Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku - Bab 113 Kak Roman Sudah Mau Menikah

"Oh ya, apa mereka adalah orangtuamu?" dia lanjut menanyakan.

"Betul."

Elina langsung membungkuk kepada ayah dan ibuku yang berada di kebun bunga, lalu dengan sangat sopan menyapa: "Halo paman dan bibi, namaku Elina."

"Eh, halo halo." Ibu langsung menggunakan bahasa mandarin yang tidak begitu bagus dan menjawabnya dengan senyuman.

Ayah mengelap tangannya di baju kemudian tersenyum dan menganggukkan kepala kepada Elina.

"Paman dan bibi masih bekerja di bawah terik matahari yang begitu panas, sudah lelah ya."

Tiba-tiba mulutnya Elina menjadi manis, aku tidak pernah melihat dia yang seperti ini, atau mungkin karena alasan dia merasa bersalah terhadap ayah dan ibuku.

"Tidak lelah, tidak lelah." Ibu menggunakan bahasa mandarin yang tidak bagus sambil melambaikan tangan kepadanya.

Biasanya saat ibu menjawab kata-kata orang lain selalu bisa menambah beberapa patah kata agar tidak menjadi canggung, tetapi ibu tampaknya sedikit gugup saat berada di depan Elina.

Ayah juga sama, ayah tidak berhenti mengelap tangan di baju dan tersenyum dengan semangat.

Kini seorang bibi yang terkenal dengan mulut besarnya berjalan ke samping, dia melihat Elina dengan detil, kemudian bertanya sambil tersenyum: "Eh, Roman, ini pacar kamu ya?"

"Rekan kerja." aku langsung menjawab tanpa berpikir dan tidak berkata lain lagi.

Elina malah menyapanya dengan sopan.

Aku berkata kepada ayah yang berada di kebun bunga: "Ayah, kamu pergi ke pasar bunga dulu, aku temani Elina sebentar."

"Baik, baik." ayah membawa karung goni yang berisi 5 kg bunga melati berjalan naik.

"Oh ya, malam ini makan apa? Nanti aku beli." ayah bertanya lagi.

Ibu yang berada di kebun langsung memotong pembicaraan: "Potong seekor ayam dan itik saja, ada seekor itik melewar yang dipiara tahun lalu."

"Baik."

Ayah meletakkan goni di atas bahunya dan berjalan ke arah motor di depan rumah.

Elina dengan sungkan menjawab: "Paman, bibi, tidak perlu habiskan uang, aku makan tidak pilihipilih."

Ayah tidak menjawab, hanya berjalan ke depan dengan serius.

Ibu berkata "Mau, mau", kemudian berjalan cepat dari sisi lain kebun bunga ke arah rumah.

"Roman, kamu..." Elina tetap merasa sedikit sungkan.

Aku tertawa: "Tidak apa, biasa mereka tidak rela makan, selagi kamu datang ke sini, jadi potong ayam dan itik untuk makan dengan baik. Kamu berikan gajiku lebih banyak, agar aku mengirim sedikit uang untuk rumah saja. Ayo, itu adalah rumahku."

Sambil mengatakan, aku mengambil kantongan dari tangannya.

Itu adalah buah-buahan, mungkin ada 2 sampai 3 kg.

"Rumahmu lumayan indah, seperti vila di pinggiran Kota Shenghai."

"Aku yang desain sendiri, beberapa tahun yang lalu, aku mengirim sebagian besar uang yang kuhasilkan, ditambah dengan uang ayah dan ibu untuk membangunnya."

"Mhm." dia menjawab dengan nada yang rendah dan tidak berkata apapun lagi.

Aku melihat dia sekilas, melihat ekspresinya tampak sedikit bersalah, aku langsung berkata sambil tertawa: "Jangan pikir begitu banyak, semua sudah berlalu, sekarang hutang dengan kerabat juga sudah dibayar semua, jadi sudah membaik."

"Baik."

Dia juga tertawa.

Kemudian kita tidak berkata apapun lagi dan berjalan melewati jalan semen di pinggir kebun bunga ke rumah.

"Eh, Kak Roman sudah mau menikah ya, yeah akan ada pesta makan."

Sekelompok anak kecil itu melompat ke segala arah mengikuti kita, yang sedikit bandel malah berteriak.

Wajah Elina menjadi sedikit tersipu, dia menundukkan kepala tidak memedulikan anak-anak itu.

"Sebelumnya pernah pergi ke pedesaan?" aku tiba-tiba bertanya.

Dia menganggukkan kepala lalu menggelengkan kepala lagi: "Pernah pergi saat bertamasya, tapi itu adalah desa yang digunakan untuk wisata, beda dengan tempat ini."

"Kita hanya desa biasa saja, pastinya tidak bisa dibandingkan dengan desa yang untuk wisata."

"Tidak, tempat ini lebih indah, lihatlah begitu banyak bunga. sebelumnya aku tidak tahu jika Daerah kalian menanam begitu banyak bunga melati, tadi sepanjang jalan naik taksi, aku melihat semua adalah kebun bunga, aku hampir menyuruh supir untuk berhenti kemudian bermain ke dalam kebun bunga."

"Tempat produksi bunga melati terbesar adalah tempat kita, sekarang belum musim bunga, jika kamu datang saat bulan Juli dan Agustus akan lebih indah lagi, tetapi kebun bunga yang ditanam oleh petani tidak akan terlalu banyak, karena mereka akan memetik setiap hari untuk dijual."

"Wah, kalau begitu nanti aku datang lagi, apa nantinya kamu akan menemaniku datang ke sini?"

"Iya, kalau bisa anggap perjalanan bisnis, lagipula aku juga pulang ke rumah."

"Tenang saja, tiket pesawatmu akan diklaim dan akan memberi tunjangan perjalanan."

Sambil berbicara, kita sudah tiba di depan pintu rumah, kebetulan bertemu dengan ayah yang naik motor, saat melewati sampingnya, Elina menyapa ayah dan ayah juga menganggukkan kepala sambil tersenyum dengannya.

Saat masuk ke rumah, ibu dengan sibuk merapikan barang-barang yang berada di ruang tamu, setelah melihat Elina masuk, dia lalu dengan sibuk mengelap sebuah kursi yang paling bersih dan baru dengan kain dan membawakan ke halaman untuk diduduk oleh Elina.

Sekarang aku baru menyadari jika ayah dan ibu menganggap Elina sebagai pacarku.

Tetapi Elina yang terlihat begitu cantik, bergairah, dia sama sekali tidak kalah dari artis, juga terlihat sangat kaya, mungkin beda total dengan yang dipikirkan ayah dan ibu, lebih tinggi satu tingkat bahkan beberapa tingkat.

Jadi ibu menjadi sangat gugup, dan ayah malah tersenyum terus.

Setelah mengerti, aku sedikit ingin tertawa, saat mengambil kursi, aku memperkenalkan Elina kepada ibuku dengan detil, memperjelas jika dia adalah bosku.

Kemudian aku menyadari jika ibu menjadi lebih gugup.

Mungkin karena kata bos.

Aku tidak tahu harus melakukan apa lagi, jadi aku tidak mau menjelaskan lagi. Setelah meletakkan buah yang dibawa oleh Elina, dan menuangkan 2 gelas air.

Elina dengan inisiatif mencari ember kecil untuk mencuci buah-buahan, lalu keluar berbincang-bincang dengan ibuku, kemudian bilang jika dia ingin melihat lautan bunga.

Jadi aku bawa dia ke atas balkon dan memindahkan 2 kursi lagi, kita duduk di atas balkon duduk sambil menikmati pemandangan kebun bunga yang berada di bawah sinar matahari.

Dulu ingin membangun rumah seperti ini karena depan pintu rumah menghadap ke kebun bunga sebagian milik beberapa orang di desa, dan sebagian lahan milik kami.

Elina bilang dia sangat ingin memiliki rumah seperti ini.

Aku bercanda mengatakan menjual rumah ini kepadanya.

Dia tertawa sambil menjawab hanya perlu 1 kamar yang ada balkon saja.

Kemudian tampaknya kita menyadari titik sensitif dari pembahasan ini, kita berdua langsung menjadi gelisah.

Tapi ini sama sekali tidak mempengaruhi suasana.

Kita dengan hening meminum air yang dimasak dari mata air gunung, makan buah yang dibawanya, melihat kebun bunga di bawah sinar matahari terbenam.

Senja ini terasa sedikit senang dan sedikit hangat.

Setelah mendengar suara itik dari bawah, aku baru turun ke bawah memotong ayam dan itik, Elina juga ikut turun.

Dia tidak tega melihat adegan yang sadis, jadi dia ikut ibuku ke kebun sayur memetik sayuran.

Tidak lama kemudian, mereka datang dengan sangat senang, ibu tampaknya tidak gugup seperti sebelumnya lagi.

Aku dan ibu sibuk mengurus ayam dan itik, Elina dari samping memberikan kita piring.

Sekelompok anak kecil selalu berkumpul di depan pintu rumah, mereka berdempetan melihat ke dalam dan terus berteriak kata-kata seperti "Kak Roman sudah mau menikah", sehingga membuat Elina sangat tersipu.

Novel Terkait

Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu