Unplanned Marriage - Bab 251 Memberi Wenny Adik Laki-Laki

Tapi benar kata Charles, mereka bukan orang tua Cornelius, jadi tidak seharusnya mereka bertanggung jawab terhadap Cornelius.

Yang seharusnya bertanggung jawab adalah Nicholas.

Bagaimana Veronica bisa tega menyuruh Cornelius kembali ke kehidupan lamanya setelah melewati kehidupan selama sehari ini?

Wenny berbaring dalam pelukan Charles, bertanya padanya dengan suara pelan, "Ayah...Ibu baik sekali pada kakak itu."

Charles sedikit pusing, "Ya. Kamu tidak suka kalau ibu baik padanya?"

"Suka," Wenny tertawa, "Wenny juga suka kakak itu. Wenny suka mengajaknya bermain."

Semua jadi lebih menarik saat ia menganggap dirinya sebagai kakak.

Ia mengajarnya cara bermain, serta boleh memarahinya.

Kakak ini tak hanya tak akan marah, ia juga penurut. Apa pun dilakukan sesuai kata-katanya, bagus sekali.

Charles membelai kepala Wenny, "Wenny dan ibu sama-sama baik."

"Ayah juga baik!" Wenny menyerbu dalam pelukan Charles dan mengusapkan-usapkan wajahnya, " Apa kakak itu akan terus di rumah kita?"

"Tidak," jawab Charles langsung, "Dia punya rumah sendiri. Hari ini dia hanya bertamu."

"Oh..."

Sementara itu, setelah Veronica selesai berbicara dengan Cornelius dan menyuruhnya tidur, ia hendak beranjak, namun Cornelius menarik bajunya.

Veronica menoleh.

Cornelius berkata dengan suara kecil, "Ibuku...bernama Jovita Zhou. Aku merindukannya."

Veronica menampakkan ekspresi terkejut.

Veronica terkejut akan banyak hal.

Yang pertama, karena Cornelius berinisiatif berbicara padanya. Ini adalah sebuah peningkatan pesat bagi Cornelius; yang kedua adalah Jovita Zhou, ibu Cornelius. Kalau Veronica tidak salah ingat, ia sepertinya mengenalnya.

Jovita Zhou,Jovita Zhou...

Veronica menenangkan Cornelius sejenak. Setelah melihatnya tertidur, ia baru keluar mencari ponselnya untuk menelepon Eva.

Setelah lama sekali Eva baru mengangkat teleponnya. Suaranya sedikit serak karena tertidur, "Halo?"

"Eva, ini aku," Veronica berjalan menuju sisi jendela, "Aku ingin bertanya sesuatu padamu, apa Jovita Zhou adalah kakakmu?"

"Betul, Jovita Zhou kakakku," Eva bingung dengan pertanyaan itu, "Bukankah kau mengenalnya?"

"Benar..." Veronica mengenalnya saat kuliah, namun mereka bukan teman akrab.

Jadi saat melihat fotonya waktu itu Veronica tidak menyadari kalau itu adalah Jovita Zhou.

Hingga Cornelius berkata kalau ibunya bernama Jovita Zhou, ia baru teringat wanita yang mirip dengannya itu adalah kakak Eva.

"Lalu siapa nama suami kakakmu? Ke mana kakakmu pergi?" cecar Veronica.

Eva merasa pertanyaan Veronica aneh sekali, meski begitu ia tetap menjawabnya, "Kakak iparku bermarga Cheng, dia Direktur Golden International Entertainment. Kakakku...Kakakku telah hilang selama sekitar setahun. Kami tidak bisa menemukannya. Kasusnya sampai diurus kepolisian."

"Kakakmu sungguh menghilang ya..."

"Kenapa tiba-tiba kau bertanya tentang kakakku?" Eva buru-buru turun dari kasurnya dan berdiri di tepi jendela. Ia berpikir, kasus kakaknya tak punya hubungan dengan Veronica, jadi ia pun berkata, "Sebenarnya memang dikatakan menghilang, tapi kami semua tahu kalau kakakku lari dengan orang lain. Kakak iparku sangat gengsi, ia tak sudi mencarinya kembali. Selanjutnya ia bilang kalau ia memberi kebebasan ini pada kakakku, dan menganggapnya menghilang."

Veronica menghela napas, "Aku hanya tak bisa mengerti akan kenyataan bahwa seorang ibu tega menelantarkan anaknya."

Eva terhenyak, kali ini ia sedikit kaget, "Maksudmu Cornelius? Cornelius bukan anak kakakku. Dia dibawa oleh suami kakakku. Kak, bagaimana kau bisa tau begini banyak?"

Karena memperoleh informasi yang sangat banyak dalam waktu singkat, Veronica hanya bisa menjawab, "Karena Cornelius berada di rumahku sekarang."

"Apa?? Suami kakakku memberikannya padamu?" Eva mulai terlonjak, "Aku tahu dia pasti tak akan memperlakukannya dengan baik. Cornelius punya penyakit, cepat lambat ia pasti akan diberikan ke orang lain. Tunggu aku, aku ke sana."

"Tidak usah panik," seru Veronica menghentikan Eva, "Besok saja kita bicarakan lagi. Tidurlah dulu. Cornelius juga sudah tidur sekarang."

Eva pun menghembuskan napas lega.

Saat kembali ke ranjang, Marco sudah terbangun. Ia langsung memeluk Eva, "Ada apa? Apa yang dikatakan Veronica padamu?"

Eva menatap Marco, sorot matanya tegas, "Kalau, kalau aku ingin mengadopsi anak, apa kau setuju?" katanya sambil melepaskan diri dari pelukan Marco.

Marco terhenyak.

Tekanan dalam merawat Jayden saat ini tidaklah kecil. Keduanya sudah tidak sekaya dulu. Tapi, mendengar perkataan Eva, ia juga tahu kalau Eva bukan wanita yang ngawur, "Tidak apa-apa kalau kau mau. Kita masih sanggup menopang satu anak lagi."

Eva sedikit terharu. Ia hampir tak pernah tak puas semenjak menikah dengan Marco sampai sekarang. Ia memeluk leher Marco dengan lembut, "Terima kasih, suamiku."

"Terima kasih apa, apa yang patut diterima-kasihkan dengan suami sendiri," Marco memeluk Eva, keduanya berbaring. Marco mulai berkata tentang kehidupan selanjutnya, "Dulu, suamimu ini terkenal di kota Shanghai, mengendarai mobil sport, minum anggur terkenal... Sekarang aku berubah, demi kau seorang aku akan bekerja keras, mencari program yang bagus. Dengan begitu aku bisa memberimu barang-barang yang kau inginkan."

Eva menyentuh wajah Marco dengan ujung hidungnya. Ia tertawa cerah.

Tak lama kemudian, keduanya pun bergulung menjadi satu, selimut mereka terangkat tinggi-tinggi, lalu terdengar suara erangan samar-samar.

_______________

Sementara itu di bagian lain kota Shanghai, juga ada dua orang yang sedang bergulat bersama. Veronica tak henti memohon pada Charles, namun Charles tak henti membajak seperti tak kehabisan tenaga.

Kedua tangan Veronica menyangga di ranjang. Ia merasa tenaga yang berasal dari belakang yang keluar-masuk dengan kuat itu membuat sekujur tubuhnya gemetaran seperti tersengat aliran listrik.

Sudah setengah jam, Veronica sudah kelelahan, tapi Charles masih sangat berenergi.

"Kenapa kau hari ini?" Veronica tak bisa menahan lagi. Saat kakinya diangkat ke atas pundak Charles, ia akhirnya bertanya.

Dahi Veronica dipenuhi tetesan keringat, wajahnya memerah karena sudah melakukannya terlalu lama, pelupuk matanya basah, bibirnya yang merah sedikit terbuka, sementara tubuh putih kenyal di bawah leher angsanya itu, membuat orang semakin ingin memilikinya seluruhnya.

Charles membungkuk, mengecup-ngecup bibirnya. Ia berkata dengan serius, "Kita buatkan Wenny seorang adik laki-laki."

"Apa?" Begitu Veronica terkejut, tubuhnya mengencang. Tenaga yang tiba-tiba itu membuat Charles menyemburkannya ke dalam.

Veronica menatapnya dengan sedikit nanar.

Charles juga sedikit muram. Cepat dan buru-buru sekali, membuatnya terkejut.

Veronica berkata dengan terbata-bata, "Keluarlah dahulu, setelah itu kita bicara."

Charles tidak mengeluarkannya, malah memasukkannya ke dalam, "Tidak buru-buru, aku masih punya tenaga untuk 1 putaran lagi."

"..." Veronica mengulurkan tangan dan membelai wajah Charles, suaranya sedikit lembut, "Kau ini kenapa hari ini? Tiba-tiba ingin memberi Wenny seorang adik."

"Tidak kenapa-kenapa," Charles menghisap dada Veronica. Mendengar erangan pelannya, kepala Charles jadi segar.

Wanita ini, sepertinya ia harus membuatnya hamil lagi agar ia berhenti sedikit.

Lagipula Charles selalu menyesal karena tak berada di sisi Veronica saat ia mengandung Wenny. Kali ini ia berharap bisa melewati proses menjadi ayah secara utuh.

Veronica tak mengerti apa yang ada dalam pikiran Charles. Lagi-lagi ia disiksa dengan cukup keras malam itu.

Siapapun tak ingin bangun di pagi musim dingin, namun Wenny bangun pagi-pagi sekali. Kali ini ia tak langsung memanggil ayah dan ibunya, melainkan diam-diam berlari ke kamar Cornelius.

Wenny berlutut di sisi ranjang Cornelius, melihat wajah indahnya. Sinar fajar jatuh di kulitnya yang putih. Bulu matanya yang panjang bergerak-gerak, bibir merahnya menggumamkan sesuatu. Wenny berkata pelan, "Kakak, kamu sungguh tampan, lebih tampan daripada Paman Kakak Kelas..."

Ia berkata sambil menyentuh wajah Cornelius.

Karena gerakan ini, Cornelius tiba-tiba terbangun. Matanya mengerjap menatap Wenny.

Wenny tersenyum lebar, "Kakak, bangun."

Tak lama kemudian Cornelius duduk. Ia mengambil pakaiannya, namun sedikit kesulitan. Dia tak bisa memakai baju. Di rumah keluarga Cheng, pengasuhlah yang memakaikannya baju.

Melihatnya terdiam memandangi baju di tangan, Wenny pun bertanya, "Kakak tidak bisa pakai baju?"

"Aku...bisa..." Cornelius agak malu. Ia menjawab Wenny dengan sangat kesulitan.

Wenny kembali tersenyum ramah, "Tidak apa-apa, aku bantu Kakak."

Wenny merangkak naik ke atas kasur. Ia membantu Cornelius memasukkan lengannya. Ia melompat-lompat di atas kasur sampai terjatuh. Ia pun tertawa. Suara tawanya memenuhi seluruh ruangan.

Cornelius menatap lembut Wenny. Ia masih berusaha keras memakai baju sendiri.

Wenny lupa kalau ia hendak membantu Cornelius memakai baju. Ia rebahan di samping Cornelius, "Apa kakak tahu? Mainan apa yang paling kusukai?"

"Ki..." Cornelius berpikir lama sekali, lalu berkata ringan, "Kitty."

"Wah! Kakak hebat! Ternyata masih ingat kalau Wenny paling suka Kitty!" Wenny memberikan Kitty dalam pelukannya kepada Cornelius. Itu adalah sebuah boneka kelinci putih, matanya merah, telinganya panjang, mulutnya menggigit sebuah wortel.

Cornelius tertawa.

Eva dan Marco sudah berangkat pagi-pagi. Mendengar penuturan Eva selama perjalanan, ia sangat terkejut. Ia tak habis pikir mengapa anak itu bisa sampai ke rumah Veronica dan Charles.

Saat Eva melihat Cornelius yang duduk manis di sofa, ia langsung berlari dan menggenggam tangan mungilnya, "Cornelius, masih ingat Bibi?"

Novel Terkait

Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
5 tahun yang lalu

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
4 tahun yang lalu

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu