya, tunggu hingga Dennis kembali dengan panik dia bertanya: “Bagaimana, apa tertangkap?”

“Tidak.” Dennis mengerutkan alisnya, “Sangat jelas sudah terbiasa dengan bidang ini dan sangat berpengalaman.”

Apalagi ketika Dennis sadar, orang tersebut sudah bereaksi duluan, langsung memutar dan berlari, memang ada jarak di antara mereka berdua, lalu orang tersebut lari dengan meluncur cepat ke bawah bukit hingga sangat sulit untuk di kejar.

Awalnya datang dengan hati gembira, ketika pulang hati Wenny merasa bimbang.

Dan sangat jelas orang tersebut ada persiapan untuk membuntutinya.

Mungkin juga sudah mengikuti sejak lama, jika tidak tidak mungkin kebetulan hari ini bisa mendapatkan fotonya.

Apa orang tersebut khusus untuk memotret dia dan Dennis?

Malamnya setelah mandi dan naik ke ranjang, Wenny tidak semangat seperti biasanya, merebahkan badannya di samping Dennis, sesekali jarinya mengetuk ringan dada Dennis, pandangan mata melihat ke arah lampu atas ranjang.

“Apa yang kamu pikirkan?” Sejak kembali hingga sekarang, Wenny tidak bersuara, Dennis tahu apa yang dia khawatirkan, namun dia ingin membuatnya bicara.

Wenny menatapnya, lalu dengan terbata-bata berkata, “Aku sedang berpikir, siapa yang telah mendapatkan foto itu, apa yang akan mereka inginkan dari kita? Atau mereka akan langsung menyebarkan foto tersebut untuk menghalangi kita agar tidak bersama.”

Wenny dengan keras mencubit kulit perutnya, dalam hati berpikir kenapa sampai sekarang belum ada reaksi apa-apa!

Jika benar muncul masalah, dia masih ada satu alasan pelindung.

Wenny merangkul leher Dennis, dengan suara sedikit terisak, “Paman kecil, aku tidak mau berpisah denganmu.”

“Tidak akan.” Dengan lirih Dennis berkata : “Jangan takut. Ada masalah kita hadapi dan selesaikan bersama.”

“Tapi... ...tapi foto atau video itu tersebar keluar... ...” Wenny tidak berani membayangkan.

Melakukan hal yang memalukan dengan pria sendiri tidak masalah kalau dalam keadaan tertutup, namun andaikan tersebar luas di khalayak umum, andaikan itu legal pun dan untuk umum Wenny tetap tidak bisa menghadapinya.

Dennis melihat raut wajahnya yang bimbang, lalu memperingatkan dia, “Kamu sudah lupa dengan masalah Lavenia?”

Satu pertanyaan ini mengingatkannya.

Jika benar mereka berani sebar ke internet, ada Bibi Yulie yang bisa membantunya, dan bagaimanapun tidak akan tersebar, ini adalah satu taruhannya sekarang.

Wenny baru mulai merasa agak tenang, dia merasa Dennis tidak begitu panik, dan tenang, sambil mengernyitkan alisnya kembali merebahkan diri di pelukan Dennis, dengan lembut bertanya : “Paman kecil, apa kamu menyesal melakukannya bersama aku?”

“Mengapa harus menyesal.” jawab Dennis dengan jelas dan tenang.

“Karena aku, kamu mungkin akan kehilangan reputasi baikmu.”

Reputasi yang disebut Wenny, bukan omong kosong, foto yang ada di tangan orang tersebut, jika terhadap wanita biasa atau Hanny itu bukan masalah, tapi ini adalah Dennis dan dirinya, dengan keponakannya, biarpun tidak sedarah, tapi hubungan ini tetap akan membuat gempar orang.

Dennis menunduk dan melihat wajah Wenny, dia sangat cantik, cantik bagaikan mawar yang sedang mekar, sangat memikat, semakin lama berhubungan dengannya, semakin memahaminya, jika bilang menyesal, dulu pernah ada tapi kini tentu saja tidak.

Meskipun kadang dia kejam di depan orang lain, tapi tidak pada Wenny.

Dennis menyisir rambut panjang dan lembut tersebut, menjawab:”Dennis punya reputasi apa yang bisa hilang, Wenny, kamu tidak perlu khawatir kemantapan hati paman kecilmu.”

“Aku tidak khawatir.” Lalu Wenny tersenyum sambil memeluk lehernya, “Aku hanya bilang andaikan saja, jika kamu tidak punya uang untuk menghidupi aku bagaimana. Tidak ada yang mengundang kamu untuk melihat feng shui maka tidak akan mendapatkan uang, kamu lihat saja hari ini uangnya bisa untuk biaya makan setahun.”

Dennis tertawa, tidak menyahut kata-kata Wenny.

Karena dia tahu, Wenny ingin membuat dia gembira, bukan benar-benar khawatir tidak bisa menghidupinya.

Hanya saja di bawah tatapan Dennis tersimpan pertanyaan, masalah ada yang membuntuti, sudahlah kalau Wenny tidak merasakan, tapi dia juga lalai, hanya saja apa tujuan dari semua ini?

Sekarang hanya bisa menunggu siasat mereka.

Wenny malah bermimpi buruk, dalam mimpi tersebut videonya dengan Dennis tersebar di internet, dengan frekuensi persentase meningkat tinggi, dengan topik berita semua mengenai dia dan Dennis, teman di sekelilingnya juga merasa dia sangat memalukan hingga satu per satu tidak menyukainya.

Hingga Charles dan Veronica, sangat marah hingga papanya masuk ke rumah sakit, Lavenia pulang dari luar negeri dan satu-satunya orang yang memihak dia.

Bahkan untuk beberapa waktu Dennis di kurung oleh keluarga Zhou, agar mereka tidak bertemu dan berhubungan.

Hina, malu, sedih, takut rasa yang bercampur aduk dalam hati Wenny, bahkan dia tidak berani membuka matanya walaupun ini hanya mimpi.

Dia takut ketika membuka mata, semua masalah ini akan menjadi kenyataan.

Karena untuk menyebarkan video ataupun foto ke internet, hanya perlu hitungan detik untuk menggerakkan jari ini, biarpun bisa mencari Bibi Yulie untuk bantu menghapus, tapi yang pasti harus ada yang mengunggah dulu.

Jika sudah tersebar berarti ada yang sudah melihatnya.

Walaupun internet lenyap, tapi pasti ada yang menyimpannya.

Sampai saat itu rencana punya anak tidak akan pernah terjadi, berpikir sampai di sini, Wenny benar-benar sangat bimbang, lalu membalikkan badannya dan menarik napas panjang.

Karena Wenny bergerak terus, Dennis yang di samping juga tidak bisa tidur nyenyak, lalu melihat Wenny yang bolak-balik terus, dengan pelan meraba keningnya, tidak panas.

Barusan tangannya lepas dari kening Wenny, tiba-tiba Wenny membuka matanya, dengan cepat dia menangkap telapak tangan Dennis.

“Wenny?”

Wenny terengah-engah, bangkit untuk duduk dan memutar kepalanya melihat Dennis, langsung menyambar ponselnya untuk membuka internet.

Saat ini jam tujuh pagi.

Novel Terkait

Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu