Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku - Bab 207 Mencari Masalah

Aku tertawa lagi dengan pelan : “Tuan Mark, begini, kamu menghabiskan lebih banyak uang lagi pun tidak ada gunanya, mengenai alasannya, silahkan dipikirkan sendiri, aku tidak menemani lagi.”

Selesai bicara, aku menolehkan kepala melihat Elina, tersenyum berkata : “maaf, benar-benar sudah tidak bisa dibicarakan lagi, tunggu dia pikirkan baik-baik baru bicara lagi.”

Elina dengan pasrah menghela napas, tidak menghalangiku.

Setelah Aldi membuka pintu ruangan, saat aku melangkah keluar pintu, aku tiba-tiba teringat akan suatu hal, lalu menolehkan kepala dan berkata : “Tuan Luke, kalau kalian Keluarga Gong ingin mengejar... atau ingin mencari masalah denganku, silahkan saja, aku hanya punya satu nyawa saja.

“tetapi jangan lupa, kalian juga hanya punya satu nyawa, sampai waktunya tiba kita lihat siapa yang mati duluan, aku berani jamin Clay yang masuk penjara akan mati paling cepat. Lagipula, ternyata ada orang yang bisa mematahkan kaki Mark di Sheng Hai, juga pasti bisa membuat masalah lainnya di Keluarga Gong.”

Mendengar perkataanku, raut wajahnya Luke menjadi semakin buruk, matanya menatapku dengan penuh kebencian dan keganasan, tetapi tidak mengeluarkan suara.

Aku malas untuk bicara omong kosong lagi dengannya, langsung berjalan keluar dari ruangan pribadi.

“heihei, Kak Roman, apakah kamu melihat rupa mereka tadi? Saking takutnya sampai hampir mengompol.” Setelah pintu ruangan pribadi itu ditutup dari dalam, Aldi berbicara dengan semangat.

Aku agak kehabisan kata-kata, sebenarnya ingin bilang kalau ada orang yang mengeluarkan senjata di depan wajahmu, tetapi tanganmu malah kosong, juga pasti akan ketakutan sampai ngompol.

Namun aku teringat ketika Bruce membawa orang ke restoran untuk mencariku, beberapa senjata mereka ditodongkan ke arah kami, saat itu ada Aldi dan Cody juga, tetapi mereka sama sekali tidak menunjukan rasa takut sedikitpun, sepertinya mereka sudah mengalami hal seperti ini banyak kali.

Kalau dibilang, dua orang ini benar-benar sembrono, Cody adalah tipe yang tidak banyak bicara, biasanya hanya diam tak bersuara, bertolak belakang dengan Aldi, di depan Jack lumayan tenang, mungkin karena sering dimarahi, tidak berani banyak bicara di depan Jack, tetapi didepanku malah berubah menjadi sosok yang lain, sama sekali tidak seperti seorang penjahat.

Hanya saja, walaupun dia agak banyak bicara, ketika menggigit orang mungkin tidak ada orang yang bisa membayangkan seberapa kejamnya dia.

Seorang penjahat yang aktif.

Aku khawatir dia terlalu aktif, tidak lupa untuk meningatkan : “cepat kembali ke mobil dan letakkan pistolnya, kalau Luke tidak senang melihat kalian, lalu melapor polisi bahwa kalian keluar dengan senjata ilegal, kalau dilaporkan ke polisi akan jadi merepotkan.”

Aldi dengan puas tertawa : “tenang saja Kak Roman, kami tinggal letakkan senjatanya di mobil saja, polisi tidak akan menemukannya.”

Aku baru terpikirkan akan hal ini, Cody mengambil barang ini dari bawah tempat duduk, sepertinya bagian itu sudah dikutak-katik, bisa untuk menyembunyikan benda.

Ternyata benar, setelah naik mobil, Aldi dan Cody mengeluarkan pistolnya, mengeluarkan peluru yang sudah di isi tadi, lalu menyembunyikannya di bawa tempat duduk.

Sepertinya di bagian itu terdapat sudut ruang, walaupun polisi memeriksa mobil, juga sulit untuk menemukannya.

Meninggalkan restoran, kami mengendarai mobil untuk pindah tempat, mencari pasangan untuk memesan makanan untuk makan.

Di restoran tempat pertemuan tadi, sampai aku pergi pun tidak ada makanan yang dihidangkan, ingin makan sekali pun tidak bisa.

Luke dan Elina beserta Karry He seharusnya masih ada disana, sambil makan sambil membicarakan masalah perdamaian.

Elina dan Karry He, seharusnya akan memihak di sisi Luke, memberikannya ide dan rencana.

Karena Elina memiliki sifat yang damai, dia tidak ingin aku saling bertengkar dan saling bunuh dengan keluarga Gong, lebih tidak ingin melihatku terkena masalah karena ini.

Sebenarnya, aku juga tidak ingin berdarah, baik darah dari lawanku, maupun diriku sendiri.

Di masa yang tenang tidak banyak orang yang suka seperti ini.

Aku hanya tidak senang melihat keluarga Gong saja, kalau mereka benar berani, aku sama sekali tidak keberatan untuk bermain dengan mereka.

Lagipula aku bisa menetap di Thailand, bagiku lingkungan disini ada keuntungannya, juga lebih aman.

Tetapi seharusnya keluarga Gong tidak akan berani bermain seperti itu, seperti orang yang telanjang kaki tidak takut dengan orang yang memakai sepatu, nyawa keluarga mereka jauh lebih berharga daripada emasku, walaupun mereka hanya bersembunyi di belakang, hanya menghabiskan uang untuk mencari orang mengurus masalah, juga tetap mengkhawatirkan keselamatan mereka sendiri.

Paling tidak, sebelum Clay dikeluarkan, mereka tidak akan berani macam-macam, kalau tidak si sombong itu mungkin akan betulan mati di dalam.

Kalau tidak diluar perhitungan, tidak perlu berapa lama, Luke pasti akan mencariku.

Kalau persyaratan yang dikeluarkan pihak lawan membuatku puas, aku juga bersedia berdamai, lagipula masalah yang dilanggar Clay tidak akan membuatnya ditahan lama, beberapa tahun kemudian, ketika dia keluar penjara dan pulang ke negaranya, keluarga Gong pasti akan membalasku tanpa terkekang oleh apapun.

Sampai waktunya tiba aku harus ketakutan sepanjang hari, ketika ingin keluar harus melihat kalender kuning, harus membakar dupa menyembah Kuan Kong, harus mewaspadai sekitar setiap kali pergi ke suatu tempat.

Aku tidak ingin melewati hari seperti ini, kalau tidak dari awal pasti bergabung dengan Jack.

Tidak tahu apakah dia melakukan pekerjaannya dengan baik, di aspek ini aku juga tidak bisa membantunya sama sekali.

“halo Deni Tong, beberapa hari belakangan ini lancarkah?” setelah teleponnya tersambung, aku menyapa Deni Tong.

Deni Tong menjawab : “bisa dibilang lancar, bukannya kamu sedang berkunjung ke Pulau Phuket bersama temanmu? Kok bisa ada waktu untuk menelepon orang tua ini?”

“aku sudah kembali ke Chiang Mai.”

“oh? Pulangnya kok cepat? Sudah makan belum?”

“sudah makan, tadi lupa mengajak Deni Tong makan, salahku.”

“hahaha, aku juga daritadi sudah makan. Kalau kamu tidak ada urusan, datanglah ke hotel ku untuk minum teh.”

Aku berpikir, lagipula juga tidak ada hal yang harus dikerjakan, sehingga aku menyetujunyai : “ok, aku segera kesana.”

“ya, aku masak air dulu.”

Setelah memutus telepon Deni Tong, aku menyuruh Aldi mereka untuk memutar balik mobil, lalu menyetir ke arah hotel yang ditinggali Deni Tong.

Pengalaman memiliki mobil dan pengawal sangat lumayan, ada semacam rasa menjadi seorang bos.

Tetapi aku harus cepat mendapatkan SIM, kalau tidak disini harus orang lain yang menyetir untuk membawaku.

Setelah sampai di tempat parkir hotel, Aldi dan Cody ingin megeluarkan lagi benda yang ada di bawah tempat duduk, tetapi dihentikan olehku, Deni Tong tinggal di hotel bintang lima, keamanannya sangat terjamin, kalau ada orang yang ingin mencari masalah juga tidak akan beraksi disini.

Aku tidak membiarkan mereka ikut naik, hanya meminta mereka menunggu di kafeteria.

Bertemu dengan Deni Tong tidak perlu membawa orang untuk berjaga, dengan seperti itu akan membuatnya merasa terkejut dan tidak menyukainya, karena kalau begitu akan terlihat tidak mempercayainya.

Deni Tong sangat suka minum teh, baru memasuki pintu, langsung melihat dia mengangkat cangkir teh ke bawah hidungnya dan menghirup aroma tehnya.

“Roman, sudah datang ya.” Melihatku memasuki pintu, Deni Tong meletakkan cangkir tehnya.

Aku masuk dan duduk, bertanya : “Deni Tong, beberapa hari ini anda hanya berdiam di hotel, tidak keluar untuk jalan-jalan kah?”

“ada kok, baru saja aku pulang dari jalan santai, pagi hari juga aku pergi unutk jogging, berkeliling dan sebagainya.”

“baiklah, aku hanya takut kalau kamu hanya berdiam disini saja.”

Deni Tong tersenyum : “tenang saja, tengkorak tuaku ini sangat kuat. Oh ya, kenapa kamu kembalinya begitu cepat?”

“karena muncul sedikit masalah. Masih ingat yang dulu pernah kuceritakan padamu, mengenai Clay yang kakinya dipatahkan?”

Deni Tong mengernyitkan dahi : “ingat, ada apa? Dia mencari masalah dengamu?”

“yang datang adalah kakaknya, terus mencari orang mengawasiku, mencari kesempatan untuk turun tangan. Kemarin di Pulau Phuket, membiarkan mereka mendapatkan sebuah kesempatan....”

Novel Terkait

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
5 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu