Unplanned Marriage - Bab 256 Kali Ini, Aku Tak Lagi Berhutang Padamu

Sebelumnya di lift, ia hampir saja dilecehkan oleh Elvian, kalau bukan karena dibantu oleh Eliana, ia hampir saja tidak bisa keluar, tak peduli apapun alasan Elvian, kejadian di lift itu masih membawa ketakutan di hatinya, ia benar-benar tak ingin berbicara pada Elvian.

Tetapi pergelangan tangannya malah dicengkeram oleh Elvian, suara Elvian terdengar samar bagaikan tidak nyata. "Veronica, aku tiba-tiba ingin bertemu denganmu. Lalu minta maaf padamu."

Veronica tercengang, beberapa saat kemudian baru ia menoleh, ia menunjuk Elena yang bercakap-cakap dengan gembira bersama 何敏 dan para gadis lainnya di balik kaca jendela, kemudian bertanya, "Apakah ada gunanya minta maaf sekarang? Apakah suatu kesalahan bisa ditebus hanya dengan satu permintaan maaf? Lihatlah wajah adikmu itu, haus akan ketenaran, suka mempertahankan keangkuhannya, sisi mana dari dirinya yang masih seperti dulu? Kalau keadaan seperti sekarang ini adalah kehidupan yang kau damba-dambakan, selamat, kamu berhasil."

Elvian menatap wajah adiknya, berbagai kejadian di masa lalu berputar di dalam kepalanya.

Apakah keadaan saat ini adalah kehidupan yang ia inginkan?

Ia pernah menjalankan balas dendam sebagai tujuan akhirnya, setiap ia menyelesaikan satu hal, sebaliknya ia malah menghancurkan kepercayaan orang yang paling ia cintai itu.

Veronica yang dahulu pernah memanggilnya "Kakak Lu" setiap hari itu, sekarang sudah jijik melihatnya.

Cengkraman Elvian mengeras, dengan suara sedikit serak ia berkata, "Group Gu, kenapa setiap hari Charles masih santai-santai begitu? Apakah ada artinya? Veronica, aku datang, adalah untuk berunding denganmu."

"Apakah masih perlu membicarakannya?" Ucap Veronica sambil tertawa dingin, "Yang seharusnya kau dapatkan semua sudah kau peroleh tanpa kurang sedikitpun, apa kau kira negosiasi bisa menyelesaikan masalah?"

Tersirat kebencian di mata Elvian. "Kau kira aku sudah tidak punya kartu as?"

Sorot mata Veronica tetap dingin, sama dinginnya dengan es. "Kalau begitu keluarkan saja kartu asmu, aku tidak takut. Karena aku sudah tidak menakutkan apapun."

——————————

Meskipun Febi disokong oleh Elvian dan beberapa hari ini dan tidak ingin keluar rumah, namun ia selalu merasa sedikit tidak tenang, ia tak bisa mengungkapkan apa yang ia resahkan, hanya saja hatinya tidak tenang, kelopak matanya terus bergetar.

Karena alasan itu, hari ini Febi tiba-tiba keluar rumah tanpa direncanakan, ia menelepon asisten di perusahaan dan menanyakan di mana Elvian berada.

Kemudian ia juga menelepon Elena, menanyakan ke mana perginya kakaknya.

Elena benar-benar tidak tahu, karena Elvian ingin kemari mencari Veronica, walaupun Elena merasa kakaknya kekanak-kanakan, tetapi ia tetap memberitahukan alamat pada kakaknya.

Sekarang ini Elena dan Elvian tak begitu sering berbicara, Elena merasa topik yang bisa ia bahas dengan kakaknya semakin berkurang.

Tapi tak masalah, ia sangat menyukai kehidupannya sekarang ini.

Febi segera menuju ke kafe dengan buru-buru, sebenarnya ia juga ingin melihat nona bernama Veronica Gu itu, meskipun sudah selama ini, Elvian hanya pernah menunjukkan beberapa foto Veronica padanya.

Gadis seperti apa yang terus melekat di pikiran Elvian?

Pemikiran itu membuat Febi yang tidak pernah begini sebelumnya, merasa harus bertemu dengan Veronica.

Hanya saja saat ia naik mobil menuju kafe itu, dari kejauham ia melihat Veronica yang berdiri bersama Elvian, gadis cantik yang mengenakan gaun berwarna coklat dan terlihat bergaya tradisional itu, adalah gadis yang terus diingat oleh Elvian dalam hatinya.

Saat itu, Febi tidak tahu bagaimana ia harus mengungkapkan perasaan dalam hatinya.

Ternyata begitulah rupanya.

Sedih, tenang, sayang, kagum, berbagai perasaan terlintas dalam hatinya, ia berpikir, mungkin ia memang sangat mencintai Elvian, bahkan pernah ia berpikir, kalau Veronica suatu hari nanti bisa melihat Elvian, Febi akan merasa utuh, karena ia tak ingin Elvian sedih.

Sekarang Elvian yang berada di hadapan Veronica, menampakkan ekspresi yang tak pernah ia jumpai, lembut namun terlihat rumit, betapa ia berharap ekspresi itu ditujukan pada dirinya...

Tiba-tiba, Febi melihat sebuah mobil melintas di sampingnya, ia terkejut, itu Eliana! Orang yang menyetir mobil itu adalah Eliana!

Dengan dipisahkan oleh kaca jendela mobil, Eliana menatap erat-erat Veronica yang sedang bersama dengan Elvian.

Kemudian pandangannya berpindah pada Elvian.

Awalnya ia ingin menabrak Elvian hingga mati, namun saat melihat Veronica, ia pun berubah pikiran.

Sejak kecil hingga sekarang, Veronica selalu menjadi mimpi buruk baginya, Veronica pernah berkata padanya, kalau Elvian kehilangan segalanya, mungkinkah baru akan ada ia dan anaknya di matanya, sekarang Eliana tahu itu salah, semua itu salah!!! Di mata Elvian tak akan ada dirinya selamanya, karena di mata Elvian hanya ada Veronica!!

Jadi, asalkan ia mati... Asalkan ia mati...!

Dunia ini baru bisa berubah sesuai yang ia inginkan, benar bukan?

Eliana menyetir dengan menggila ke arah Veronica.

Melihat itu, Febi dengan panik berteriak keras pada mereka berdua, "Elvian!! Hati-hati!"

Mendengar suara Febi, Elvian segera menoleh, ia pun melihat sebuah mobil sedang melaju cepat ke arah Veronica.

Tanpa berpikir, Elvian segera berlari ke sisi Veronica, kemudian menjulurkan tangan dan mendorongnya kuat-kuat.

Sebelum Veronica sempat mengerti keadaannya, ia hanya merasakan sakit di pinggangnya, terdengar suara rem yang melengking di telinganya, dan terdengar suara jeritan dua orang gadis.

Febi tertegun melihat pemandangan di depan matanya, Eliana menyetir mobilnya bagaikan orang gila untuk menabrak Veronica, Elvian sama sekali tidak menunggu, ia langsung mendorong Veronica.

Mobil Eliana menabrak Elvian keras-keras.

Kemudian, orang... Orang yang paling ia cintai itu, bagaikan layangan yang terputus dari benangnya, dengan semburan darah hingga ia jatuh kembali ke tanah.

Febi menjerit kaget, berlari bagaikan orang gila ke arah Elvian.

Eliana yang duduk di dalam mobil tersentak, butiran air matanya sudah merabunkan kedua matanya, ia mendengar suara Febi yang tak henti-hentinya berteriak di luar. "Tuan, tuan sadarlah! Tuan sadarlah!"

Eliana tergesa-gesa membuka pintu dan turun, melihat Elvian yang terbaring di tengah kubangan darah, kedua kakinya lemas, ia pun terjatuh, air matanya mengalir deras dengan tidak karuan, ia sudah menangis hingga penampilannya acak-acakan. "Elvian, Elvian! Kenapa sampai saat ini pun, kamu masih demi dia... Demi dia..."

Veronica memegangi punggung tangannya yang kesakitan, ketika ia menoleh dan melihat pemandangan itu, dengan wajah pucat ia bangkit dengan terhuyung-huyung, dan berjalan ke sisi Elvian dan Febi.

"El..." Belum selesai berkata, air mata Veronica sudah jatuh, kenapa ia harus begitu, ia tidak perlu seperti itu.

Mereka dari dulu sudah menjadi musuh, dan ia sudah membuat orangtuanya pergi, kakaknya pergi, sekarang saat ia akan merebut semuanya kembali, ia malah mengakhiri semua itu dengan cara seperti ini?

"Masih tidak cepat panggil ambulans?" Seru Veronica pada Febi, baru Febi kembali sadar, segera ia membuka tas dan menelepon.

Setelah telepon tersambung, ia melaporkan alamat, kedua tangannya gemetaran, ia takut dirinya kelewatan atau salah bicara.

Karena tangannya tiba-tiba digenggam, Elvian pun membuka matanya sedikit, ia melihat Veronica, Febi, dan Eliana semua berada di sisinya, sesaat ia tersenyum pahit.

Semua gadis yang pernah terlibat dengannya selama ini, hampir semuanya muncul.

"Tuan, Anda sudah sadar?" Tanya Febi sambil menggenggam tangannya, sebelah tangannya menutup luka menganga di pinggang Elvian untuk menghentikan pendarahannya, ia sedikit merasa pusing, ia merasa Elvian akan meninggalkannya.

Tidak heran seharian ini ia merasa gusar, ternyata memang benar terjadi sesuatu!

Veronica juga sedang menangis, tetapi ia tidak tahu harus mengatakan apa pada Elvian, akhirnya ia hanya mengatakan dua kata, "Kakak Lu..."

Entah seberapa banyak kesalahan yang ia lakukan, pada akhirnya saat ini Elvian memilih untuk menyelamatkannya, dalam hatinya sudah tidak ada lagi kebencian, hanya ada kesedihan, sedih karena orang yang dulunya begitu baik, ternyata berubah menjadi orang yang tak ia kenal.

Mendengar dua kata itu, Elvian tersenyum tipis dan berkata, "Kau memaafkanku."

Veronica menggeleng, tetapi kemudian ia mengangguk. "Kenapa... Kenapa harus melakukan ini..."

"Kau masih tidak mengerti?" Ujar Elvian dengan lemah, "Veronica, gantikan aku merawat Elena, oke?"

Veronica tertegun.

"Dulu aku berhutang banyak padamu, tetapi sekarang, sepertinya aku sudah tidak berhutang lagi."

Kemudian ia memandang Febi dan berkata, "Febi, lupakanlah aku, carilah pria baik. Kau pantas mendapatkan yang lebih baik."

Kafe itu pun menjadi ramai, ambulans datang secara tiba-tiba, orang-orang perlahan berkumpul, akhirnya seseorang berteriak, "Eh, bukankah orang itu Veronica Gu?"

Elena berlari ke jendela dengan penasaran, mendengar perkataan orang-orang, ia mengetahui bahwa pria itu menggantikan Veronica tertabrak oleh mobil, kalau tidak begitu, mungkin sekarang yang terbaring di tanah adalah Veronica.

Seketika jantung Elena berdegup kencang, ia tahu kakaknya datang ke kafe, karena ia memberikan alamat padanya, sekarang ini, siapa lagi pria itu kalau bukan kakaknya?

Elena langsung berlari keluar, ia mendesak kerumunan orang kemudian ia ternganga. Yang terbaring di sana, tidak lain dan tidak bukan adalah kakaknya.

Respon pertama yang Elena lakukan adalah menerjang ke arah Veronica, lalu mendorongnya keras-keras. "Kenapa kamu tidak mati? Kenapa bukan kamu saja yang mati!!!"

Keadaan pun semakin ramai, mendengar ada teman yang terlibat di kejadian di luar, orang-orang di dalam juga tidak duduk diam, semua keluar untuk membantu.

Pikiran Veronica kacau balau, Elena memukulnya pun ia tak merespon, ia tahu Elena sekarang pasti sangat amat sedih.

Mengenai Eliana, sepertinya lebih hancur darinya, ia tertegun di tempat, tidak menangis maupun tertawa, hingga polisi membawanya pergi, baru tangisannya meledak.

"Elvian... Kalau kamu mati aku juga tidak akan bisa hidup..."

Veronica memandang dengan diam, air matanya menetes tanpa henti, pikirannya pun melayang, kembali ke saat-saat yang amat lampau.

Saat itu usianya baru berapa tahun, bahkan ia hampir lupa.

Ayah menggandeng sepasang kakak beradik berjalan ke arahnya, saat itu anak laki-laki itu sangat malu-malu, tak berani menatapnya sedikitpun.

Ayahnya berkata, "Veronica pintar, nanti mereka akan menjadi saudaramu, oke?"

Veronica tidak mengerti. Jelas-jelas ia sudah mempunyai kakak laki-laki, kenapa masih harus ada orang lain lagi.

Tetapi melihat pandangan memohon pada mata anak laki-laki itu, Veronica pun tersenyum dan berkata, "Baiklah."

Novel Terkait

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
3 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu