My Tough Bodyguard - Bab 201 Sepuluh Anak Panah Dilempar Bersama!

Perkataan Robert Qiu membuat hati orang-orang di sekitar menjadi sangat kesal.

Memang benar yang dikatakannya, tetapi jika dikatakan di depan umum, maka semua itu akan terasa salah.

Ribuan tatapan tajam tertuju pada Robert Qiu. Jika tatapan bisa digunakan untuk membunuh, maka badan Robertsudah penuh dengan lubang dan mati berkali-kali.

Ekspresi wajah Wilianto pun menjadi dingin: “Hei kawan, kamu keterlaluan, aku terus terang denganmu saja, aku memang jatuh hati pada pacarmu, jika kamu tidak bersedia mengalah untukku, maka aku akan bersaing denganmu secara adil!”

“Benar, di depan umum!”

“Jangan mau kalah!”

Para laki-laki di belakang Wilianto berbondong-bondong menyorakinya.

Robert membalikkan telapak tangan: “Aku baik-baik saja kok, kenapa harus bersaing denganmu? Perempuan selalu didapatkan dengan usaha pendekatan sendiri, aku tidak pernah mendengar perempuan didapatkan atas hasil merebut.”

Wilianto sangat marah mendengarnya: “Sekarang adalah zaman penuh kebebasan, sebelum kalian menikah, aku masih memilik hak untuk merebutnya darimu!”

“Memang tidak ada salahnya, tetapi bagaimana jika aku berkata tidak ingin meladenimu?” Robert berkata meledek.

Wilianto menjawab: “Hm! Kawan, boleh-boleh saja jika kamu ingin mengalah, biarkan pacarmu berkencan sekali denganku. Jika tidak, aku, aku, aku akan terus mengusik kehidupan kalian!”

Bersaing dengan adil? Terus mengusik?

Sembarangan saja!

Robert Qiu merasa sangat kewalahan, memanglah anak muda zaman sekarang, pemikiran seperti apa itu.

“Lalu bagaimana cara kamu bersaing denganku?” Robert tertarik untuk bertanya.

“Mudah sekali, kita adakan lomba. Jika kamu kalah, harus berikan satu kali kesempatan berkencan dengan pacarmu!” Wilianto berkata.

“Bagaimana jika aku menang ?” Robert bertanya kembali.

Wilianto terdiam beberapa saat, lalu menggelengkan kepala dengan sombong: “Kamu tidak mungkin menang.”

“Tidak mungkin menang? Kalau begitu aku tidak jadi bersaing denganmu.” Robert spontan melepaskan niatnya.

“Eh, eh, eh, kawanku, kenapa kamu mengalah begitu saja.” Wilianto berkata dengan segera.

“Kamu saja sudah mengatakan aku tidak mungkin menang, lalu untuk apa aku masih bersaing denganmu? Mencari kesialan?” Robert melihat Wilianto bagai melihat seseorang yang bodoh.

Wilianto pun sadar telah salah berkata, langsung berusaha memperbaikinya: “Aku salah, maksudku, aku sangat percaya diri, kamu tidak mungkin bisa menang dariku.

“Kalau begitu kamu katakana saja, bagaimana jika aku yang menang?” Robert Qiu berkata sambil menahan tawa. Anak muda memang terlalu ceroboh, tidak pernah menyaring perkataannya sendiri.

Wilianto berpikir beberapa saat, lalu berkata dengan serius: “Jika aku kalah, aku akan menganggapmu sebagai Kakak sendiri, dan tidak akan mengganggu kalian lagi!”

“Baik, katakan saja jenis lomba apa yang akan kita lakukan.” Robert langsung mengatakannya, lagipula sedang santai dan tidak mengerjakan apa-apa, bermain dengan beberapa anak muda itu pun akan membawakan kesenangan tersendiri.

Melihat Robert menyetujuinya, Wilianto spontan merasa senang, lalu berkata sambil menunjuk sebuah lapangan panahan: “Lomba melempar panah saja!”

“Panah?” Robert sedikit terkejut.

“Kenapa, mulai takut?” Wilianto meledeknya.

Raut wajah Robert spontan menjadi aneh. Berbicara soal panah, dia bahkan mampu membidik titik tengah target dengan mata terpejam.

Bagi seorang pembunuh, yang terpenting adalah reaksi dan tingkat kepekaan, penglihatan hanyalah sebuah syarat umum. Membidik anak panah sungguh terlalu mudah bagi seorang Robert.

Demi tidak menindas Wilianto, Robert pun menggelengkan kepala dan berkata: “Bukan takut, tetapi aku sarankan kamu untuk menggantinya dengan lomba lain.”

“Masih ingin berdebat ya, hei kawan! Aku langsung beritahu kamu saja, sejak kecil aku tumbuh besar di tempat bermain, panah adalah permainan yang paling aku kuasai, bahkan telah diakui sebagai pangeran panah. Jika kamu tidak pandai, aku sarankan jangan memalukan diri sendiri, langsung mengalah saja, maka kita tidak perlu membuang waktu untuk berlomba lagi, bagaimana?” Wilianto berkata dengan penuh keangkuhan.

“Pangeran panah? Kalau begitu apakah kamu pernah mendengar cerita soal Pendekar Pedang?” Robert bertanya secara tiba-tiba.

“Sial, tentu saja aku tahu cerita terkenal seperti itu, apakah menurutmu aku tidak pernah membaca buku?” Wilianto berkata dengan kesal.

“Semua orang memanggilku Pendekar Pedang yang bangkit kembali.” Robert Qiu berkata dengan serius: “Jadi, demi menegakkan keadilan berlomba, aku sarankan kamu mengganti dengan lomba lain.”

“Hei kawan, sembarangan sekali kamu? Berani-beraninya menyebut diri sebagai Pendekar Pedang, kenapa tidak ke langit saja sekalian?!”

Wilianto berkata, sambil melihat ke arah Meghan Jiang, mengedipkan mata dan berkata: “Hei gadis cantik, lihatlah bagaimana aku memberi pacarmu pelajaran, bersiap-siaplah kencan denganku!”

Meghan bukanlah orang yang penakut. Melihat ekspresi Wilianto seperti itu, dia malah tertawa dalam hati. Pengalaman berbisnis selama bertahun-tahun telah memberinya sebuah mata yang pandai menilai orang.

Saat Robert Qiu baru menunjukkan keahliannya di Kota JiangCheng, Meghan pun bisa melihat bahwa dia bukanlah orang biasa-biasa. Kini, dengan anehnya dia sangat percaya dengan keputusan Robert, dia tahu Robert tidak akan melakukan hal yang tidak dia sanggupi.

Jika sudah berkata akan menang, maka dia pasti menang.

Dan sekalipun Robert kalah, dan Wilianto ingin berbuat sesuatu yang tidak baik, Meghan telah memiliki cara untuk menghindari semua itu.

Cara yang terbaik, tidak lain adalah mengerahkan kekuatan Keluarga Jiang.

Sesungguhnya Keluarga Jiang memiliki kekuatan yang besar di Kota C. Meskipun Meghan tidak suka memanfaatkan sumber daya dari keluarga sendiri, tetapi di dalam situasi terdesak, dia tentu akan memanfaatkannya.

Wilianto hanya seorang anak dari bos taman bermain. Jika sampai menyinggung perasaan Meghan, maka menggusur taman bermain itu hingga rata adalah hal yang sangat sederhana.

Lapangan panahan.

Dikarenakan memiliki identitas sebagai Tuan Muda pemilik taman bermain, dengan sangat cepat sebuah tempat dikosongkan demi perlombaan Wilianto dan Robert.

Mendengar kabar itu, banyak orang berbondong-bondong menghampiri dan mengelilingi lapangan itu, suasana menjadi sangat meriah.

Dengan begitu banyaknya orang yang menonton, kepercayaan dan kebanggaan dalam diri Wilianto pun menjadi semakin tinggi. Dia berjanji pada diri sendiri untuk melakukan yang terbaik, agar mendapat perhatian dari Meghan dan Sellen.

“Hei kawan, apakah kamu sudah siap?” Wilianto mengangkat kepala dengan ekspresi menantang.

“Kamu dulu.” Robert memberi isyarat mempersilahkannya lebih dulu.

“Lihat baik-baik ya, sebentar lagi kamu akan kaget hingga gemetaran.” Wilianto tersenyum dengan sangat bangga, mengangkat anak panah dengan tinggi sambil berjalan ke posisi 5 meter di depan papan panahan.

Sebenarnya jarak itu masih terbilang dekat, bisa dibilang sebagai jarak yang digunakan pada umumnya. Wilianto memang telah bermain anak panah sejak kecil, dan merasa masih bisa lebih jauh lagi. Tetapi demi mencari aman, lebih baik tetap berada pada jarak 5 meter saja.

Karena perlombaan kali ini berbeda dengan biasanya, dan langsung berpengaruh pada kesempatan berkencan dengan Meghan.

Tarik nafas sedalam-dalamnya.

“Kak Wilianto semangat!

“Jangan sampai kalah darinya!”

Teman-teman Wilianto berbondong-bondong memberi semangat.

“Kak Wilianto tidak terkalahkan! Kak Wilianto pasti menang!”

Wilianto hanya melambaikan tangan, memberi isyarat pada mereka untuk tetap fokus padanya, setelah 10 detik berlalu, raut wajahnya pun berubah menjadi serius.

Saat perhatian semua orang terpusat padanya, pendengaran, penglihatan dan kemampuan mengambil keputusan pun semakin meningkat. Dengan segera Wilianto larut dalam suasana itu, mengambil anak panah dan melempar sekuat tenaga----

Fiuhh!

Lemparan pertama tepat mengenai titik tengah!

“Hebat! Luar biasa!”

“Anak muda ini boleh juga!”

Para tamu berbondong-bondong memberi tepuk tangan.

Kebanggaan dalam hati Wilianto semakin meningkat. Dia pun melihat Robert dengan tatapan menantang, kemudian mengambil anak panah kedua dan melemparnya lagi.

Kali ini, dikarenakan fokus yang tidak cukup, anak panah tidak mengenai titik tengah papan panahan, dan malah mendapatkan nilai 9.

Fiuhh.

Fiuhh….

Fiuhh!

Wilianto melemparkan 10 anak panah secara berurutan, 7 kali mengenai titik tengah, 3 kali sedikit meleset, tetapi juga mendapatlan nilai yang cukup baik. Penampilan itu telah menunjukkan kemampuan yang luar biasa.

“Giliranmu.” Setelah melemparkan 10 anak panah, Wilianto berjalan ke depan Robert dan berkata dengan sombong.

Sambil berkata, Wilianto memperhatikan raut wajah Robert. Jika orang yang tidak bisa bermain anak panah, melihat dirinya bermain begitu hebat, tentu saja sudah ketakutan hingga pucat.

Tetapi yang membuat Wilianto kecewa, dia tidak melihat sedikitpun ekspresi panik ataupun tegang pada wajah Robert, dan malah tetap tersenyum kecil, ini sangat membuatnya tidak nyaman.

"Apakah orang ini sungguh pandai bermain anak panah?’

Wilianto mulai merasa kacau.

Robert pun berdiri dan mengambil 10 anak panah, lalu berdiri di posisi tempat Wilianto berdiri sebelumnya.

Karena penampilan Wilianto yang cukup baik, ditambah dengan perkataan Robert, dukungan orang-orang padanya sangatlah sedikit. Saat berjalan maju, suasana sepi tanpa suara, terlihat jelas perbedaan dengan Wilianto.

Wilianto sangat puas melihat reaksi para penonton, dan sengaja menyindir dengan suara keras: “Hei kawanku, menyerah sekarang sepertinya masih keburu kok.”

Hahaha!

Para pendukungnya ikut tertawa lepas.

“Robert, semangat!”

“Jangan mau kalah darinya!”

Hanya Meghan dan Sellen yang memberi dukungan pada Robert.

Robert tersenyum kecil pada para penonton, tindakan dia setelahnya membuat semua orang tidak mengerti---

Terlihat Robert menggelengkan kepala, lalu berbalik badan berjaan ke belakang, dan kembali menghadap ke lapangan panahan.

Wilianto sangat kaget melihat apa yang Robert lakukan. Orang ini, memangnya 5 meter terlalu dekat baginya, hingga harus berpindah ke posisi 10 meter?

Ataukah mungkin, dia sengaja ingin lebih jauh dari dirinya?

Berpikir demikian, Wilianto pun tertawa dingin dalam hati. Ternyata benar, dia memang tidak mahir, cara membidik anak panah di setiap jarak tidaklah sama, tingkat keakurasian dari jarak 5 meter dan 10 meter berbeda jauh loh!

Bahkan Wilianto pun tidak bisa menjamin bisa membidik papan panahan dari jarak 10 meter!

Jiwa berani darimana nih?

Wilianto sudah yakin Robert memang tidak bisa apa-apa, kali ini sungguh akan tontonan besar.

Saat ini para penonton di sekitar baru tersadar, semua memajang ekspresi tercengang pada wajah.

“Tidak mungkin deh? 10 meter?”

“Dengan jarak sejauh ini, apakah bisa mengenai papan panahan?”

“Aku mengalami rabun jauh ringan, dengan jarak 10 meter, wajah orang saja sudah tidak bisa aku kenali, apalagi papan panahan.”

Semua orang sibuk membicarakannya.

Robert yang berada di lapangan panahan pun memulainya. Dia mengambil anak panah, tetapi tidak segera melemparnya, tetapi memilih untuk menjempitnya di celah jari secara satu persatu.

Kedua tangan bisa digunakan untuk menjepit 8 anak panah, 2 yang tersisa…. Robert menundukkan kepala, lalu menahannya dengan mulut.

Huaaa!

Setiap gerakan itu membuat suasana gempar!

“10 anak panah dilempar bersamaan? Orang ini pasti sudah gila ya?”

“Atlet tingkat nasional saja tidak segila dia!”

“Dengan jarak 10 meter, dan lemparan kedua tangan bisa saja mengenai papan panahan, tetapi dua buah anak panah di dalam mulut, bagaimana cara mengantarnya kesana? Jarak tempuh ludah kita paling-paling hanya 1 atau 2 meter!”

Semua orang terdiam!

Siapapun tidak berani mempercayai jarak yang digunakan Robert Qiu.

Wilianto jauh lebih terkejut dibanding semua orang, urat-urat pada wajahnya terlihat dengan jelas. Dia sungguh tidak berani percaya, hal yang sekalipun bermimpi pun tidak mungkin, demi memenangkan perlombaan, Robert sungguh melakukannya.

Sebagai seseorang yang telah berlatih panah sejak kecil, Wilianto sangat yakin, 10 anak panah yang dilemparkan Robert pasti tidak akan berhasil. Sekalipun dia, paling banyak hanya bisa melempar 2 anak panah secara bersama, itu pun dengan tingkat akurasi yang buruk.

“Kak Wilianto, orang ini sedikit berlebihan!” Seorang tidak sabar berkata.

Wilianto malah tertawa dingin: “Tidak mungkin bisa. Dengan cara yang dia lakukan, jika ada satu saja anak panah yang mengenai sasaran, aku akan berlutut di hadapannya!”

Novel Terkait

Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu