Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku - Bab 305 Ku Bunuh Kamu!

“brengsek!”

Dua lainnya akhirnya bereaksi, tanpa ragu tongkat baseball di tangannya melempar ke arahku, aku mundur selangkah lalu memukul wajah seorang preman dengan sebuah pukulan, preman itu berteriak, darah segar mengucur dari mulutnya, satunya lagi juga merespons dengan cepat, untungnya aku membawa tas punggung, tongkat baseball telah mendarat di punggungku

Prakkk!

Karena ada tas punggung yang menghalangi, dan pengalaman dipukul yang begitu lama telah memperkuatotot-otot punggungku, sehingga saat menghantam punggungku, itu tidak jauh berbeda dengan rasa gatal.

Pria itu kaget lalu diayunkan lagi tongkatnya, aku hendak menghindar, dan preman yang baru saja aku pukul tadi kembali berdiri, berkata dengan penuh amarah, “ku bunuh kamu!”

Aku menahan tawa dan berkata, "Kamu lihat, wajahmu bengkak, gigimu hilang, dan berkata asal-asalan, kelihatannya kamu masih harus belajar lagi cara merampok orang.”

Selesai bicara aku mulai beraksi kembali, langsung melintas ke arahnya, tangan kanan seperti pisau memotong lengannya, dan tongkat baseball jatuh dari pergelangan tangannya, lalu aku mengambil tongkat yang sudah berada di bawah, kemudian menendang lagi perutnya, wajah bocah itu langsung memucat, terbaring membeku di lantai.

Saat aku menoleh ke belakang, pria yang terakhir masih bersikeras menghampiriku, dan ketika aku memandangnya, dia terdiam membeku dan berkeringat ketakutan.

tubuhnya langsung gemetaran, tongkat baseball di tangannya jatuh ke tanah berbunyi ping piang.

Preman itu menatap Herman dan satunya lagi dengan rasa takut, berkata, "Kak, kakak aku hanya lewat saja, aku tidak tahu apa-apa."

Aku menyipitkan mata, preman itu langsung balik badan dan lari, bagaimana aku bisa membiarkannya pergi, beberapa langkah maju langsung terkejar dan menepuk pundaknya, berkata, "Jika kamu lari lagi, jangan salahkan aku untuk bersikap kasar. "

Melihatku mengatakan ini, preman itu dengan patuhnya kembali.

Sampai di tempat ketiga orang ini menyergapku, aku menyalakan sebatang rokok dan langsung bertanya, “katakan, siapa yang nyuruh kalian kesini?”

Preman itu dengan ketakutan berkata tidak tahu, aku melihat dua preman lainnya yang berbaring di lantai sambil teriak kesakitan.

Melihat mereka berdua terusberteriak kesakitan, bahkan suaranya yang semakin keras, dan tidak menjawab sama sekali, aku menghentak kaki di samping kepala Herman, dan Herman pun langsung terhenti, meskipun dalam kegelapan, aku melihat di dahinya mulai keringat dingin.

ucapku, “Bisakah kalian memberitahuku sekarang apa yang terjadi?”

Herman berdiri sambil memegangi perutnya dan berkata, “ka..kami sudah tidak punya uang lagi, dan ingin mengambil uangmu…….”

Aku melihat sekeliling, untungnya, tidak ada seorang pun sekarang, dan tidak ada orang yang tahu apa yang terjadi di sini, hanya penjaga keamanan yang tahu bahwa kami sedang berkelahi di sini, tapi sepertinya dia juga tidak berani mengatakan apa-apa.

ucapku “kelihatanya kamu belum melihat peti mati makanya tidak menangis…...”

Selesai bicara aku mengangkat tangan hendak memukulnya, segera Herman menutupi kepalanya dan berkata, “jangan…. jangan, kak, aku salah, aku katakan… aku katakan..”

Aku melihat dua preman lainnya, dan mereka juga datang dengan kepala menunduk, aku hanya diam dan melihat Herman, mendengar apa yang ingin dia katakan.

Herman berkata, “sebelumnya kami sedang merokok di pinggir jalan, tiba-tiba ada seseorang menghampiri kami dan berkata akan memberi kami uang dua juta, lalu menyuruh kami mencari masalah denganmu dan juga memberi kami selembar foto, kami sudah seharian menunggu di pintu gerbang, memastikan kalau itu benar kamu, baru kami datang kemari……”

Aku berkata dengan tenang, mana fotonya?”

“di sini…di sini.”

Herman mengambil foto dari saku dadanya, aku melihat ternyata benar, tidak tahu kapan foto itu diambil dari tampak samping, meskipun sangat samar namun, masih bisa mengenalinya bahwa itu aku.

Herman berkata lagi, “kak, mengenai Clay yang kamu katakan, kami sungguh tidak mengenalinya. Selain itu, jika kami tahu kamu begitu tampan dan gagah, kami juga tidak akan berani datang untuk mencari masalah denganmu.”

Aku dibuat sanjung oleh Herman, boleh dikatakan tubuhku tidak begitu kurus, tetapi juga tidak begitu tinggi dan perkasa, mungkin demi menghindari perkelahian ini, perkataan yang mengada-ada pun bisa dilontarkan.

kelihatannya rasa sakit di perut Herman karena ditendang sudah membaik, Herman membungkuk dan menyerahkan sebatang rokok sambil tersenyum, berkata, "kak, kami sungguh tidak disengaja, biarkan kami pergi saja gimana?”

Aku bergumam dan tidak berkata, suara sirene tiba-tiba datang dari jalan raya, dan ketiga preman itu segera mencoba melarikan diri seperti refleks yang terkondisi, tetapi tak lama kemudian mereka terhenti, ternyata tidak tahu sejak kapan, ada dua polisi berdiri di kedua sisi jalan.

Kebetulan atau tidak, selain masuk ke tempat kecil, jalan di kedua sisi sudah di blokir

Wajah Herman pucat, “kamu…...kapan kamu melapor polisi?”

Aku juga terkejut, “aku tidak mengeluarkan ponsel, bagaimana aku bisa melapor polisi?”

Aku melihat beberapa polisi datang dan mengelilingi kami, berkata, “menerima laporan bahwa kalian di sini telah melakukan tindakan perkelahian. Cepat, semuanya jongkok."

Tiga preman itu tidak berani melawan, dengan patuhnya jongkok, aku sedikit kesal, setiap kali polisi bertindak pasti keadaannya begini, tapi hendak mau jongkok, terlihat bayangan seseorang, aku bernafas lega dan berkata "Petugas polisii, untung anda ada di sini, kalau tidak aku bahkan tidak tahu bagaimana harus menyelesaikannya."

Seharusnya sekelompok polisi ini sudah lama di sini, Odele berdiri di seberang jalan hanya memandangi kami dan saat mendengar suaraku, Odele datang dari seberang dengan lantangnya berkata, "Roman, kamu cukup merepotkan ya, tidak bertemu beberapa hari kamu sudah membuat keributan.

Aku berkata dengan tak berdaya, “aku membuat keributan kah, ketiga bajingan ini yang datang mencari masalah denganku.”

Odele melambaikan tangannya, lalu polisi lainnya membawa ketiga orang itu masuk ke mobil, aku dan Odele berada di mobil terakhir, ini harusnya mobil pribadi Odele, kerena dia tidak memasang foto polisi dan sirene.

Tanyaku, “kapan kamu memanggil polisi, bagaimana bisa begitu cepat?”

Odele sambil menyalakan mobilnya berkata, “sekitar setengah jam yang lalu.”

Aku berpikir sejenak, setengah jam yang lalu, ketika aku bertemu ketiga preman, saat itu aku belum bertindak.

Aku menoleh ke arah penjaga keamanan yang berada di dalam post, dalam hati berkata apa mungkin dia.

Saat mobil melaju aku berkata, " polisi, gimana kalau kamu tidak perlu membawaku ke kantor polisi, laporan ini aku hutang dulu, bisakah kamu membawaku ke bandara?"

Odele melirikku dengan memiringkan kepalanya, “kenapa kamu pergi ke bandara? lagian, tidak ada yang namanya hutang membuat laporan, jika kamu tidak ingin membuat laporan, kamu hanya bisa melepaskan mereka bertiga.”

Ucapku, “baik, kalau begitu lepaskan mereka bertiga, aku naik taksi saja ke bandara.”

Awalnya Odele tersenyum menyipit, lalu aku membuatnya tersendak dan tidak dapat berucap kata.

Aku tersenyum, lalu mencaritakan kepadanya bahwa Adham Luo telah diculik orang, tentu saja, aku tidak memberi tahu dia tentang spekulasi bahwa dalang dari kejadian ini adalah keluarga Gong.

Novel Terkait

Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu