Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku - Bab 145 Takdir Sudah Ditentukan

Aku meminta Allen untuk mengantar kami ke restoran pinggir jalan yang terkenal di dekat sini.

Ketika Wenny datang ke Thailand untuk pertama kalinya, dia sangat penasaran dengan segalanya, dia akan bertanya tentang semua hal yang baru dan kebiasaan rakyat yang dia lihat semuanya di dalam mobil, dengan karakternya yang pendiam di kampus sangat berbeda.

Tiba di restoran, Wenny memesan semangkuk mie, aku hanya memesan minuman, dan Allen menunggu di dalam mobil.

Setelah makan mie, Wenny meneguk air kemudian mengambil tisu lalu menyeka mulutnya, dan dia berkata dengan dingin: “Roman, kamu sudah banyak berubah.”

Aku tertegun lalu berkata: “Berubah dari mana, penampilanku masih sama seperti sebelumnya.”

Wenny menggelengkan kepalanya: “Aku bukan bilang penampilanmu, tapi sifatmu.”

“Oh? Berubah seperti apa?”

“Kamu terlihat lebih dewasa, dan lebih pendiam, dari dalam mobil sampai aku selesai makan mie, selain menjawab pertanyaanku, kamu tidak pernah mengambil inisiatif untuk berbicara denganku.”

Aku sedikit canggung: “Maaf, aku tidak bermaksud mengabaikanmu, tetapi sepertinya dari sebelumnya kita memang tidak banyak bicara, aku ingat bahwa kamu sangat pendiam saat di kampus, seperti seorang gadis yang polos, pada waktu itu, dalam satu semester aku berbicara denganmu tidak sebanyak hari ini.”

“Haha, iya juga sih, pada waktu itu, aku sangat malu jika berbicara dengan anak laki-laki, sekarang tidak akan. Tapi kamu tidak terlihat seperti ini sebelumnya, pada waktu itu, meskipun kamu tidak seperti yang lain, tapi kamu juga sangat optimis, sekarang kamu benar-benar sudah berubah.”

Berbicara sampai sini, Wenny menatapku sambil tersenyum, dan kemudian berkata: “Selain itu, kamu berbeda dari kebanyakan pria, sebelumnya para pria yang sedang bersamaku, tidak peduli apakah dia sendirian atau ada orang lain di sampingnya, pria itu akan berusaha untuk menemukan topik untuk bisa berbicara denganku, dan kamu… seperti benda mati.”

Aku tidak bisa menahan tawa: “Haha, kau terlihat sangat cantik, pria mana yang tidak ingin dekat denganmu. Adapun aku… kamu juga tahu, aku sudah pernah di penjara dan aku masih trauma, jadi aku berubah menjadi pendiam.”

Wenny meletakkan kedua tangannya di atas meja, membungkuk ke telingaku dan bertanya dengan suara rendah: “Bukan karena masuk penjara, tetapi karena Keisya kan?”

Aku tidak tahu bagaimana menjawab, jadi aku hanya mengangkat bahu: “Mungkin.”

“Maaf, aku bercanda, aku tidak bermaksud.” Mungkin melihat suasana hatiku berubah, Wenny segera menjelaskan dan meminta maaf.

“Tidak apa-apa.”

Wenny tersenyum padaku, lalu meletakkan rambut hitam panjangnya di belakang telinganya, memperlihatkkan leher putihnya yang panjang.

“Apakah kamu sudah menikah?” Agar tidak membuat suasana menjadi canggung, jadi aku dengan santai bertanya suatu topik.

“Belum, aku hanya pernah jatuh cinta sekali, tidak sampai tiga bulan kami pisah.”

“Tidak mungkin lah, kamu sangat cantik, orang yang mengejarmu sangat banya, atau apakah kamu belum menemukan yang cocok?”

“Ini bukan masalah cocok atau tidak cocoknya, tapi… gimana yah bilangnya?”

Berbicara sampai sini, Wenny meletakkan lengannya di atas meja, menekan dagunya, dan tatapan matanya seperti sedang mengingat sesuatu, lalu berkata: “Roman, apakah kamu tahu? Aku sangat iri pada Keisya, aku ingin mempunyai hubungan seperti dia, ketika sakit, ada orang yang berlari ke asrama perempuan untuk mengantarkan obatnya, ketika tidak ingin naik tangga, ada orang yang akan menggendongnya, itulah yang dinamakan cinta, sesuatu hal kecil dalam hidup yang dapat membuatku tergerak.

“Tetapi ketika aku memasuki masyarakat dan memutuskan untuk jatuh cinta, aku melihat bahwa itu sama sekali tidak sama, para pria yang berhubungan denganku tidak seperti yang aku bayangkan, perasaan yang barusan aku bicarakan tidak terjadi, apa yang dia kejar tampaknya hanya cinta dengan kualitas yang cukup, seperti penampilanku yang cantik, sifat, perilaku, ucapan. Aku sama sekali tidak merasakan hubungan cintaku seperti Keisya.”

Setelah mendengar perkataan Wenny, aku tidak bisa menahan senyum dan bertanya-tanya bagaimana seharusnya menjawab masalah ini.

Cinta sejati, pernah ada di antara aku dan Keisya, bahkan setelah memasuki masyarakat, kami masih mempunyai hubungan.

Tetapi aku ingin menabung uang, membeli rumah, mobil, membeli pakaian, kosmetik, perhiasan, dan sebagainya, bekerja keras untuk kehidupan masa depan dan membuat rencana untuk anak-anak kita di masa depan.

Jadi aku ingin bekerja keras dan berusaha menabung uang.

Kemudian aku mengabaikannya, dan sekarang tampaknya perasaan cinta dia sudah menurun.

Cinta kita tampaknya sudah menjadi tidak sejati.

Pada akhirnya, cinta itu hilang.

Aku tidak membenci Keisya, sebelumnya benci, tapi sekarang tidak.

Mungkin awalnya aku lah yang salah.

Ketika aku lulus tahun itu, jika aku tidak memilih pergi ke Shenghai untuk merantau, tetapi memilih untuk tetap tinggal di Gui Ning, atau pergi ke kota yang biasa-biasa saja, jika aku tidak terlalu mengejar keinginanku dan hanya ingin menjalani kehidupan yang damai, mungkin aku masih bisa menjaga cintaku kepada Keisyai.

Tetapi pada saat itu, aku berkeras dan memilih untuk pergi ke Shenghai, aku pikir akan ada pekerjaan di kota metropolis yang makmur ini.

Padahal, pada saat itu, usahaku sudah membuahkan hasil, aku mulai bekerja keras dari gaji bulananku yang awalnya sepuluh juta hingga gaji bulananku naik lebih dari enam puluh juta, aku bekerja keras dengan gaji tahunan satu miliar.

Dan akhirnya menghancurkan impianku dan berakhir di penjara.

Saya tidak membenci Elina karena memenjarakanku, ini semua dengan ketidaksengajaan.

Takdir sudah ditentukan.

Tiba-tiba aku ingin merokok. Wenny dan aku duduk di meja makan terbuka, tidak ada tanda dilarang merokok, lagi pula ada juga pasangan kulit putih yang sedang merokok di dekatnya.

“Apakah kamu keberatan kalau aku merokok?” Kemudian aku bertanya pada Wenny.

“Tidak.” Wenny menggelengkan kepalanya.

Aku mengeluarkan sebatang rokok, menyalakannya, menghisapnya, lalu menyemburkan asap ke depan, membuat penglihatanku menjadi kabur.

“Kamu merokok seperti tony leung, dan tatpan matamu seperti orang murung.” Wenny berkata dengan lembut.

“Haha.” Aku tidak bisa menahan tawa: “Jangan menertawakanku, tony leung sangat tampan, aku sangat mirip dengan pembawa batu bata di lokasi konstruksi, mereka juga terlihat sangat murung ketika mereka rindu kampung halaman.”

“Uhukuhuk, kamu benar-benar bisa bercanda.”

Aku tidak melanjutkan perkataanku, aku hanya mengambil napas dalam-dalam.

“Apakah kamu sudah punya pacar sekarang?” Wenny bertanya lagi.

“Belum.”

“Kenapa kamu tidak mencari?”

“Yah… Seperti kamu, aku belum menemukan cinta sejati.”

“Haha, bukankah kita sama-sama orang yang memiliki simpati?”

Aku segera menggelengkan kepalaku: “tidak, tidak, tidak, kamu bisa mencari pria kapan saja, kamu mempunyai banyak pilihan, tapi kalau aku harus melihat keberuntungan. Dan, kamu jangan khawatir dengan hidupmu, kalau aku harus pergi ke tempat yang jauh untuk mendapatkan uang, kita berbeda.”

“Kita kan sedang membicarakan tentang cinta sejati, bukan cinta biasa.”

Wenny bergumam, dan tiba-tiba bertanya: “Jika Keisya masih mencintaimu dan ingin kembali padamu, apakah kamu masih mau bersamanya?”

Novel Terkait

I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu