Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku - Bab 56 Bajingan yang tidak tahu malu

Dia mendengus berat, mengambil pembalut berjalan menuju kamar mandi, lalu menutup pintu dengan kuat.

Aku menumbuk-numbuk kurma dan jahe menggunakan cangkir, lalu dengan teliti dan perlahan memilah inti kurma.

Elina membuka pintu kamar mandi, berjalan keluar dan ketika melewati sampingku, dia berkata “Aku ingin melihat apa yang dapat kamu lakukan”, kemudian langsung berjalan disamping tempat tidur, setelah menyalakan TV dengan remote control, dia melepaskan sepatu hak tingginya lalu naik ke tempat tidur, menarik selimut untuk menutupi setengah tubuhnya, dan setengah berbaring di tempat tidur sambil menonton TV tanpa ekspresi.

Setelah aku selesai memilah kurma, meraba teko lalu merasa suhunya sudah lumayan, langsung membawa teko ke dalam kamar mandi dan membasahi handuk bersih dengan air panas.

“Ini, tutupi perutmu dengan handuk hangat.” Aku berlari ke samping tempat tidurnya lalu menyerahkan handuk panas kepadanya.

Dia tidak mengatakan apapun dengan wajah yang datar, dan juga tidak mengambil handuknya.

“Sebentar lagi handuknya akan dingin, cepatlah, setelah selesai aku dapat lebih cepat pulang untuk istirahat.”

Dia baru melirikku sekilas, kemudian mengambil handuk, kedua tangan didalam selimut seperti sedang membuat sesuatu.

Seharusnya mengangkat bajunya keatas dan kemudian menurunkan roknya.

Memikirkan sampai disini, aku merasa sedikit tidak bisa tahan.

Sayangnya dia sedang datang Haid.

“Sudah selesai, kamu sudah boleh keluar.” Dia berkata dengan dingin lagi.

“Aku akan memasak sup kurma dan jahe lagi.”

Sambil berbicara, aku menuangkan air mineral yang baru dibeli kedalam teko lalu menambahkan kurma dan jahe yang telah dikupas, menutupinya lalu mulai memasak.

Setelah air mendidih selama kurang lebih 5 menit, baru menambahkan gula merah dan mengaduknya, kemudian mencabut colokannya, seteko sup kurma dan jahe yang bisa mengusir angin dan sakit telah selesai dimasak.

Aku sudah memasak ini beberapa kali untuk Keisya, hasilnya lumayan bagus untuk wanita terhadap bagian itu, tetapi orang yang pendarahannya terlalu banyak tidak boleh meminumnya, kalau tidak pendarahannya akan semakin banyak.

Aku menuangkan secangkir lalu setelah sedikit dingin, aku memberikannya kepada Elina, dan berkata: “Cepat minumlah selagi panas, rasanya lumayan enak.”

Elina melirik ke arah cangkir tanpa ekspresi, sepertinya ragu-ragu sejenak, tetapi pada akhirnya mengambil cangkir itu.

“Handuknya telah dingin, kan, berikan padaku, akan kupanaskan untukmu lagi.”

“Tidak perlu.”

Dia mengeluarkan handuknya, lalu meletakkannya dimeja samping tempat tidur, mengangkat cangkir dan dengan perlahan menyesapnya, kemudian mengerutkan kening.

Meskipun minuman ini ada gula merah dan kurma, tetapi rasanya masih sedikit pedas.

Aku melepaskan sepatu, lalu duduk ditempat tidurnya dan membuka selimutnya.

“Apa yang kamu lakukan?” Elina menahan selimutnya lalu bertanya dengan gugup dan marah.

“Aku akan memijat titik Zusanlimu, itu dapat meredakan nyeri Haidmu.”

Aku sambil berkata sambil membuka selimut dengan sekuat tenaga, meraih kakinya baru menyadari bahwa dia masih belum melepaskan stockingnya.

Berwarna hitam, sangat menggoda, bahannya sangat bagus, tampaknya tahan robek.

“Bangsat, lepaskan aku!” Wajahnya memerah, lalu menendang kakinya dengan marah.

Aku menggenggam erat bagian pergelangan kakinya, lalu berkata dengan datar: “Direktur Elina, aku sudah pernah menyentuh sebagian besar bagian tubuhmu, sekarang hanya memijat kaki, dan tidak akan melakukan apapun terhadapmu, kamu tidak perlu sampai seperti ini, bukan.”

“Tidak perlu kamu memijatnya, lepaskanlah aku!”

“Maaf, aku sudah pernah mengatakannya akan mengejarmu, jadi harus memperhatikanmu, merawatmu, membuatmu merasakan cintaku, jadi harus memijatnya.”

“Kamu…..aku tidak pernah bertemu bajingan yang tidak tahu malu sepertimu!”

“Tentu saja, aku adalah satu-satunya, rilekslah sebentar, jangan memberontak, jangan sampai aku berbuat kelewatan.”

“Cobalah saja, jika kamu berani berbuat kelewatan, aku akan segera melapor polisi.”

“Aku menasihatimu tidak melakukannya, tadi sudah mengatakannya, bagaimana dengan mengurungku? Aku akan segera keluar hanya melakukan sebuah panggilan telefon, jadi kamu jangan membuang tenaga lagi. Selain itu, aku menasihatimu lagi, jangan memberontak, kamu semakin memberontak maka aku akan semakin bersemangat, jika nanti tidak bisa menahannya dan merobek pakaianmu, jangan salahkan aku.”

“Kamu berani?”

“Menurutmu, apa yang tidak kutakutkan?”

Dia sangatlah marah sampai dadanya naik turun, menggigit bibirnya lalu menatapiku dengan marah.

Aku tersenyum datar, tanganku tiba-tiba mengeluarkan tenaga menarik kakinya sampai dihadapanku.

Sejujurnya, aku selalu tidak menyukai kaki orang lain, aku merasa sangatlah menjijikan, terutama kaki pria, selama ada seseorang yang melepas sepatunya didepanku, aku akan merasa sangat tidak nyaman.

Tentu saja, wanita terkecuali.

Sebelum ini, aku juga tidak tahu seperti apa bentuk kaki wanita baru dianggap cantik, tetapi kaki Elina memberiku sebuah indera penglihatan yang lembut dan indah.

Mungkin inilah yang disebut kaki indah wanita, pantes saja begitu banyak pria menyukai kaki wanita.

Tentu saja, aku tidak menderita parsialisme terhadap kaki, dan lebih tidak ingin mengigit kedua kakinya yang meskipun tidak memiliki bau tetapi masih belum dicuci tadi.

Aku hanya ingin menikmatinya sejenak, kemudian menekannya ke tempat tidur, lalu menekan kakinya menggunakan pahaku sendiri.

Dia memberontak sebentar lagi.

“Direktur Elina, jika kamu bergerak lagi maka akan menyentuh bagian itu ku.”

Aku menekannya lagi dengan keras, lalu menunjuk bagian bawah diriku dan berkata.

Dan benar, dia tidak berani bergerak lagi, satu tangannya memegang cangkir dan tangan yang lainnya menekan selimut untuk menutupi bagian bawahnya, pada saat bersamaan wajahnya memerah dan menggertakan gigi, lalu memelototiku.

Aku memegang kakinya yang ramping itu, setelah menemukan tempat 4 jari kebawah dari tulang sendi lutut, menekannya menggunakan ibu jari, perlahan-lahan menekan titik akupuntur ini yang dilapisi stocking.

Tempat ini adalah Titik Zusanli, sering menekan bagian ini akan sangat bermanfaat baik bagi tubuhmu. Sewaktu didalam penjara yang lembab dan gelap, aku mempertahankan kebugaran dan mengandalkan menekan titik akupuntur setiap hari untuk menghindari berbagai penyakit.

Elina tidak memberontak lagi, tetapi nafasnya masih sangat tergesa-gesa dan wajahnya masih memerah, hanya saja menggertakan giginya menjadi menggigit bibirnya.

Menggigit bibir bawah yang dilapisi lipstick yang ringan, ekspresinya terlihat sangat menggoda.

Ditambah lagi kaki yang ramping dan panjang, terutama rasa yang istimewa terlapisi stocking, membuatku memikirkan hal yang melenceng.

Sangat ingin menjangkau lebih dalam, menjangkau jauh kedalam pahanya.

Tetapi dia sedang datang Haid.

Haid yang sialan ini.

“Kamu………..”

Kedua mata Elina tiba-tiba melebar, tangannya menunjuk ke selangkanganku yang tegang.

Aku sedikit canggung, tetapi tidak berani bergerak sama sekali, takut akan terekspos.

Tidak disangka celanaku tidak bisa menutupinya, dan terlihat oleh Elina.

Dalam keputusasaanku, aku tersenyum canggung: “Direktur Elina, tidak perlu memerdulikannya, kamu begitu cantik dan mempesona, aku telah menyentuh kakimu, jika tidak bereaksi maka aku bukanlah pria, benarkan? Selain itu, aku akan memperingatkanmu lagi, jangan asal bergerak, kalau tidak akan menyentuhnya.”

“Menjijikan! Tidak tahu malu!”

Elina tergesa-gesa memalingkan kepalanya ke sisi lain, tidak berani melihat tempat itu lagi, mulutnya tetap memaki perkataan yang telah diucapkannya berkali-kali malam ini.

“Jangan hanya memarahiku saja, cepatlah minum sup itu, kalau tidak akan tumpah keluar.”

Dia tidak menanggapiku, juga tidak meminum sup kurma dan jahe itu.

Aku tebak, alasan mengapa dia tidak meletakkan cangkir itu, awalnya karena ingin menggunakannya untuk menyiramku, tetapi juga takut bahwa aku akan merobek pakaiannya, jadi tidak menyiramiku.

Tetapi tumpah lumayan banyak diatas selimut, benar-benar sangat sia-sia.

Sampai ketika aku berhenti menggodanya dan menekan kakinya dengan serius, setelah beberapa saat dia baru meminumnya habis.

Kemudian dia setengah berbaring ditempat tidur, tidak memarahiku lagi juga tidak memberontak, hanya menonton TV dengan wajah yang dingin.

“Apakah lebih baik? Apakah masih nyeri?” Tanyaku tiba-tiba.

Dia tidak menjawab, tetapi raut wajahnya terlihat jauh lebih baik dari sebelumnya, sup itu dan pijitan Titik Zusanli seharusnya efektif.

“Apakah nyaman?” Aku bertanya lagi.

Dia masih tidak mengatakan apapun.

“Bicaralah jika kamu merasa nyaman, jangan menahannya, dengan begini kamu baru bisa merasa lebih nyaman.”

Novel Terkait

Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
3 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu