Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku - Bab 115 Jantung berdebar-debar

“Tidak apa, aku sekalian mau ke kota pusat menemui temanku, ayo pergi sekarang.”

“Baik.”

Sambil mengatakannya, Elina membungkuk kepada ayah dan ibuku lagi: “Paman, bibi, aku pergi dulu, terima kasih atas jamuannya.”

Ekspresi ibu sedikit kecewa: “Sama-sama, apakah mau duduk sebentar lagi?”

“Tidak bibi, aku masih mau mencari hotel.”

“Baiklah kalau begitu, besok ingat ke sini untuk makan ya.”

“Baik, terima kasih bibi.”

Ayah juga berdiri dengan ekspresi yang buruk berkata padaku: “Roman, hati-hati saat berkendara, jika ingin minum bir di kota, maka jangan berkendara pulang dulu, tunggu sudah sadar baru kembali saja.”

“Baik, jika minum terlalu banyak, aku akan tinggal di tempat Christopher.”

Aku berkata sambil berjalan ke luar, di belakang pintu mengambil sebuah helm candangan.

Elina memakai tasnya dan ikut keluar.

Tampaknya ibu kepikiran sesuatu, dia berkata: “Roman, kamu bantu aku berikan sedikit barang untuk Christopher”, kemudian dia masuk ke ruang di sebelah.

Berjalan ke samping motor yang sudah bertahun-tahun dipakai ayah, aku memberikan helm kepada Elina dan berkata: “Pakailah.”

“Baik.” Elina mengambil helm lalu mengangkat rambut panjangnya ke belakang dan memakai helm.

Aku mengambil helm yang digantung di stang sepeda motor, dan dipakai di kepala lalu melihat dia sekilas, aku melihat dia sedang menarik gesper tali helm, tetapi tetap tidak bisa dikunci setelah membuat dalam waktu yang lama.

Setelah melihat sekilas, aku tidak tahan lalu mendekat: “Sini kubantu.”

“Baik.” Elina melepaskan tangannya.

Aku semakin mendekat dengannya, setelah mengatur posisi kunci dan ukuran panjangnya, berhubungan tersangkur dengan rambut panjangnya, jadi aku bantu dia meletakkan rambut panjangnya ke belakang telinga.

Dia tidak berani melihatku, bulu mata yang panjang tidak berhenti bergetar dengan pelan, tetapi dia mengizinkanku merapihkan rambut panjangnya dan menyentuh pipinya.

Aku sedikit terlalu fokus dan jantungku tiba-tiba berdetak dengan kencang.

Aku bahkan lupa gerakan di tanganku dan menatapnya dengan diam-diam.

Karena tatapan matanya sangat mempesona.

Aku pernah benci Elina, sangat membencinya.

Benci dia membuatku masuk penjara, benci dia yang sombong, benci keangkuhannya dan pilih kasihnya.

Aku pernah memaksa untuk menciumnya, tidak hanya sekali saja, aku juga mendorongnya ke dinding, menariknya ke tempat tidur, setiap kali hanya sisa sedikit saja, kita sudah akan.......

Tapi itu hanya karena aku ingin membalas dendam saja.

Akhirnya dia bilang jika aku hanya mau membalasnya dan dia tidak suka aku memperlakukan dia seperti ini.

Kemudian aku mundur, lalu aku tidak lagi mengganggunya dan memaksa menciumnya lagi.

Hanya ingin pergi, dan jalani hidup masing-masing.

Tapi kini, aku merasakan jantung yang berdetak dengan cepat.

Tampaknya aku mulai menyukainya.

Tidak tahu sejak kapan.

Tapi, aku dengannya adalah orang yang beda dunia.

Bukan hanya sifat kita yang tidak cocok, latar belakang keluarga, tingkat kekayaan, kualitas hidup dan lingkungan, tingkat pendidikan, hubungan sosial, hobi dan lain-lain, tidak ada satupun yang cocok.

Tampaknya, aku tidak seharusnya menyukai dia.

Saat aku terdiam karena terlalu fokus, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari halaman rumah yang menarik aku kembali dari kebingungan.

Aku baru menyadari kini pipi Elina yang sangat dekat denganku sudah menjadi merah.

Sepertinya tadi aku beberapa detik menatapnya dengan diam-diam.

Tanganku masih berada di telinganya sedang menarik rambut panjangnya.

“Roman, bawakan barang ini kepada Christopher.” Ibu berjalan di halaman sambil berteriak.

Aku langsung dengan buru-buru merapikan rambut Elina, kemudian memakaikan helm, lalu berjalan ke samping sepeda motor dan memasukkan kunci sepeda motor, akhirnya diam-diam menghela nafas.

Tampaknya Elina juga menghela nafas yang panjang.

Ibu berjalan dari dalam halaman membawa satu bungkusan dan berkata: “Bawakan kulit timun kuning dan asinan pepaya ini kepada Christopher, aku ingat dulu dia suka makan 2 makanan ini, aku juga menyediakan 1 porsi untuk Elina, nanti bawa saat kalian kerja.”

“Masih ada punyaku?” Elina bertanya, tetapi dia tidak berani menatap ibu secara langsung, seakan-akan dia takut ibu melihat wajahnya yang merah.

“Ada, ada, rumah kita tidak punya benda yang terlalu spesial, hanya ada beberapa acar yang dibuat sendiri, tidak ada harganya, tadi dua mangkuk di atas meja, tidak tahu apakah kamu menyukainya.”

“Suka, tadi aku makan dengan banyak, itu masakan yang sangat menggugah selera, terima kasih bibi.”

“Sama-sama, baguslah jika kamu suka.”

“Ayo pergi.” Aku mengambil bungkusan itu, dan menggantung di atas stang sepeda motor, kemudian menghidupkannya, lalu putar balik di lahan kosong depan pintu.

Asinan pepaya ini adalah acar khas desa kita yang dimakan bersama dengan nasi, ini dibuat dari pepaya muda, Dan kulit timun kuning bukanlah timun hijau yang dikatakan orang, setelah semuanya digosok dengan garam dan dikeringkan, jadilah acar yang enak.

Sejak SMP, Christopher sering bermain ke rumahku, jadi dia sudah sangat akrab dengan ayah dan ibuku, dia juga suka makan 2 makanan yang diasinkan ibu, jadi ibu juga sering menyuruhku untuk membawakannya.

Walaupun bukanlah benda yang bisa dipamerkan, tapi tadi saat sedang makan, setelah Elina mencicipi sedikit, tampaknya dia juga sangat suka.

Setelah aku memutar balik sepeda motor, aku berhenti di sisi Elina.

Elina menahan baik roknya, dia mengangkat kakinya dan duduk ke atas, tetapi dia duduk sangat belakang, tubuhnya juga sedikit menahan ke belakang, tampaknya takut menyentuh punggungku.

Setelah berpamitan dengan ibu dan ayah yang berada di dalam rumah, aku melewati jalan semen yang dibuat beberapa tahun yang lalu, tidak lama kemudian sudah sampai di jalan raya.

Aku berkendara dengan fokus, Elina juga tidak berbicara, dan tampaknya dia sedikit gugup.

Demi menenangkan suasana, ditambah lagi karena dia duduk terlalu belakang, jadi aku bertanya: “Apa kamu sebelumnya pernah naik motor?”

“Apa?” Elina tidak mendengar jelas, mungkin karena alasan suara angin terlalu kuat saat berkendara.

Aku memiringkan kepala ke bagian belakang dan membesarkan suaraku: “Apakah dulu kamu pernah naik motor?”

Dia sedikit mendekat ke depan: “Tidak, ini pertama kali, rasa ditiup angin seperti ini enak sekali.”

“Jadi apa kamu bisa duduk lebih ke depan? Jika duduk terlalu belakang, keseimbangan sepeda motor akan susah dikendalikan.”

“Baik.”

Dia dengan hati-hati menggeser sedikit ke depan, lalu tidak sengaja menyentuh bagian luar pahaku, dia langsung menjauhkannya , tubuhnya juga tetap tidak menyentuhku.

“Jangan gugup, santai saja, jika tidak kamu akan sangat lelah saat duduk.”

“Baik.”

Kemudian aku berkendara dengan fokus, dia juga tidak berbicara lagi.

Langit sudah gelap, kendaraan di jalan tidak terlalu banyak, hanya saja ada beberapa petani bunga yang lewat yang mau pulang setelah jualan bunga, dan ada beberapa yang berkendara motor listrik membawa pacar atau berkelompok untuk keluar jalan-jalan.

Malam hari di bulan Mei terasa sangat sejuk, aroma bunga melati yang mengikuti angin hampir tercium di sepanjang jalan.

Elina sudah santai, tampaknya dia sedang mabuk di aroma malam yang wangi ini.

Dia mulai menyentuh dengan bagian luar pahaku, dia juga tidak menjauhkannya, kedua tangan juga perlahan menahan di punggungku.

Novel Terkait

The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
4 tahun yang lalu